BENANG TAKDIR

Ira A. Margireta
Chapter #8

BAB 7

Di pagi hari yang cerah, Daniel memfokuskan untuk berolahraga di dalam vilanya. Daniel berolahraga sambil mendengarkan musik.

DDRRRTTT!!!! DDRRRTTT!!!! DDRRRTTT!!!!

Nomor tidak dikenal muncul di layar handphone Daniel. Matanya hanya melirik saja, tanpa ada getaran untuk mengangkat telfon.

Handphone terus bergetar membuatnya sangat kesal. Langkah kaki terpaksa berjalan menghampiri handphonenya yang tergeletak di atas meja. Jari telunjuk pun menolak panggilan tersebut.

DDRRRTTT!!!! DDRRRTTT!!!! DDRRRTTT!!!!

Nomor tidak dikenal tersebut tetap saja menelpon. Daniel menolak, tapi nomor tidak dikenal tersebut bersikeras menelpon. Membuat Daniel sangat kesal, hingga dia melempar handphone-nya begitu saja di lantai.

Ting! Tong! Tin! Tong!

Suara bell pintu berbunyi, membuatnya ingin membuka pintu depan.

Berkali-kali Dinda menekan Bell, seseorang menjawab keras dari dalam villa.

"Iya bentar," teriaknya sambil berlari.

Pintu terbuka lebar, Dinda membalikkan badan. Kemudian ia terkejut sekaligus terpesona.

"Kak Daniel... ini benar Kak Daniel?" kata Dinda yang masih tidak percaya yang di depannya artis favoritnya.

"Benar," ucap Daniel.

"Ya Allah, terimakasih Ya Allah sudah mempertemukan hamba dengan Kak Daniel, subhanallah walhamdulillah walaillahaillallah allahuakbar... boleh saya minta foto?" kata Dinda yang sangat senang. Dinda mengambil handphone di saku celananya dan memulai foto. "Satu dua tiga," ucapnya. Daniel berekspresi kaku, merasa tidak nyaman dengan tingkah Dinda

"Boleh saya minta tanda tangan? oh ya aku gak bawa kertas," kata dinda. Dinda mengeluarkan kotak makanan dan minuman dari dalam plastik lalu diberikan ke Daniel. Dinda memberikan plastiknya ke Daniel untuk ditandatangani. "ini."

"Beneran tanda tangan disini?" tanya serius. Tanda tangan di plastik membuatnya agak bingung.

"Udah gapapa, tanda tangan disitu aja," ujarnya girang.

Daniel memenuhi permintaan Dinda.

***

Anisa sedang menyirami bunga di halaman rumah. Dinda berjalan riang sangat gembira sambil bernyanyi.

"Let it go, let it go! can't hold it back any more, let it go, let it go! ...." nyanyian Dinda, membuat Anisa terheran melihatnya. "...... turn away and slam the door ..." nyanyian Dinda sambil menendang pagar rumah.

"Tuh anak kerasukan apaan sih!" kata Anisa yang melihat tingkah aneh dinda.

Dinda bernyanyi sambil menari-nari. ".... the cold never bothered me anyway," Setelah bernyanyi dengan bergaya, tiba-tiba Anisa menyiram kaki Dinda dengan airnya.

"Woy! Lo kenapa nyiram gue!" bentak Dinda kesal.

"Lo kenapa sih, nyanyi-nyanyi gak jelas, lagi kesurupan? sini-sini aku ruqyah," kata Anisa yang akan menyiram Dinda.

"Enak aja main ruqyah, gue gak kerasukan ya! Lo nya aja yang kerasukan!" kata Dinda kesal yang kemudian berjalan masuk ke dalam rumah.

Dinda menutup pintu kamar dengan keras. "Dasar!" ucap Dinda.

Dinda duduk di depan meja belajar dan menaruh plastiknya di atas meja. Dinda memotong plastik tersebut, hanya menyisakan tanda tangan Daniel. Kemudian menempelkan di dinding.

Mengambil handphone di saku celana.

"Haduh mas ganteng, akhirnya bisa ketemu... besok aku kesana lagi ahh," kata Dinda senang sambil melihat fotonya bersama Daniel.

***

Oman sibuk bermain handphone di teras masjid. 

"Assalamu'alaikum," ucap Rahma membuat Oman kaget.

"Wa'alaikumsalam, Rahma," balas Oman.

"Main hp mulu," kata Rahma.

"Oman menggaruk rambutnya.

"Kok sendiri?" tanya Rahma.

"Tahu nih Adnan, katanya mau nyusul, ditunggu dari tadi gak dateng-dateng," kata Oman kesal.

"Ooo begitu," kata Rahma.

"Kamu tumben sendirian, biasanya sama Anisa dan Dinda," kata Oman.

"Mereka berdua lagi sibuk, kayaknya sholat maghrib di rumah," kata Rahma.

"Oh ya, besok ada pasar malem, kamu mau ikut aku lihat gak?" kata Oman.

"Boleh," balas Rahma.

*

Anisa, Dinda dan Rahma masuk ke dalam masjid sudah memakai mukenah. Nita tak sengaja menyenggol Dinda.

Lihat selengkapnya