Hidup memang lebih ringan dan berjalan sesuai harapan setelah perpisahan. Buatku prestasi dalam perkawinan bukanlah lamanya usia pernikahan, tapi ketika aku berhasil memutus siklus penderitaan. Aku tak lagi larut dan tenggelam dalam berbagai persoalan, walaupun untuk kebutuhan bulanan masih harus ulurkan tangan, namun karena alasan kemanusiaan aku tak keberatan. Sebaliknya Bintang pun mudah dimintai pertolongan bila aku membutuhkan.
Setelah bercerai, tidak ada hak dan kewajiban, pertengkaran pun selesai. Saat bersama tak lagi menjadi battle field.. . tapi lebih saling support.
And wake me up when September ends...
Tidak tidak, tidak harus menunggu sampai habis bulan untuk bangun. Aku sudah bangun pagi-pagi seperti yang ibu contohkan, meskipun lebih banyak hal yang tidak kuterapkan.
Seperti biasa Ibu mengawali hari dengan setia bangun jam empat pagi, mandi, bersiap untuk sholat subuh di masjid. Aku yang selalu menemani. Betapa beruntungnya aku memiliki waktu dan kesempatan untuk meniti hari bersama ibu, kunci surgaku. Ada berapa banyak orang di luar sana yang ingin dekat dengan orang tuanya namun terhalang waktu karena harus bekerja, mengurus keluarga atau kesibukan lainnya. Atau malah orang tuanya telah tiada. Mengingat hal itu aku merasa sangat bersyukur akan karunia ini.
Pagi hari aku menyapu halaman. Bunga-bunga, pohon mangga dan daun yang berserakan walaupun tiap hari dibersihkan tak pernah aku sesalkan. Aku menerimanya seperti aku menerima kehidupan. Aku minta maaf pada rumput rumput liar yang tumbuh tak beraturan karena harus kusingkirkan. Tumbuhan yang rusak daunnya atau cacat kupotong dan dibuang, juga daun yang jatuh dan mengering di sela-sela pepohonan. Ajaibnya, setelah semuanya rapi, tiba-tiba banyak kupu-kupu berdatangan…
Aku menyeruput kopi pagi yang disuguhkan ibu sambil menghitung kupu kupu...satu...dua...tiga.., lebih dari sepuluh beda beda jenisnya terbang kesana-kemari. Ada sepasang yang kembar berputar-putar senang sekali kelihatannya… Darimana datangnya ini kupu-kupu kok tau aja ada tempat hang out baru di sini. Tiba-tiba dua kupu-kupu terbang mendekat dan berkata, “kita aja berdua-dua...masa kamu sendirian aja…” Huh, nakal!
Menikmati kopi pagi dengan tidak terburu-buru di hari Senin pada jam kerja adalah kepuasan tersendiri. Teringat masa kerja dulu, Senin adalah harinya meeting. Jam 8 pagi tidak kurang satu menit pun sudah harus stand by di meeting room. Telat sedikit aja ceramahnya bisa seharian si boss. Disiplinnya telak. Padahal malamnya menyiapkan bahan untuk presentasi hingga jam tiga pagi. Kalo ingat itu semua… kopi ini rasanya nikmat luar biasa, nikmat yang tak terkira. Nikmat yang tiada habisnya…
***
Jumat adalah hari yang ditunggu-tunggu ibu. Itu adalah hari dimana hidup ibu terasa lebih bermakna. Semenjak ditinggal Bapak, Ibu sepertinya tidak ingin hidup lama kalau tidak bermanfaat buat sesama. Salah satu kegiatan agar menjadi manfaat adalah jumat berkat, bagi-bagi nasi bungkus untuk tukang becak dan tukang parkir di sekitar pasar dekat rumah.
Seperti biasa tiap Jam tujuh pagi aku antar ibu senam pagi di belakang pasar. Seorang ibu yang tinggal di dekat lapangan menyapa, “Bu, kok ngga pernah bareng Bapak?”
Selalu saja ada yang memperhatikan. Hampir seratus hari terakhir ini, aku yang antar jemput ibu Senam Pagi. Dari dulu memang ibu dan bapak selalu bersama sama. Dimana ada ibu disitu ada Bapak. Mereka berdua saling ketergantungan. Walapun dalam keseharian selama mereka bersama lebih sering marahan.