BENANG TAKDIR

Ira A. Margireta
Chapter #11

BAB 10

Jam menunjukkan jam 3 pagi. Di dalam masjid begitu sepi hanya ada seorang laki-laki yang sedang melaksanakan sholat tahajud.

Setelah ia melakukan sholat tahajud, kemudian ia berdo'a.

"Ya Allah, jika yang kuharapkan jauh, maka dekatkanlah. Jika sulit, maka mudahkanlah. Jika ragu, yakinkanlah jika semua itu ternyata bukan menjadi takdirku. Tetapi jika suatu saat memang Dia untukku, maka berikanlah aku kekuatan untuk melupakannya sementara ini. Karena sungguh, memikirkannya sama saja seperti menduakan-Mu. Ya Allah, satukanlah kami dengan cara yang engkau ridhoi Ammiinn Ya Robbal Alamin," doa Oman.

"Lagi mikirin siapa nih?" pertanyaan Adnan mengagetkan Oman.

Oman yang kaget langsung menoleh ke belakang. "Adnan, aku kira siapa."

"Memangnya kamu pikir siapa?" tanya Adnan.

Adnan menghampiri Oman lalu duduk di sebelahnya.

"Kamu suka sama seseorang?" tanya Adnan.

"Belum memikirkan hal itu Nan," balas Oman.

"Kamu beneran suka sama Dinda?" tanya Adnan serius.

Oman tersenyum sinis. "Entahlah Nan, aku gak tahu."

"Daripada kamu setiap hari bertengkar sama dia, lebih baik kamu bilang ke dia, kalau kamu suka," kata Adnan.

"Aku sangat senang mendoakan dia daripada mengutarakan. Karena mengagumi dalam diam dan berjuang dalam do'a, jauh lebih indah dibandingkan mengutarakan perasaan langsung ke dia," terang Oman.

Adnan terdiam.

"Omong-omong kamu bener-bener cinta sama Anisa?" tanya Oman serius.

"Itu... kalau dia memang jodohku, aku akan senang hati menerimanya," kata Adnan tersenyum.

"Yang bener?" tanya Oman.

"Ya benerlah, kan lo tahu sendiri kalau aku suka sama Anisa. Perasaanku sewaktu kecil sampai sekarang gak pernah berubah," kata Adnan dengan ekspresi menyimpan rasa senangnya.

Oman yang mendengar hal tersebut menyembunyikan rasa sedihnya dengan tersenyum palsu.

"Assalamu'alaikum," ucap Anisa dan Rahma bersamaan.

Oman dan Adnan kaget.

"Kenapa kalian menatap kita seperti itu? bentar lagi mau imsak, siapa yang adzan?" kata Anisa.

"Hari ini aku," balas Oman.

"Dinda mana?" tanya Adnan.

Anisa dan Rahma menuju ke tempat jamaah putri

"Dinda hari ini gak bisa hadir, biasalah," balas Anisa.

***

Kardus berisikan kotak makan di taruh di atas meja. Dinda mondar mandir menunggu pesan masuk. Anisa duduk santai di ruang tamu.

"Jam segini belum datang juga," keluh Dinda.

"Coba telfon, barangkali lupa," kata Anisa.

"Udah aku telfon malah gak diangkat, gak biasanya kayak gini," kata Dinda kesal.

Setelah menunggu, handphone Dinda berdering dia pun langsung mengangkat.

"Assalamu'alaikum, gimana bang? Udah sampai mana?" kata Dinda.

"Maaf ya Mbak, saya gak bisa kesana, bannya bocor pas waktu di jalan, maaf ya Mbak," kata bang Ojek.

"Haduh gimana sih! Ya udah kalau gitu, assalamu'alaikum!"

Dinda langsung mematikan handphone.

"Gimana?" tanya Anisa.

"Bannya bocor jadi gak bisa kesini," jawab Dinda kesal.

"Ya udah, kalau gitu kita nunggu Bapak pulang aja," kata Anisa.

"Kelamaan dong, nanti makanannya keburu gak enak," terang Dinda lalu duduk di sofa.

Kemudian terdengar suara mobil masuk halaman rumah.

"Kayak ada suara mobil," kata Anisa.

Dinda melihat dari jendela. Pada saat itu Daniel keluar dari dalam mobil.

Lihat selengkapnya