Benang Merah

Bulan Purnama
Chapter #21

Kisah Dua Bersaudara.

"Aku lah... rasane ngiri banget sama si Leman. Saban Minggu ngumpul bareng anak cucu, guyub, anak menantu rukun harmonis. Leman bener-bener beruntung …”

Tanpa sengaja Luna mendengar bapak berkeluh-kesah saat ngobrol bersama ibu di teras rumah pada suatu sore.

Suaranya memang lirih tapi begitu jelas di telinga Luna yang kebetulan lewat di balik pintu. “Anak cucu kita... semuanya jauh... mau kumpul susah... menantu ngga pada akur,” lanjut bapak dengan nada prihatin.

Luna tak mendengar ibu berkomentar. Tapi dia bisa merasakan apa yang sedang mereka rasakan.

Pak Soleh, ayahnya adalah dua bersaudara. Pak Sulaeman atau yang biasa dipanggil om Leman, adik bapak sama-sama memiliki lima orang anak. Seperti halnya bapak, anak-anak om Leman pun semuanya telah berkeluarga.

Kedua orang tua Luna adalah pensiunan pegawai kantoran, hidupnya bisa dibilang berkecukupan. Luna dan adik-adiknya mendapatkan Pendidikan yang baik, mempunyai kesempatan bisa bersekolah sampai sarjana.

Sedang om Leman, pekerjaanya 'hanya' kuli bangunan, sementara istrinya pekerja serabutan, anak-anak mereka paling tinggi sekolahnya sampai SMA.

Seiring berjalannya waktu setelah anak-anak ‘mentas’, semua menikah dan memiliki keluarga masing-masing, keadaan seperti berbaik 180 derajat.

Nasib baik sepertinya berpihak pada anak-anak om Leman. Menantu-menantu om Leman mempunyai latar belakang baik, secara ekonomi maupun kepribadiannya. Suami istri semua menjalankan fungsinya dengan baik.

Hal itu terlihat jelas bila lebaran tiba, saat mereka ramai-ramai silaturahmi ke rumah pakdenya, mereka semua tampak sangat kompak dan gembira.

Setiap hari minggu mereka juga menghabiskan waktu di rumah orang tuanya yang tinggalnya masih satu kota. Masing-masing keluarga membawa bekal makanan dari rumah untuk disantap bersama. Rumah om Leman letaknya jauh di gang sempit dipinggir kali, namun sepertinya gubug itu adalah tempat yang paling menyenangkan untuk dikunjungi.

Hubungan antara anak menantunya sangat adem, kehidupan pun terasa damai. Relationship goal banget, dan itu yang membuat bapak merasa 'Iri'

 

***

 

Sebagai orang tua, bapak dan ibu tak kurang-kurangnya memberikan perhatiannya terhadap anak-anaknya, baik pendidikan maupun kebutuhan lainnya selalu terpenuhi. Mereka orang tua yang sangat bertanggung jawab, mendidik anak-anaknya dengan disiplin tinggi.

Dalam hal beragama pun, dalam skala tertentu bapak jauh lebih taat dalam menjalankan ibadah. Bapak dan ibu sangat kompak untuk urusan itu.

Setiap subuh, ibu akan mengetuk pintu membangunkan anaknya untuk sholat subuh. Dan ibu tidak akan berhenti mengetuk pintu sebelum melihat anaknya bangun ke kamar mandi mengambil air suci.

Begitupun setiap pulang dari bermain, yang ditanyakan adalah "Sudah sholat belum?" dan ibu tau betul siapa anaknya yang belum sholat siapa yang sudah. "Belum sholat kan, hayo sholat dulu!" tegur ibu setiap ada yang duduk santai dirumah. Tidak ada yang bisa lolos dari perhatian ibu untuk urusan ini. Kadang Luna seperti berhadapan dengan malaikat Rokib dan Atid, di lain waktu bila berhadapan dengan Bapak rasanya seperti berhadapan dengan malaikat pencabut nyawa.

Jangan harap bisa lepas dari amarahnya kalau waktu magrib tiba belum ada di rumah untuk sholat berjamaah. Bapak akan menunggu dengan sapu lidi ditangannya kalau anak anaknya tidak mengaji. Didikan yang keras itu membuat anak-anak menjadi penurut dan rajin beribadah.

Tapi mengapa setelah menikah dan berkeluarga anak-anak Pak Sholeh hidupnya seolah penuh perjuangan? Strugle. Tidak seindah keluarga Leman yang sepertinya hidup tanpa banyak aturan namun jalan hidup anak-anaknya penuh kemudahan?

 Luna dan adik-adiknya, semuanya harus bekerja menjadi tulang punggung keluarga. Menantu perempuan tidak respect pada ibu dan bapak, dan berbagai macam persoalan keluarga yang menguras emosi jiwa. Apa yang salah...?

 

 ***

 

Pada sebuah kesempatan sebelum pulang kembali ke Jakarta dari liburan lebaran, Luna sengaja berkunjung ke rumah om Leman. Belum tentu setahun sekali dia mengunjungi rumah om. Malah bapak sama ibu seperetinya belum pernah sama sekali menginjakkan kaki di rumah Leman.

Lihat selengkapnya