BENANG TAKDIR

Ira A. Margireta
Chapter #16

BAB 15

"A'udzu billahi minas-syaitanir-rajim, bismillahirakhmanirokhim," ucap Anisa, diikuti Daniel.

Di sebuah ruangan, dengan ukuran sedang. Daniel belajar iqra dengan Anisa.

"A," ucap Anisa.

"A," ucap Daniel.

"Ba," ucap Anisa.

"Ba," ucap Daniel.

***

Dinda menghampiri sebuah pohon di belakang rumah Rahma. Di pohon tersebut terdapat rumah yang disebut rumah pohon.

Dinda melihat Rahma yang sedang menulis sesuatu di bukunya.

"Ciee, lagi nulis surat cinta nih yee," ledek Dinda membuat Rahma kaget.

"Dinda, kamu ngagetin aku aja," kata Rahma sembari menutup bukunya pelan. "Kamu sendiri kesini?"

"Iya, Kak Anisa main ke villanya Kak Daniel," jelasnya.

Dengan perkataan Dinda tersebut, membuat Rahma bertanya penasaran.

"Kenapa Anisa ke villanya Daniel?" tanya Rahma penasaran.

"Gak tahu, aku tanya tadi," kata Dinda yang sudah sampai dan duduk di sebelah Rahma.

Dengan perasaan ragu, Rahma memantapkan hati untuk bertanya.

"Anisa suka ya sama Daniel?" tanya Rahma serius.

"Kalau masalah itu sih aku gak tahu," kata Dinda.

"Kalau semisal mereka berdua pacaran, gimana?" kata Rahma.

"Kalau aku sih terserah Kak Anisa, maunya sama siapa," kata Dinda melihat kedua mata Rahma.

"Tapi dia beda agama dengan Anisa," kata Rahma.

"Masalah itu bisa diatur, kan bisa pindah agama," kata Dinda senang.

"Pindah agama juga harus diperhitungkan Dinda, ya emang sih pindah agama memang mudah dijalankan, yang jadi permasalahannya...

"Apakah karena penciptanya atau ciptaannya dia berpindah agama?" kata Rahma dan Dinda bersamaan.

"Iya aku tahu semua Kak, tapi bagaimana lagi namanya juga cinta, yang menjalani itu Kak Anisa. Wajar dong sebagai manusia menyukai ciptaan-Nya," kata Dinda dengan ekspresi kesal.

***

Daniel dan Anisa telah menyelesaikan belajar mengajinya.

Mereka berdua pun turun tangga.

"Makasih ya Nis, udah ajarin aku ngaji," kata Daniel.

"Iya sama-sama," kata Anisa.

"Nisa, kalau boleh tau kamu sama Adnan sudah berapa lama kenalan?" tanya Daniel penasaran.

"Aku sama Adnan sudah 20 tahun ini, kita sangat dekat karena Ibu sama Ayahnya Adnan masih ada ikatan keluarga," terang Anisa.

"Apa kamu sama Adnan..." kata Daniel yang belum tersampaikan.

"Kita hanya sahabat tidak lebih dari itu," kata Anisa.

"Ternyata begitu," kata Daniel lega.

"Tapi, saat aku mengatakan itu, entah kenapa kamu merasa lega ya?" tanya Anisa sembari tersenyum.

"Apa boleh aku bicara sejujurnya?" tanya Daniel takut perasaannya ditolak.

"Tentu saja boleh," kata Anisa.

Daniel dan Anisa memberhentikan langkahnya, lalu berhadapan sembari berdiri di ruang tamu.

"Sebenarnya aku sangat lega tidak ada penghalang menuju ke hatimu. Tapi, apa aku boleh jadi imammu?" kata Daniel.

"Kata imam sangat aneh saat kamu mengucap, apa mungkin..."

"Aku sudah masuk islam, ini bukan karena kamu, karena dulu kakekku seorang islam. Aku tersentuh saat Kakekku membaca shalawat, tapi pada saat kakek sudah tidak ada saat umur aku 7 tahun," terang Daniel.

"Pantes, tadi kamu baca iqra lancar ya meskipun ada salahnya sih. Terus kak Gilbert? Sebelumnya muslim juga?" kata Anisa.

"Sama, agamanya Budha, tapi dia berpacaran dengan seorang wanita kristen, orang tua ku tidak merestui hubungan mereka. Dengan berat hati, Kak Gilbert mengakhiri hubungannya, selang beberapa hari dia mendapatkan kabar kalau mantan pacarnya meninggal. Kemudian ia berjanji kalau dia akan menjadi pendeta di Gereja itu," terang Daniel.

"Jadi begitu," kata Anisa merasa kasihan sama Gilbert.

"Jadi bagaimana? jawabannya?" tanya Daniel.

"Aku masih belum bisa menjawab, beri aku waktu," kata Anisa.

"Oke, gak masalah, aku akan menunggu jawabanmu. Oh ya, kamu mau buka puasa di luar gak sama aku," kata Daniel.

"Boleh," kata Anisa.

***

Oman memarkirkan sepeda motornya di halaman rumah. Kemudian mengetuk pintu rumah Rahma.

"Assalamu'alaikum Ma, Rahma, Assalamu'alaikum," kok gak jawaban.

Oman berjalan ke belakang rumah, lalu melihat Dinda dan Rahma mengobrol dengan bahagia di rumah pohon.

Lalu Oman pun berjalan menghampiri mereka.

"Ngomongin apa sih sampai bahagia gitu," kata Oman membuat obrolan mereka terhenti.

"Oman, sini naiklah," kata Rahma.

"Oke," kata Oman

"Gak usah, laki-laki dilarang naik kesini, bahaya," kata Dinda gak suka Oman disini.

"Siapa bilang gue ini laki-laki, gue ini perempuan," kata Oman.

"Perempuan berjenis kelamin laki-laki gitu maksudnya," kata Dinda.

Lihat selengkapnya