Kemasyuran tentang sematan cebong dan kampret maupun kaum kadrun atau kadal gurun tak mempengaruhi aktifitas ayah dan ibu anak ceking itu. Mereka seakan tak peduli denga hal itu. Karena bagi mereka,siapa pun yang akan terpilih mereka akan tetap bekerja seperti biasanya. Tak akan membuat mereka naik derajat atau kecipratan sesuatu. Yang terpenting mereka sudah menggunakan hak pilih mereka sesuai hati nurani. Karena di dalam bilik saat pencoblosan kan tidak ada yang tahu mereka mencoblos siapa. Suka-suka mereka. Buat apa ikutan ribut-ribut bilang pendukung kandidat ini itu. Sebab sebagai rakyat bisa tidak usah banyak bacot saja. Cukup kita berdoa sesuai agama masing-masing kemudian cari kerja, dapat kerja, dan digaji. Kalau hanya mengandalkan uluran bantuan dari pemerintah terus, ya entah kapan masa tibanya. Ya patut diakui bukan hanya kita saja mereka urus di negeri ini. Banyak banget lagi orang lain atau daerah lain yang harus mereka urus juga. Kalau kita terus saling nyinyir maupun julid karena sebuah perbedaan, dimana rasa persatuan di negeri ini?
Siapa sih manusia yang mau dilahirkan dengan daerah serba keterbatasan bahkan cenderung didera kemiskinan? Pastinya tidak ada kan? Kalau boleh memilih saat mau dilahirkan, pastinya ingin dilahirkan pada orang tua yang kaya raya atau konglomerat tak kekurangan suatu apapun. Mau punya ayah dan ibu dari kalangan artis biar terkenal dan populer. Inginnya punya bapak dan ibu yang menjadi pejabat hingga dihormati dan disegani. Berharap memiliki papa dan mama seorang pebisnis atau pengusaha sehingga kita tidak susah-susah cari kerja. Pasti maunya yang enak dan baik saja kan. Terus yang jelek dan miskin dikasi siapa? Bukankan hidup adalah sebuah tantangan dan perjuangan tanpa henti-henti. Akan tetapi, bolehkah kita protes? Kalau yang lain sudah berlari masa kita baru belajar merangkak.
Negeri yang sebuah kepulauan terbesar di dunia. Memiliki ribuan pulau bahkan ada yang belum diberi nama dan belum berpenghuni. Masih wajar kalau ada dusun atau desa pedalaman yang belum mendapat perhatian serius dari pemerintah negeri. Pembangunan infrastruktur belum merata atau menjangkau seluruh daerah di negeri ini. Bahkan sampai PBB meluncurkan program baru tentang tujuan pembangunan berkelanjutan dengan sematan Substainable Development Goals atau SDGs menggantikan program deklarasi pembangunan milenium atau dikenal Millennium Development Goals (MDGs) yang kedaluarsa pada 2015 lalu. Hal paling penting dalam program PBB dengan tenggang waktu sampai 2030 adalah agenda 'Leave no one behind'. Para pemimpin dunia diajak untuk merangkul penduduk yang terpencil, terpinggirkan, terbelakang, tersisih, terkesampingkan, tersendiri, tersingkir, terkucil, terpisah, terdepak, terdalam, terluar, tertinggal, tercampak, terserai, terasing, dan teralienasi. Apakah dengan begitu akan tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat?
Mungkin bisa dimaklumi kalau pembangunan infrastruktur fisik dan sosial belum menjamah seluruh daerah di negeri ini. Mungkin daerah lain enak bilang kami tidak makan aspal. Ya memang tidak makan aspal, ngapain makan aspal, si nting! Kalian bisa nyeroscos atau ngedumel begitu karena kalian sudah ada fasilitas infrastruktur yang memadai lainnya. Apa perlu mencoba hidup di daerah pedalaman. Atau mencoba tinggal di pulau yang belum ada nama dan penghuninya. Ya tidak bisa dipungkiri walaupun ada kabinet dari kabinet gotong royong semenjak 2001 tentang percepatan pembangunan kawasan timur hingga kini berubah menjadi menteri desa,pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi. Masih ada yang tercecer perlu perhatian khusus lagi sebuah daerah. Pemerintahan tidak akan sepenuhnya berjalan mulus. Semua pihak juga harus turut andil bukan hanya mengandalkan pemerintah saja tapi kepedulian terhadap sesama sebangsa dan setanah air. Bukannya saling menyematkan jenis binatang karena beda pilihan dan pendapat. Bukannya saling cuek sama orang nasibnya kurang beruntung dari kita. Sehingga ada rasa 'pese' antar sesama sebagai bukti sila kedua dalam pancasila.
Negeri ini perairannya lebih luas dari daratan dan tubuh manusia lebih dari sebagiannya mengandung air. Akan tetapi, dusun tempat tinggal anak ceking dan orang tuanya itu masih susah mendapat air sebagai sumber penghidupan sehari-hari maupun untuk usaha pertanian. Instansi PDAM tak beroperasi. Sumber mata air pun jauh. Mereka hanya mengandalkan air hujan untuk keperluan sehari-hari maupun sumber air untuk pertanian. Kalau di kota besar apalagi rawan banjir atau yang mata pencahariannya tidak petani, mungkin hujan adalah sesuatu yang tidak diharapkan kedatangannya karena bisa menghambat aktifitas mereka bahkan membahayakan kelangsungan hidup mereka. Namun, bagi warga dusun ini , hujan adalah berkah, karunia dan anugerah untuk tanda-tanda sebuah kehidupan. Mereka pun membuat jeding di sekitaran rumah untuk menampung air hujan sebanyak-banyak saat hujan bertandang.