Benang Merah Takdir sering digambarkan sebagai benang merah tak kasatmata yang ditali pada jari pasangan yang ditakdirkan untuk bertemu sebagai “cinta sejati”. Cinta sejati terbentuk karena adanya rasa suka sama suka antara pria dan wanita. Namun, bagaimana jika seseorang dijodohkan oleh orang tuanya? Apakah mereka bisa terikat oleh “benang merah takdir”?
Pada zaman modern seperti sekarang ini, pernikahan yang direncanakan atau bisa dibilang ‘perjodohan’, mungkin sudah dianggap tidak ada lagi. Namun, itu tidak sepenuhnya benar, karena di dalam keluargaku perjodohan masih tetap dilakukan, tapi hanya dengan syarat tertentu.
Dalam keluargaku, apabila seorang anak sampai pada umur 25 tahun belum mempunyai pasangan, maka ia haruslah dijodohkan. Itu adalah tradisi turun-temurun dari keluargaku, jadi aku tidak punya pilihan lain selain mengikutinya. Meskipun awalnya aku menolak, sih.
Dan juga, sebenarnya aku sudah menyukai seseorang. Dia adalah wanita yang sudah kukenal sejak SD. Awalnya, rumah dia bersebelahan denganku, tapi dia pindah setahun yang lalu, entah di mana.
Yah, kurasa ini saatnya untuk melupakannya. Biar bagaimanapun, aku akan dijodohkan dengan wanita lain. Dan yang pasti, itu bukan “dia” – wanita yang selama ini ada dalam benakku.
***
“Andi, jangan lupa nanti sore kamu ada janji,” ucap Ibuku yang ada di ruang tamu.
“Iya, aku ingat, kok,” balasku dari balik pintu kamar. “Nanti aku menyusul sehabis pulang kerja.”
“Awas, jangan sampai lupa! Masa ketemu calon tunangan lupa,” celetuk Ibuku.
“Iya, iya. Gak bakal.”
Hari ini, aku akan bertemu dengan wanita yang akan dijodohkan denganku atau bisa dibilang, calon tunanganku. Kebetulan ini hari Sabtu, jadi aku akan pulang kerja pukul 3.15 sore, sementara pertemuannya akan diadakan pukul 4.00 sore. Jadi, masih ada banyak waktu.
Aku bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan. Meski disebut editor, tugasku hanya menyunting naskah saja. Padahal, tugas editor harusnya lebih dari itu. Namun, karena ini penerbitan mayor, maka tugas editor terbagi menjadi beberapa bagian, agar lebih mudah. Begitu juga diriku, yang sesekali diminta untuk bertemu langsung dengan si penulis – menggantikan rekanku yang berhalangan hadir.
Sesampainya di tempat kerja, aku menyapa rekan-rekanku, serta bercakap-cakap sejenak.
“Oh, iya, Ndi, nanti sore bisa temani saya bertemu penulis, gak?” ucap Mas Bram, yang bisa dibilang, senior di sini.
“Aduh, maaf, Mas. Sore nanti juga saya ada acara,” balasku sambil menyatukan kedua tangan.
“Oalah, saya lupa.” Mas Bram menepuk keningnya. “Hari ini kamu ketemu sama calon tunanganmu, ya?”
“Yah, begitulah.”
Tentu saja ia tahu. Itu karena aku yang memberitahunya.
“Ya sudah. Saya cari orang lain aja kalau begitu. Semoga langgeng, ya, Andi,” ujarnya.
“Iya, makasih, Mas.”
Itulah Mas Bram. Orangnya baik, cekatan, dan juga sopan. Meski aku adalah junior baginya, ia tidak pernah merasa bahwa dirinya lebih tinggi dariku. Ia bahkan selalu membantu ketika ada yang tidak aku mengerti. Karena memang begitulah senior seharusnya.
Setelah itu, banyak rekan-rekan lain yang bergabung dalam percakapan, tapi Mas Bram menghentikannya.
Lalu, aku pun melakukan pekerjaan seperti biasanya. Memeriksa ejaan, diksi, dan struktur kalimat. Bagiku – yang juga seorang penulis, hal seperti ini tidak pernah membuatku bosan. Karena dengan begini, aku dapat melihat banyak karya-karya dari penulis lain serta mendapatkan ide dan inspirasi untuk proyek novelku berikutnya.
Ya, aku juga seorang penulis. Aku menulis novel di sebuah platform dan bahkan salah satu dari novel yang aku tulis sudah diterbitkan. Dan beruntungnya, penerbit yang menerbitkan novelku adalah tempatku bekerja sekarang ini.
Waktu berlalu dengan cepat. Sekarang, waktunya istirahat. Karena tidak membawa bekal, aku pergi ke tempat makan yang ada di seberang tempatku bekerja. Tentu, biasanya aku membawa bekal, namun tidak dengan hari ini.
Tempat makan ini ramai pembeli. Karena selain harganya terjangkau, makanan di tempat ini memang bisa dikatakan enak.
Desain dari tempat makan ini kelihatan seperti kafe – membuatnya seperti terkesan mewah jika hanya dilihat dari luar.