Benang Merah

Bulan Purnama
Chapter #38

Rindu.

“Maksudmu Ex suami?” Tanya Lanny lagi-lagi membenturkan kesadaranku ketika aku mengabarkan kalau Bintang meninggal seminggu yang lalu.

“Secara hukum kami memang mantan. Tapi secara kemanusiaan kami masih berteman.”

Memang tidak pernah ada yang tau akan hal itu, tetangga, anak-anak apalagi ibu. Bahwa aku dan Bintang telah berpisah, sudah lebih dari tiga tahun lamanya. Bukan menutupi, tapi buat apa juga, tidak ada alasan untuk diceritakan. Selain itu aku tidak mau ribet karena statusku. Aku tak mau jadi ancaman ibu-ibu komplek dengan statusku. Dan aku tak ingin orang tuaku merasa malu atau kasihan padaku setelah tahu keadaan rumah tanggaku. Aku tak mau urusan jadi panjang… 

 Sekarang, apalah artinya semua itu, hanya senda gurau belaka, tak ada yang berarti ketika dihadapkan dengan kematian.


***

 

Masih ingatkah kamu hai Bintang di langit, malam itu menjelang pukul sembilan di trotoar seberang stasiun Bekasi. Kita duduk di bangku panjang menunggu jam keberangkatan kereta tiba. Kamu melepaskan jaketmu lalu kau gantungkan di punggung kursi. Aku menerima mangkuk yang baru saja diantarkan abang soto ke tempat kita, di bangku panjang di trotoar menghadap jalan. Hmm… aroma kuah soto langsung tercium menggugah rasa.

Suasana terasa lengang, tidak berisik walau pun banyak pedagang kaki lima yang berjajar rapi di sekitar kita, para penjaja makanan yang sepertinya ada khusus untuk menjamu kita. Bermacam jenis jajanan semua ada, mulai dari kebab, empek-empek, sempol ayam, sate padang, martabak, kue lekker, minuman dari desa sampai buble-buble orang kota. Kita layaknya sepasang pengantin yang tengah bulan madu, dihadiahi booth-booth penuh dengan makanan kesukaan. Tak ada orang-orang berlalu lalang, sepertinya hanya kita berdua yang menikmati kemewahan suasana. Surgakah ini? Mungkin ini surga kita.

“Mau?” Tanyaku ketika kamu asyik menikmati aku yang tengah menyantap soto dengan lahap. Kamu menggeleng sambil terus bermain dengan asap rokokmu.

“Kamu mau makan apa?” Tanyaku serius. Kembali kamu memandangku sembari menghirup rokokmu dan menghembuskan ke langit bergantian. Hingga isi mangkokku ludes tak sepatah kata pun keluar dari mulutmu. Aku melihat wajahmu begitu bahagia. Oiya, kamu terlihat gagah dan sangat berwibawa memakai baju batik itu, seperti mau kondangan saja. Tidak ada kesan jaim-jaimnya sedikitpun sebagaimana biasanya kamu di waktu dulu. Kamu selalu membersamaiku merasakan suasana petang malam itu sebelum aku pulang.

Bintang-bintang berserakan di angkasa. Bulan tersenyum tanpa malu-malu. Tak ada orang berlalu-lalang, seolah tak ingin mengganggu kita. Ah, mengapa malam ini terasa begitu indah. Tak ada hal apapun yang membebani pikiranku, pun denganmu. Tak ada satu hal pun yang ingin kita bicarakan, karena memang tidak ada hal yang penting maupun tidak penting untuk dibicarakan, mungkin memang karena kita tidak ingin bicara. Karena memang tidak ada hal yang memberatkan pikiran kita. Kenapa ya malam ini terasa begitu indah? Batinku.

Hatiku begitu tenang, pun dengan dirimu. Aku menikmati duniaku, bersamamu. Dan kau menikmati duniamu, bersamaku. Hingga waktunya keretaku tiba. Kau membawakan koperku sampai ke batas. Dan kita berpisah begitu saja. Aku pulang ke rumah ibu. Kamu pulang ke rumahmu.

Setelahnya, aku tak ingat apa-apa. Aku kembali asyik dengan kehidupanku, kamu sibuk dengan kehidupanmu, sampai aku suntuk, lalu kembali lagi pulang ke rumahmu. Kapan pun aku mau.

 

***

 

“Stop stop stop… Belok! Itu pom bensinya sepi. Itu tandanya kita mesti isi bensin disini. Belok!”

“Nanti di depan ada lagi,” jawabmu tenang.

Tak lama kemudian, suara mesin motor terdengar melemah… seperti kehabisan bensin. Dan benar saja, motor pun berhenti, kehabisan bensin.

Kamu turun dari motor memeriksa tanki bensin, tanpa bersuara atau pun expressi apa-apa, menuntun motor dengan tenang. Kalau dulu mungkin aku naik gojek aku tinggalkan. Sekarang, aku sudah paham.

Ah, rindunya aku berdiri di trotoar menungguimu selesai mengisi bensin. Pom bensin tempat yang paling tak kusukai itu kini penuh dengan kenangan bersamamu. Aku tak bisa lewat disana begitu saja tanpa teringat dirimu.

Lihat selengkapnya