Bento tampak tergopoh-gopoh memasuki rumahnya. Keringatnya mengucur dan menghitam oleh debu. Ia baru pulang dari sekolah. Ia mendapati ibu dan adiknya melintang pada dipan, mereka menikmati tidur siang dengan suasana terik matahari di luar rumah yang cukup panas. Sedangkan ayahnya tidak ada di rumah. Bento menuju kamar sebelahnya, menaruh tas selempangnya dari kantong kresek sembari melepas sepatu dan mengganti seragam sekolahnya. Seragam sekolah ditaruh begitu saja ditumpukan pakaian di atas kardus. Ia baru memakai celana sebagai pengganti seragam sekolah dan belum memakai baju sudah menuju balai bambu pada dapur yang menyatu dengan kamarnya.
Ia buru- buru mengambil kendi seraya langsung meneguk air dalam kendi untuk segera minum menghilangkan rasa dahaganya.Kemudian membasuh tangan pada kobokan yang sudah terlihat kotor. Ia pun segera mengambil piring sembari menghampiri bakul nasi pada balai bambu di dapur. Dibukanya bakul nasi terlihat nasi putih kukusan beras dicampur dengan parutan singkong, lebih banyak nasi parutan singkong daripada nasi putih berasnya. Ia menyebutnya nasi singkong, nasi ketela, nasi sela maupun nasi cacah. Ia termangu sejenak. Namun, perutnya sudah mengeluarkan bunyi, mungkin berteriak disuruh segera memasukkan makanan karena sedari tadi sudah keroncongan makanya seakan mau berontak. Tanpa pikir panjang lagi, ia menyendok nasi cacah beberapa sendok dan ditaruh pada piringnya. Selepas itu ia menghampiri periuk di atas tungku, dibuka tutup periuk sudah ada kuah yang terlihat menghitam, pastinya itu sayuran berkuah kacang gude, ada juga daun kelornya, terkadang juga bumbunya dilengkapi beberapa daun jamblang yang direbus utuh bersama kacang gude dan diyakini rasanya bertambah maknyos. Langsung saja Bento menyendok sayuran berkuah kacang gude dan mencampurnya pada nasi cacah beserta kuah dan kacang gudenya juga daun kelor karena menurutnya lebih enak dimakan seperti itu. Ia pun duduk pada bangku panjang yang ada di dapur, kaki kanan diangkat telapaknya berpijak pada bangku sedangkan kaki kirinya tetap berpijak pada lantai. Menurutnya posisi duduk makan seperti itu menambah selera makannya. Ia pun makan dengan lahap dan sesekali meneguk kuah kacang gude dipiringnya yang tercampur dengan nasi cacah.
Sebuah bangunan berkontruksi segi empat panjang beratap daun buyuk didirikan di sebuah petak ladang. Kontruksi rangka atap dari bambu semua,empat tiang penyangga kontruksi bangunan juga dari bambu berdiameter cukup besar hampir setara dengan balok kayu. Lantai bangunan agak terangkat ke atas sekitar setengah meter dari tanah terbuat dari bilahan-bilahan bambu yang dipaku dan disusun rapat tapi ada juga jarak renggang sepersekian mili. Ada juga satu anak tangga pada lantai bagian depan dari undakan bambu juga. Bagian depan bangunan dibiarkan terbuka semua tanpa ada pintu juga tanpa didinding. Sedangkan pada sisi yang lain cuma berdinding naik satu meter dari lantai sisanya dibiarkan terbuka. Walaupun bangunan agak terlihat lusuh tapi masih terasa kokoh. Ada plang dari papan yang sudah usang dan ada tulisan yang kurang bagus dan bertuliskan 'Dusun Belit, Desa Selit, Kecamatan Teruk. Ada juga kentongan dari bambu yang ukurannya lumayan besar. Bangunan itu disebut saung kalau di kota pastinya disebut Gazebo. Saung itu digunakan sebagai tempat perkumpulan warga dusun untuk berembug dengan kepala dusun. Juga untuk penyampaian informasi atau pengumuman penting.
Kepala dusun dan beberapa warga terlihat berkumpul pada saung. Usia warga rata-rata sudah memasuki paruh baya. Ada juga ayahnya Bento dan ayahnya Sebastian. Ayahnya Sebastian lumayan gempal, ada brewok dan berkumis tebal, rambutnya cenderung kribo. Kulit wajahnya lumayan putih dan berparas biasa saja. Beberapa warga lain yang berkumpul juga berparas biasa saja,ada yang berkumis ada yang tidak, ada yang rambutnya ikal ada yang lurus, ada juga yang sudah ubanan maupun ada berbadan kurus sekali.
"Mengenai beberapa warga dusun kita yang memiliki rumah tergolong rumah tak layak huni atau RTLH, saya sudah mengusulkan untuk mendapat bantuan bedah rumah maupun perbaikan rumah. Namun, sampai saat ini masih sedang proses mana yang disetujui mana yang belum disetujui. Saya belum mendapat kabar lagi." Pak kadus menjelaskan dalam perbincangan dengan warga dusun.
"Masa dari dulu menunggu proses terus pak kadus, kapan sih realisasinya?" sergah seorang warga yang berkumis tebal, rambutnya ikal, kulit cenderung putih kekuningan.
"Iya pak kadus, kita menunggu, menunggu dan terus menunggu tapi datangnya tak tau kapan. Lelahnya rasanya menunggu" timpal warga lain yang rambutnya ubanan dan badannya kurus..
Sedangkan warga lainnya juga mengiyakan sembari kisi-kisi yang menimbulkan keriuhan.
"Iya bapak-bapak mohon bersabar lagi dan menurut rencana sekitar 2 minggu lagi ada dari pihak desa dan kecamatan yang akan meninjau ulang rumah-rumah warga . Nah disitu bapak-bapak sekalian bisa sampaikan aspirasinya langsung." jelas pak kadus sambil menenangkan para warga yang mulai gaduh oleh kasak-kusuk.
Para warga hanya bisa manggut-manggut berusaha memahami keadaan.
"Terus masalah pemberian raskin gimana pak kadus?" celetuk ayahnya Bento.
"Nah, ini poin penting yang dengan berat hati harus saya sampaikan." kata pak kadus seakan ragu mengatakan. Ia menarik nafas panjang lalu dihembuskan perlahan. Sementara para warga sudak tak sabar menunggu lagi penjelasan dari pak kadus.
"Mengenai program pemberian beras miskin untuk rumah tangga tepat sasaran, dari pihak kecamatan terpaksa menunda untuk sementara penyalurannya" papar pak kadus melanjutkan secara penuh kehati-hatian.