Benang Merah

Bulan Purnama
Chapter #31

PART 6# Tentang Energy

Aku terbangun gegara mimpi yang hitam, hitam dimana-mana. Seperti kapas-kapas berwana hitam yang tersebar di banyak tempat, dan lempengan-lempengan gelap hampir di seluruh ruang. Sejenak aku merenung mencoba menyimpulkan bayangan pekat itu. 

Ternyata itu silhuet baju-baju Bright, barang-barang di kamar kost bahkan tubuh Bright, semuanya legam. “Astagfirullohal adzim. Ya Allah lindungilah kakak, jagalah kakak,” doaku seketika.

Beberapa bulan terakhir memang Bright berubah; jadi judes, ketus, susah dihubungi, tidak mau diajak kompromi, asing seperti bukan dia, tetapi aku tidak pernah mengangap itu serius. Namanya Teenage, nanti juga baik sendiri, pikirku. Aku tak pernah menghubungkan perubahan itu dengan tempat kost yang baru. Terlalu lebay. 

Namun, setelah aku urut-urut kejadian demi kejadian, memang Bright berubah kurang lebih sejak 5 bulan terakhir ini, tidak lama setelah pindah tempat kost.

Pernah sekali aku berkunjung kesana, kamarnya terletak di lantai 3, masuk agak ke dalam melalui lorong sempit, sebuah kamar mandi menjorok kedalam baru terlihat setelah melewatinya, dua meter sebelum pintu masuknya. 

Walaupun ruangannya luas dengan jendela lebar, bisa memandang langit sepuasnya, dan anginpun bisa bermain dengan leluasa lewat jendela, namun aku tak merasa betah, rasanya serba salah, mau ngapa-ngapain susah. Dapur tidak ada, mesan go food malas ambilnya, mau nyuci kecil airnya, tidur ke semua arah tak nyaman posisinya. Bawaanya mau marah. 

Sempat aku mencarikan tempat kosan baru dan aku menemukan tempat kost terbagus dan nyaman yang pernah aku jumpai, namun mati-matian Bright menolaknya. “Ya sudah mama aja yang kos di situ!” Katanya ketus. 

Aku pun menyerah, tak mau ikut campur lagi tempat tinggalnya, sampai aku mimpi seperti ini. 


***


Mimpi itu membangunkan aku, tak bisa aku membiarkan Bright sendiri menghadapi ini. Aku mencari cara agar Bright tidak merasa terlalu diintervensi. Menjelang akhir bulan, akupun memesan tiket kereta, menyiapkan segala sesuatunya, lengkap dengan makanan kesukaannya. Aku tak memberitahu perihal kedatanganku kali ini. Goalnya Bright pindah rumah. 

Tiket kereta sudah di tangan. Kopor sudah kusiapkan. Aku duduk sebentar menunggu adzan ashar. Namun entah setan dari mana yang datang menggoda tiba-tiba aku diserang kantuk yang teramat sangat. Aku jatuh tertidur tepat di jam keberangkatan kereta. Hanya sebentar saja, rasanya kurang dari satu menit, namun ternyata sudah setengah jam kereta terlewat. Aku ketinggalan kereta. Duh! 

Lemas rasanya. Kok bisa? Kok ada ya kebodohan seperti ini.

Ah, betapa lemahnya manusia, betapa tidak berdayanya.

Betapapun aku bisa melihat bentuk energy, ada yang seperti monster berkepala ular, seperti yang kulihat di rumah sakit saat melahirkan putriku dulu, atau seperti rantai besi berwarna hitam seperti yang keluar bersama suara-suara keluhan ibuku yang menjegal langkahku, dan sekarang berbentuk kapas-kapas tebal bewarna abu abu hitam dan lempengan-lepengan gelap yang ternyata barang-barang di kosan kamar Bright. Semua itu tak ada artinya, tidak ada gunanya.

Bahkan niat baik, upaya baik seperti membeli tiket kereta untuk membantu kakak memecahkan 'masalah' yang tidak disadarinya, tapi semuanya tak terjadi.

Aku dibuatNya jatuh tertidur dalam hitungan detik, namun itu telah membuyarkan seluruh rencana dan usahaku. Aku sering melupakan Tuhan di balik semuanya. Bahwa segala sesuatu bisa terjadi hanya dengan IjinNya.

Betapa manisnya Tuhan kembali menegurku.


***


Aku pun menelpon Bright, menghibur diri. Menanyakan kabarnya.

Dari seberang telpon terdengar suara yang powerfull, ceria dan bersemangat,

“AKU LAGI PINDAHAN KOST, MAA... Pengen ganti suasana ... " bla bla bla

Itu Bright, cahaya hidupku.

Terimakasih Tuhan...


Lihat selengkapnya