Matahari bersinar cerah. Secerah-cerahnya. Awan-awan putih bergumpal-gumpal di angkasa. Langit biru pekat. Sinar matahari menerobos celah-celah awan membentuk garis lurus jatuh ke bumi bak menyangga awan. Pilar-pilar cahaya yang turun dari angkasa, indah sekali.
Matahari bersinar cerah sekali dan waktu terasa amatlah panjang hingga begitu banyak teman dan saudara yang datang, cuaca seolah bersuka-cita pada saat Bintang dimakamkan. Aku sungguh tak tahu apakah ini pertanda apa, namun, walaupun itu semua tak bisa menghilangkan perasaan kehilanganku, aku sudah tak lagi mempertanyakan, mengapa?
Aku telah menuliskan banyak hal, meski rasanya tak sanggup menuangkan kesedihanku yang teramat dalam kali ini. Biarlah kurasa, namun aku sudah tidak lagi bertanya-tanya. Mengapa.
Ini sudah ketentuanNya. Ini terjadi dengan ijinNya, pasti ada hikmahnya dan itu yang terbaik untukku. Qadarullah wamaa syafa'a…
Sungguh, tidak ada daya dan kekuatan selain dari Allah. Laa-hawlaa wala quwata Illa billah.
Kami semua milik Allah, dan kepada Allah kami akan kembali. Innalilahi wa inna ilaihi rojiun.
Aku memohon ampun kepada Allah. Astagfirullahal adziem.
Setelah menempuh perjalanan panjang, pada akhirnya aku dihadapkan lagi pada kalimat-kalimat tauhid itu - yang diajarkan sejak SD dulu. Kalimat-kalimat itu sekarang menjadi bernyawa karena pengalaman telah menghidupkannya. Aku merasakan kasih sayang Tuhan yang begitu besarnya. Terimakasih Tuhan, aku berserah.
Laa Ilaha Illallah. Tiada Tuhan selain Allah.