BENANG TAKDIR

Ira A. Margireta
Chapter #9

Bab 8

Pada tanggal 17 Agustus, semua pada sibuk dengan lomba yang telah disepakati. Di teras masjid anak-anak mengantri untuk mendaftar. Mereka tidak sendiri, mereka ditemani oleh Ayah dan Ibu. 

Adnan, Rahma dan Anisa sedang mencatat nama anak-anak yang mendaftar lomba adzan, mengaji dan hafalan Al-Qur'an. Dinda datang membawa kursi putih plastik, lalu duduk dekat Anisa.

"Kamu kenapa duduk disini?" tanya Anisa.

"Emang gak boleh?" tanya Dinda balik.

"Bukannya gak boleh, di dalam udah siap?" kata Anisa.

"Udah, Oman yang tanggung jawab," balas Dinda.

"Kamu gak bantu?" tanya Anisa.

"Permisi mbak untuk lomba mengaji mana ya?" tanya seorang Ibu memakai jilbab ungu.

"Sebelah sini Bu," kata Rahma, ia menunjukkan ke arah Anisa.

"Ya enggaklah, kan itu tanggung jawab laki-laki bukan perempuan," kata DInda

"Sama aja, kamu ini gimana sih, kan itu tanggung jawab kamu juga," kata Anisa.

"Permisi," kata Ibu jilbab ungu.

"Iya," balas Anisa dengan senyum.

"Anak saya mau daftar lomba mengaji Mbak," kata Ibu jilbab ungu.

"Iya Bu, namanya siapa?" tanya Anisa.

"Muhammad Nur Shiddiq," balas Ibu jilbab ungu.

"Mending kamu masuk, bantu Oman," kata Anisa sambil menulis nama.

"Ogah, aku gak mau," kata Dinda.

"Dinda," kata Anisa dengan tatapan kesal. "Kelas berapa Bu?" tanya Anisa.

Kemudian Nita datang sendirian. "Assalamu'alaikum," ucapnya.

"Wa'alaikumsalam," balas orang-orang yang ada di teras masjid.

"Itu kerudung apa lilitan tali?" tanya Dinda dengan wajah kesal.

"Menurut lo! kepo banget urusan orang!" kata Nita kesal. Nita akan berjalan masuk ke dalam masjid.

"Kalau pakai hijab dadanya di tutup, jangan dililit kayak mau sakaratul maut! tuh gunung kembarnya kelihatan, emang gak tahu ya fungsinya kerudung buat apa," kata Dinda. Perkataan Dinda membuat pandangan orang-orang melihat Nita.

"Suka suka gue, gue yang pake!" kata Nita, lalu masuk ke dalam.

"Udah! masuk sana, kasihan Oman sendirian di dalam.

Dinda dengan perasaan kesal harus masuk ke dalam masjid.

***

Daniel keluar dari rumah. Pak Asep sedang membersihkan halaman vila. Daniel menuju ke halaman rumah lalu menyapa Pak Asep.

"Pagi Pak," sapa Daniel.

"Pagi Mas," balas Pak Asep.

"Aku pergi dulu ya, mau keliling kampung," kata Daniel.

"Iya Mas, hati-hati," kata Pak Asep.

"Oke," kata Daniel. Daniel menuju gerbang. 

Pak Asep bingung, "Mas, gak bawa mobil?" tanya Pak Asep.

"Gak Pak, lagi pengen jalan-jalan," balas Daniel.

***

Anisa, Rahma, Dinda dan Nita duduk berjajar. Peserta sudah di dalam masjid.

"Aduh panas! gerah!" kata Nita kesal.

Dinda yang disampingnya merasa panas ditelinga mendengar perkataan Nita. "Buka aja kerudungnya, susah amat!" ketus Dinda yang membuat emosi Nita naik.

"Lo dari tadi bikin emosi aja," kata Nita yang masih bersabar.

"Lo nya aja yang bikin keributan!" kata Dinda gak mau mengalah.

Mereka mulai membuat keributan.

"Pake jawab lagi. Lo tuh yang duluan bikin naik emosi orang!" bentak Nita.

"Tinggal di tutup aja telinganya susah amat!" bentak Dinda.

Suasana makin keruh, Rahma di samping Dinda mendengar jelas percakapan mereka.

"Udah udah, kalian nih apa-apaan sih. Dilihat anak kecil. Acara juga mau mulai," kata Rahma melerai Dinda dan Nita. Meskipun sudah dilerai, Nita dan Dinda masih saja geram-geraman.

Di sebelah kiri pojok, Adnan sedang mengetes mic.

"Udah ok," kata Adnan memberitahukan teman disampingnya jika micnya sudah berfungsi.

Adnan duduk di depan peserta.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," kata salam pembuka Adnan.

Lihat selengkapnya