"Allahu akbar kabiiraa, walhamdu lillahi katsira, wa subhanallahi bukratan wa ashila, la ilaha illallahu wa la na'budu illa iyyahu mukhlishina lahud dina wa law karihal kafirun, la ilaha illallahu wahdah, shadaqa wa'dah, wa nashara 'abdah, wa a'azza jundahu wa hazamal ahzaba wahdah, la ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahilhamd."
Suara takbiran berkumandang, orang-orang mulai bersilaturahmi, saling maaf memaafkan.
"Dinda minta ya Bu, kalau ada salah yang disengaja maupun tidak disengaja, minal aidzin walfaidzin," kata Dinda sembari mencium tangan Ibunya.
"Anisa juga Bu, minal aidzin walfaidzin," kata Anisa sembari mencium tangan Ibu.
"Ibu juga, selama ini Ibu telah memarahi kalian, dan juga-"
"Ok ok, Dinda udah maafin, sekarang makan snacknya keburu tamu datang," kata Dinda sembari duduk di sofa.
"Emangnya itu makanan buatmu aja," kata Anisa.
"Terus buat siapa kalau bukan buat Dinda," kata Dinda.
"Assalamu'alaikum," ucap Pak Somat.
Pak somat, Adnan, Rahma, Nita dan Oman datang ke rumah Anisa.
"Wa'alaikumsalam, eh Somat, Adnan, Rahma, Nita, oman sudah pada dateng, ayo ayo masuk," kata Ibu mempersilahkan masuk.
"Gimana kabarmu Rin, sudah lama kita gak ketemu," kata Pak Somat.
"Alhamdulillah baik mas, anakmu Adnan yang sering datang kemari," kata Ibu Anisa mengajak Pak Somat duduk di kursi teras rumah.
"Anisa sama Dinda bagaimana sekolahnya?" tanya Pak Somat.
"Kalau Anisa masih belum mau untuk melanjutkan S2 nya. Kalau Dinda dia pengen lanjut ke S1, cuma..." kata Ibu Anisa ragu untuk melanjutkan.
"Ya udah bagaimana kalau Anisa sama Adnan bersama kuliahnya. Soalnya Adnan juga mau kuliah di jerman, agar mereka lebih dekat lagi," kata Pak Somat.
"Maksudmu?" tanya Ibu Anisa.
"Maksudku, begini Rin, aku tidak mau berbasa basi lagi. Umurku sudah tua, sebelum aku pergi, aku pengen melihat Anisa dan Adnan menikah. Aku sudah memantapkan hati, kalau Anisa adalah pilihan yang baik buat Adnan," kata Pak Somat.
"Aku juga begitu Mas, aku pengen Anisa sama Adnan menikah," kata Ibu Anisa menyetujui.
***
Suara bell berbunyi berkali-kali. Daniel menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Kemudian membuka pintu villa.
Ia pun terkejut ternyata bukan Anisa yang datang menemuinya.
"Michele," ucap Daniel.
"Hai Daniel, gimana kabarmu?" tanya Michele.
"Baik, kamu ngapain kesini?" tanya Daniel balik.
"Kok omongnya begitu, ajakin masuk dong," kata Mama Daniel. "Ayo masuk nak."
Michele masuk ke rumah dengan membawa buah tangan.
"Ini aku bawain sesuatu buat Tante," kata Michele.
"Makasih, bikin kamu repot," kata Mama Daniel.
"Enggak kok Tante," kata Michele. Kemudian Mama Daniel dan Michele duduk.
"Pak Asep, Pak Asep," panggil Mama Daniel.
"Iya Bu," jawab Pak Asep keras. Ia bergegas menemui Ibu dari belakang. "Ada apa ya Bu?"
"Ini ada tamu, bikinin jus ya?" suruh Mama Daniel.
"Iya Bu, neng mau minum jus apa?" kata Pak Asep.
"Yang ada aja Pak Asep," kata Michele.
"Siap, tunggu bentar ya," kata Pak Asep lalu kembali ke belakang.
"Daniel kamu kenapa di pintu sih, sini duduk," kata Mama Daniel.
Dengan terpaksa Daniel menuruti kata Mama Daniel.
"Ini, Daniel anak Tante, masih ingat kan?" kata Mama Daniel.
"Masih tante, oh ya Daniel, kamu gak lanjut ke dunia akting lagi?" kata Michele.
"Lagi istirahat," kata Daniel cuek.
"Daniel, kalau omong jangan begitu," kata Mama Daniel yang tidak suka dengan ucapan Daniel. "Dia lagi istirahat Michele, bentar lagi dia akting lagi. Oh ya nanti kamu ikut Tante ya, kita sama-sama beribadah ke wihara."
"Boleh Tante," kata Michele.
"Aku gak ikut, kalian aja," kata Daniel.
"Kenapa gak mau, kamu mau kemana?" tanya Mama Daniel.
"Ada urusan," kata Daniel lalu beranjak dari sofa.
"Daniel, Daniel mau kemana kamu, Daniel," panggil Mama Daniel.
"Udahlah Tante sama aku aja," kata Michele.
Mama Daniel merasa jengkel sama Daniel.
***
Mobil hitam memasuki halaman rumah Daniel. Semua yang ada di halaman, pandangan mereka tertuju pada mobil tersebut.
Lalu Daniel turun dari mobil.