Pada masa kecil Anisa, Adnan, Dinda, Rahma, dan Oman sekitar usia 9 tahun. Mereka asyik bermain di halaman sekolah menunggu ayah dan ibu datang menjemput. Murid yang lain sudah pulang semua.
“Cita-citaku mau jadi ultraman," kata Oman yang omong kosong sambil memegang kayu, mengarahkan ke atas.
“Ultraman bukan cita-cita Oman, ultraman itu cuma khayalan,” kata Dinda sambil menggambar di buku.
“Nggak Dinda, ultraman itu nyata,” mencoba memperjelas.
“Hiihh, dibilangin ultraman itu cuma kartun,” muka Dinda kesal dengan Oman yang gak mengerti bedanya khayalan dan kenyataan.
“Ahh kamu ini dibilangin ngeyel,” kata Oman kesal.
“Bukan ngeyel Oman, tapi memang benar,” kata Dinda.
“Emang kamu cita-citanya apa?,” tanya Oman.
“Mmmbbb, aku mau jadi guru,” kata Dinda malu-malu.
“Guru, heh... matematika aja gak bisa, gimana mau jadi guru,” ejeknya.
“Apa jadi guru harus pintar matematika?!” dengan nada tinggi, Dinda merasa diremehkan dengan perkataan Oman.