Bendera Setengah Tiang

I Gede Luwih
Chapter #2

2.Berudu dan Anak Kalong

Selepas anak ceking itu berkontemplasi terhadap apa yang sudah ia baca. Dia melihat ayah dan ibunya yang memasuki usia paruh baya. Keduanya berpakaian lusuh melangkah mendekatinya. Ibunya sambil menggendong anak perempuan usia 3 tahun. Ayah dan ibunya rambutnya hitam lurus. Ayahnya berparas biasa saja tidak jelek dan juga tidak terlalu ganteng. Begitu juga dengan ibunya wajahnya biasa saja tidak jelek dan tidak cantik tapi giginya terlihat gingsul. Kulitnya sama sama cenderung sawo matang. Perawakannya juga biasa saja. Iya mumpung hari ini hari minggu. Anak ceking ini disuruh membantu menjaga adik perempuannya karena orang tuanya menuju ladang. Anak ceking ini pun mengajak adiknya bermain di bawah pohon mimba yang cukup rindang dan sesekali menghembuskan angin semilir. Orang tuanya pun beranjak berangkat menuju ladang.

Ayahnya memakai baju kaos putih bergambar pasangan calon pemimpin dan wakil pemimpin untuk negeri ini. Juga tergambar beberapa partai politik koalisi yang mengusung pasangan calon ini. Potret pasangan calon ini sama-sama memakai baju kemeja putih dan berpeci hitam. Keduanya juga menyunggingkan senyum. Calon pemimpinnya perawakannya agak kerempeng. Wajahnya penuh kerutan seakan sering berpikir keras. Raut wajahnya biasa saja. Raut mukanya sederhana seperti kebanyakan penduduk di negeri ini. Seperti orang dari desa. Sementara calon wakilnya berperawakan agak gemuk. Terlihat usianya sudah uzur. Rambutnya tampak ada yang sudah memutih. Dari raut wajahnya dan pakaian kemeja putih motif koko, beliau tampaknya seorang kyai. Ada angka 1 yang terpampang pada kaos menandakan calon pasangan nomor urut 1. Ada jargon bertuliskan 'Negeri Maju' .Jargon ini menggantikan jargon 5 tahun lalu, 'Koalisi Negeri Hebat'. Calon pemimpin ini adalah petahana negeri saat ini dan menyalonkan diri lagi untuk bisa terpilih kembali dan melanjutkan program-programnya yang dirasa belum rampung. Berharap bisa memimpin negeri ini untuk yang kedua kalinya dengan komposisi wakil pemimpin dan koalisi partai politik yang berbeda dari 5 tahun lalu. Baju kaos yang dipakai ayahnya kini telah lusuh. Ada berbagai bercak noda yang sulit dihilangkan. Berbeda sekali warnanya saat sekarang dari waktu pertama kali diberi oleh tim sukses ataupun calon legislatif partai koalisi saat kampanye.

Sedangkan ibunya memakai baju kaos yang berbeda dari ayahnya. Baju kaos ibunya dari bakal calon pasangan pemimpin dan wakil pemimpin dari yang lain. Sama-sama tergambar partai-partai politik koalisi pengusung pasangan ini. Ada angka 2 terpampang menandai pasangan calon dari nomor urut 2. Potret mereka berpakaian sangat rapi sekali. Sama-sama memakai kopiah atau songkok hitam. Memakai dasi berwarna merah dengan kemeja putih dan dibalut jas hitam. Tidak lupa menyunggingkan senyum seramah mungkin. Calon pemimpinnya berperawakan gempal dan berwibawa. Sepertinya beliau mantan abdi negara. Sedangkan calon wakilnya usianya masih terlihat muda. Berperawakan agak lebih kurus dari calon pemimpinnya tapi berotot dan atletis. Seperti pemuda milineal dan pengusaha sukses. Ada jargon bertuliskan 'Negeri Adil, Tentram, dan Makmur' ada juga yang menyebut jargonnya Negeri ATM atau Koalisi ATM menggantikan jargon 5 tahun lalu ' Negeri Koalisi Merah putih'. Ya calon pemimpin nomor urut 2 ini adalah petarung perebutan kekuasaan 5 tahun lalu tapi dikalahkan oleh calon pemimpin pasangan nomor urut 1 saat ini. Dan beliau mencoba head to head lagi dengan komposisi partai koalisi dan wakil yang berbeda dari 5 tahun lalu. Baju kaos ibunya bergambar pasangan ini pun sudah kumal oleh debu dan kotoran lainnya. Warna putih kini menguning. Baju kaos itu juga diberi oleh tim badan kemenangan sekaligus calon legislatif partai koalisi saat kampanye juga. Akan tetapi, semua sudah lewat pengumuman pemenang hasil pemilu sudah diputuskan dan bersikap mengikat.

Namun, akan menjadi sejarah pada tahun ini. Tahun 2019. Di awal tahun yang dihebohkan dengan upaya menjemput rezeki. Seorang artis ibukota tengah melakukan transaksi prostitusi online. Ia digerebek dan diciduk tim anggota cyber crime Polri saat berkencan di sebuah kamar hotel bersama seorang pengusaha muda. Tak tanggung-tanggung tarif harga artis itu untuk sekali kencan begitu fantastis. Seorang pengusaha yang dikatakan pengusaha tambang itu rela merogoh kocek 80 juta hanya untuk kenikmatan kilat bersamanya. Ada yang bilang racun dunialah. Sontak harga itu menjadi bahan perbincangan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi bahan 'meme' di platform medsos. Apalagi dari kaum jiwa 'missqueen', meme menjemput rezeki di awal tahun baru pun bermunculan entah perbandingan harga barang, mohon maaf apabila harga kemahalan, perekonomian ambruk dan memburuk tapi harga apem melambung naik sampai tembus 80 juta bahkan perbandingan roti merek 'Vanessa' disuruh cek toko sebelah pula kalau lebih murah uang kembali. Meme meme itu sungguh kocak dan bisa sunggingkan senyum sumringah bahkan tertawa cekikikan.

Akan tetapi, tak kalah dengan guyonan meme meme harga 80 juta. Ada suatu fenomena yang berkesan dan amat penting untuk di ulas. Dimana 2 rival 5 tahun lalu kembali berebut singasana tertinggi di negeri ini. Perebutan menjadi orang nomor 1 di negeri ini. ' Big match atau El Clasico' dalam pemilihan pemimpin negeri ini dalam ajang pesta demokrasi. Pesta? Kalau pesta kan harusnya disambut dengan suka cita ataupun riang gembira. Atau sebaliknya? Ada pula yang memplesetkan pesta demokrasi menjadi pesta 'democrazy'. Kenapa bisa begitu? Apa karena pesta yang memanas dan gila-gilaan? Atau pesta penuh konvoi-konvoi aksi mencekam dan brutal. Coba kita menilik lebih dalam lagi.

Semenjak masa kampanye diberlakukan bahkan sebelumnya masing-masing pendukung pasangan calon beradu strategi. Entahlah, beradu strategi visi dan misi atau yang lainnya. Warga negeri ini seolah terpecah menjadi 2 kubu. Kubu 01 dan kubu 02. Ada pemuja dan pembenci,ada pendukung dan penentang, ada pengikut ada penantang, ada partisan ada penyanggah, ada simpatisan ada penyangkal, ada koalisi ada oposisi, ada antek ada penolak, ada lover ada hater, ada versuser ada influencer, ada fanser ada contender, ada rasa puas ada rasa kecewa dan barisan mantan yang sakit hati ada pula yang disebut penjilat.

Entah apa yang merasuki? Atau setan apa yang membuat seakan kesurupan. Antara pemuja dan pembenci berseliweran di dunia nyata maupun platform dunia maya. Namanya pendukung apalagi masuk dalam partai koalisi pastinya selalu mengunggulkan, optimisme, mengagung-agungkan, memuja-muja ataupun memuji-muji calon pemimpin yang diusungnya. Sementara penantangnya selalu merendahkan, pesimisme, menghina, dan menghujat serta membuat citra buruk lawannya. Terjadilah saling menjelekkan, saling ejek, saling julid, saling sindir, sarkasme, saling nyinyir, saling menjatuhkan maupun saling rundung merundung. Ada kekeliruan pasti ada perundungan secara terang-terangan. Ada blunder pasti ada bullying habis-habisan. Ada juga menyebutnya saling goreng menggoreng.

Para barisan mantan yang sakit hati atau para oposisi yang merasakan kekecewaan dan rasa tidak puas dengan pemerintahan petahana menginisasi tagar #2019gantipemimpin, #cukup1periodeaja dan #ogahmilihpetahanalagi. Sedangkan para pemuja petahana, para pendukung,simpatisan atau relawan yang merasa puas dengan hasil kinerja petahana mengusung hastag #2019tetappetahana, #salam2periode, dan #ogahgantipetahana. Mereka juga menciptakan lagu-lagu dukungan maupun penentangan. Terjadilah polarisasi politik di alam pikiran masyarakat dalam dua kubu yang bersinggungan atau berseberangan.

Santernya adanya kampanye hitam pun tak terelakan. Isu antek asing, isu antek PKI, isu pencitraan, fitnah, kabar bohong, ujaran kebencian, isu pelanggar HAM, isu pemanfaatan ASN atau kepala daerah untuk kampanye, isu khilafah, isu anti pancasila, isu kriminalisasi ulama bahkan isu agama pun dibawa ke ranah politik. Para kyai, habib, ustadz, muballigh ataupun para ulama juga menjadi pecah kongsi. Ada merapat ke kubu 01 maupun 02. Namun, ada juga yang memilih sikap netral. Ada pula ijtima sampai berjilid-jilid. Adanya isu adu keimanan agama. Menjadi Imam dalam sholat, sampai sholat jum'at dimana juga tak lupa menjadi sorotan. Bahkan PA 212 pun ada tudingan berbau politik yang bisa membuat kepanikan buat lawan politik. Ada juga mendengungkan isu doa perang badar. Semuanya hiruk pikuk yang selalu menjadi berita hangat dan topik dalam sebuah forum diskusi atau perdebatan.

Mungkin ada pihak yang ingin mengadu domba. Melakukan praktik 'devide et impera' ala VOC pada masa penjajahan Belanda. Kesuksesan Belanda menerapkan praktik pada zaman old ingin direinkarnasi kembali pada zaman now. Apakah tidak belajar dari kejadian masa lampau itu. Kerajaan-kerajaan besar di negeri ini runtuh oleh adanya perang saudara. Belanda leluasa menjajah negeri ini selama 350 tahun. Atau apakah benar setelah penjajah pergi yang kita lawan justru sesama saudara sebangsa sendiri. Dan pilihan politik pecah belah adalah hal yang paling jitu untuk memuluskan sebuah ambisi yang besar. Memanfaatkan orang dengan mental korek api atau pentol korek, menggunakan kaum sumbu pendek, dan memaslahatkan kelompok bumi datar. Mereka pun mudah terpancing amarah dan mudah tersulut emosi hanya karena kabar atau berita yang belum tentu kebenaran dan faktanya entah kabar angin atau kabar burung serta berselisih paham karena perbedaan pendapat atau pilihan.

Hal yang paling ambyar seperti luka yang dilelehi cuka. Adanya sematan umpatan, caci makian,hujatan, bullyan, hinaan,ujaran kebencian, gunjingan, nyinyiran maupun perundungan bahkan sumpah serapah ala nama binatang tak terelakan. Bahkan ada yang menyebut berudu, anak kelelawar atau anak kalong. Sebegitu hinakah kita sebagai manusia yang berumat beragama.

Lihat selengkapnya