Benang Takdir

Fredhi Lavelle
Chapter #4

Perjalanan Berdamai dengan Masa Lalu

Alenta melangkah masuk ke apartemennya dengan tubuh lunglai. Mochi menyambutnya dengan mata separuh terpejam.

"Kamu nggak akan percaya apa yang terjadi hari ini," Alenta mengeluh sambil menjatuhkan tasnya ke lantai. "Deadline minggu depan, Mochi. Minggu depan! Aku nggak tahu apakah Nina benar-benar percaya pada kemampuanku atau dia hanya ingin aku menderita."

Mochi mengeong kecil, seolah berkata, "Kamu selalu menunda-nunda, jadi itu salahmu sendiri."

“Jangan lihat aku seperti itu,” kata Alenta sambil melempar tasnya ke lantai. Ia menjatuhkan diri ke sofa dan menatap Mochi. “Nina bakal membunuhku kalau aku bilang aku tidur untuk kembali ke masa lalu lagi. Tapi mau gimana? Aku nggak bisa berhenti mikirin ini, Mochi. Dan aku belum punya ending untuk novelnya.”

Mochi hanya mengeong pendek, lalu melompat ke pangkuannya dengan santai.

“Ya, ya, kamu pasti mau bilang aku ini payah,” gumam Alenta sambil mengelus kepala Mochi. “Tapi kamu tahu, kalau aku benar-benar bisa kembali ke masa lalu, mungkin aku bisa mencari tahu sesuatu yang bisa jadi twist keren untuk ceritaku!”

Seperti biasa, tatapan Mochi terlihat setengah bosan, tapi ia mengeong lebih keras kali ini, seolah mendorong Alenta untuk tidur.

"Baiklah, aku menyerah. Tapi kalau aku benar-benar kembali ke masa lalu lagi, aku bakal cari tahu apa yang perlu diselesaikan, termasuk urusanku dengan Elara. Dia pasti kangen sama aku…”

Alenta merebahkan dirinya, dan sebelum ia sadar, mata sudah terpejam.

***

"Berapa lama kamu akan tidur di sini, Al?"

Suara lembut Mama membangunkan Alenta. Ia membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya sedang tiduran di atas rumput yang sejuk di bawah naungan pohon besar. Udara di sekitarnya terasa segar, dipenuhi aroma dedaunan dan bunga liar.

"Ini... di mana?" tanya Alenta bingung, sambil menatap wajah Mama yang tersenyum hangat di hadapannya.

Mama tertawa kecil sambil membenarkan topi lebarnya yang sedikit miring. "Apa kamu tadi bermimpi buruk sampai lupa kita sedang ada di mana sekarang?" tanyanya bercanda.

Alenta menoleh ke sekeliling. Pemandangan itu sangat familiar: sebuah danau berair jernih yang memantulkan sinar matahari seperti cermin, anak-anak kecil bermain bola di lapangan rumput, dan suara burung-burung berkicau dari pepohonan. Ia mengingatnya, ini adalah tempat di mana keluarganya pernah berlibur saat ia masih remaja.

"Ini... kita di Danau Lembayung, ya?" Alenta akhirnya bertanya dengan suara pelan.

Mama mengangguk. "Tentu saja. Sudah lupa, ya? Kamu bahkan yang minta kita ke sini waktu libur sekolah. Katanya, kamu ingin punya waktu yang tenang untuk menulis di alam bebas," Mama tersenyum, lalu menambahkan, "Tapi sepertinya kamu lebih banyak tidur daripada menulis."

Alenta terdiam, hatinya terasa hangat sekaligus sedikit pedih. Ia hampir lupa betapa sederhana dan bahagianya saat-saat seperti ini, berlibur bersama Papa dan Mama, jauh dari hiruk-pikuk deadline dan tekanan pekerjaan.

"Alenta, ayo ke sini! Papa sudah siapin tikar buat kita makan siang," panggil suara Papa dari kejauhan.

Mama berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Alenta bangun. "Ayo, sebelum Papa menghabiskan semua makanan."

***

Di atas tikar piknik, makanan-makanan favorit Alenta tersaji: ayam goreng, nasi liwet, lalapan, dan sambal yang aromanya menggoda. Papa sedang dengan serius memotong buah semangka, sementara Mama mengatur piring-piring plastik dengan rapi.

Alenta duduk di antara mereka, menikmati setiap momen kecil ini. Ia memperhatikan cara Papa bercanda tentang semangkanya yang "tidak presisi", atau bagaimana Mama mengingatkan agar ia makan lebih banyak sayur.

"Kamu terlihat lebih diam hari ini," kata Papa sambil menyuapkan potongan semangka ke mulutnya. "Biasanya kamu yang paling ribut mengeluh kenapa kita nggak piknik di tempat yang ada sinyal internetnya."

Alenta tersenyum. "Aku cuma... lagi menikmati suasana. Ternyata, waktu kayak gini itu berharga banget."

Mama memandangnya dengan penuh kasih. "Tentu saja, Al. Itu sebabnya kita selalu berusaha menyempatkan waktu untuk bersama-sama. Kadang, kesibukan bikin kita lupa kalau momen sederhana seperti ini yang paling penting."

Lihat selengkapnya