Bel tanda istirahat jam pelajaran berbunyi. Ibu Tami mempersilahkan murid kelas 3 untuk menikmati jam istirahat mereka. Setelah ibu Tami merapikan buku materi pelajaran, ia memberi salam pada muridnya dan meninggalkan ruang kelas 3. Dan disaat itu juga terkadang pak guru Indra mencegatnya dalam perjalanan menuju ruang guru. Hanya sekedar menyapa atau basa-basi terus mengajaknya ke kantin bareng. Pernah juga mau menraktirnya. Akan tetapi, ibu Tami selalu menolak dengan halus karena ibu Tami sering membawa bekal dari rumah. Mereka juga kadang berpapasan dengan ibu Elena. Ibu Elena tersenyum manja pada Pak Indra dan sering malahan menawarkan ke kantin bersama. Pak Indra hanya melengus. Akan tetapi, kadang ibu Elena seakan memaksanya dengan menggamit tangan pak Indra dan menggandengnya. Saat itu juga Ibu Tami merasakan nafasnya sedikit plong karena terhindar dari ajakan pak Indra. Tapi pak Indra seakan tak ikhlas gitu.
Sementara murid kelas 3 memanfaatkan waktu jam istirahat. Ada yang berdiam diri di kelas,ada yang bermain dan ngerumpi. Ada juga yang berebut dan berhamburan menuju kantin. Bento mengambil bungkusan pada kantong kreseknya kemudian memandanginya. Sementara Sebastian yang masih duduk di sebelahnya hanya sempat melirik sembari pura-pura sibuk membuka-buka halaman buku pelajaran seakan asyik membacanya. Tiba-tiba tanpa aba-aba Bento berlari ke luar ruangan kelas sambil membawa bungkusan entah akan kemana meninggalkan Sebastian. Sebastian pun terkaget dan terasa kelimpungan, ia pun merapikan buku-bukunya ke kolong meja seraya berusaha mengejar Bento.
Bento terlihat menyelinap dan mengintip suasana kantin. Tampak puluhan murid berbelanja di kantin dan kelihatan rempong. Ada juga Tiara dengan teman-temannya disana. Juga Sarim teman sekelas Bento. Mereka pada asyik membeli kudapan maupun snack lainnya juga minuman berwarna. Ada juga memesan ketupat cantok. Kedua kantin yang ada itu masing-masing dijaga oleh istri bapak kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. Mereka sudah lama berjualan disana bahkan sejak pertama kali suami-suaminya mengajar di sekolah itu.
Bento yang mengintip hanya bisa ngiler. Akan tetapi ,cepat-cepat ia menelan ludah lalu menghela nafas kemudian beranjak dari tempat mengintipnya. Ia menuju pohon kersen yang tumbuh di samping pekarangan sekolah tapi agak jauh sehingga jarang ada murid ke sana bermain. Ia memperhatikan pohon kersen itu yang bernaung cukup rindang dan tidal terlalu tinggi. Diperhatikannya bunga-bunga di ketiak daunnya, ada juga buah-buahnya lebih besar dari biji jagung dan membulat, ada yang hijau dan memerah dengan tangkai buah sedikit memanjang. Bento pun menaruh bungkusannya dekat pohon kemudian berusaha meraih dahan pohon kersen yang menjulur. Ditilik buah-buah kersen yang telah menguning dan memerah lalu mengunyahnya, dirasakan ada biji-biji kecil-kecil tapi halus dan daging buahnya punya citra rasa yang amat manis. Bento pun asyik mencari dan memetik buah kersen yang lainnya. Lumayan banyak ia dapatkan dan cukup senang menikmatinya.
Sebastian mendongak kesana sini sedari tadi mencari keberadaan Bento. Juga sempat menanyakan pada murid-murid lain. Tapi murid lain yang ia tanya kebanyakan menggeleng tanda ketidak tahuan. Setelah lumayan lama ia mencari, ia baru temukan sohibnya yang tengah asyik memetik dan memakan buah kersen. Ia pun tersenyum sumringah dan buru-buru menghampiri sohibnya itu.
"Bagi dong" pintanya dengan gamblang ketika sudah mendekat dengan Bento.
Bento agak terkesiap melihat Sebastian tiba-tiba nongol di dekatnya sambil menengadahkan tangan ke arahnya meminta buah kersen.
"Cari sendiri lah" seloroh Bento dan pura-pura cuek.
"Ah, dasar pelit" kesal Sebastian sambil menyudahi tengadah tangannya lalu memperhatikan tangkai-tangkai pohon kersen kali aja ada buah matang yang masih tersisa.
"Niii, aku beri kau" Bento mengacungkan genggaman tangannya yang berisi buah kersen.
"Nah, gitu dong. Itu baru namanya sohibku" Sebastian menyunggingkan senyum lega dan menengadahkan tangannya lagi untuk menerima bagian buah kersen yang diberi Bento. Bento memberikannya hampir setengah dari kepalan tangannya. Sebastian langsung melahapnya sekaligus tak ada kata kunyah satu persatu. Bento pun terheran-heran dan geleng-geleng kepala.
"Ih dasar rakus, kunyah dulu napa" dumel Bento agak jijik.
"Lapar" guman Sebastian sambil mengulum-ulum.
Bento pun mengunyah beberapa buah kersen lalu memberikan buah kersen yang tersisa pada Sebastian karena terlihat begitu lapar.