Selepas Bento dan Tiara menonton ulasan berita maupun kisah cinta Eyang Habibie dan Eyang Ainun. Mereka seakan punya mimpi-mimpi yang baru entah berjuang menjadi seorang dokter maupun terjun dalam kedirgantaraan. Ya walaupun dirasa perjuangan mereka pastinya berat apalagi buat Bento pastinya akan sungguh berat dan tak mudah. Kalau untuk Tiara sih masih mending pastilah diusahakan oleh orang tuanya asal Tiara benar-benar niat dan tak nyeleneh maupun mengkhianati kepercayaan kedua orang tuanya. Akan tetapi, setidaknya Bento punya angan-angan untuk tolak ukurnya ke depan dalam menjalani kelangsungan hidupnya ke depannya. Ia punya cita-cita yang ingin diwujudkannya, memiliki mimpi yang ingin digapai, khayalan dan angan-angan agar menjadi sebuah kenyataan maupun ambisi dan impian untuk meraihnya sesuai kemauan dan kemampuan.
Bento dan Tiara selepas berimajinasi dengan khayalan-khayalan yang boleh dibilang tingkat tinggi. Mereka sepakat membuat rujak. Tiara berkutat di dapur. Tiara bertugas membuat bumbunya, ia memanggang sepotong terasi, mengiris gula aren, beberapa biji cabai dan garam sembari bahan-bahan itu diulek menjadi satu dan ditambahkan sedikit air hangat. Sedangkan Bento berkutat di gazebo yang ada di halaman rumah Tiara. Bento bertugas mengupas dan memotong buah-buahan , ada mangga, jambu air dan pepaya. Bento sudah merasakan ngilu maupun ngiler sewaktu mengiris buah-buahan yang diiris tipis dan juga kecil-kecil. Sesekali ia menelan ludah. Raut wajahnya seakan tak sabaran menunggu bumbu rujak yang dibuat Tiara selesai dan cepat-cepat bisa menikmati rujak ala mereka.
Bumbu rujak akhirnya selesai, Tiara membawa ulekan yang berisi bumbu rujak dan sebuah baskom kecil, ia beranjak dari dapur menuju gazebo. Bento pun menyunggingkan senyum dan terasa semakin ngiler lagi melihat Tiara semakin mendekat ke gazebo. Mereka siap menikmati rujak, terserah mau menyolek bumbu langsung pada ulekan maupun mencampur buah dan bumbu rujak pada baskom kecil. Tiara memilih mencampur pada baskom kecil sedangkan Bento memilih langsung menyolek bumbu pada ulekan tapi kadang mereka mencoba dua-duanya karena pastinya dirasakan ada perbedaan sensasi citra rasa sepersekian persen. Sesekali mereka mendesis karena dirasa kepedasan, keringat juga mendadak keluar dari dahi dan leher. Hidung Bento juga berair yang sesekali dia usap dengan pinggiran bajunya. Sesekali mereka juga ternganga-nganga sambil mengibas-ngibaskan tangan ke area bibir dan menjulurkan lidah karena sungguh merasa kepedasan.
"Eh, Sebastian kabarnya gimana ya?" mendadak Tiara nyeletuk sambil mengambil potongan kecil buah jambu air lalu menyolek bumbu pada ulekan dan membalurinya dengan bumbu sembari menyaploknya.
Bento yang tengah membaluti irisan buah mangga dengan bumbu rujak sambil mendesis mendadak menghentikan aktifitasnya, denyut nadinya seakan terhenti sejenak, ia agak mematung mendengar celetukan Tiara.
"Belum sembuh dia?" guman Tiara sambil mengunyah dan menelan rujak buah.
Bento hanya mengangkat bahu pelan seraya menyaplok buah rujaknya ala dia.
"Kamu gak pernah jenguk dia lagi?" tanya Tiara seraya memandang Bento agak tajam.
Bento juga menoleh Tiara dan menggeleng pelan. Lalu mereka terbengong sejenak. Tiara melanjutkan kembali memakan rujak sedangkan Bento masih tetap terbengong. Ia seakan tak nafsu lagi memakan rujak. Ia mulai memikirkan keadaan Sebastian. Apa dirinya telah mengabaikan Sebastian dan lebih asyik bersama Tiara. Apa Sebastian juga menikmati rujak, menikmati buah-buahan sama halnya dengan dirinya bersama Tiara. Apa dia juga menikmati olahan dari singkong? Yang dulunya mereka bosan makan singkong rebus. Tapi hasil olahan Ibunya Tiara dengan bahan singkong membuatnya tak bosan lagi dengan singkong. Ibunya Tiara begitu pandai mengolah singkong hingga menjadi makanan maupun kue yang enak. Ibunya Tiara kadang membuat tape singkong, ongol-ongol singkong, sate pelangi singkong, kue pelangi singkong maupun kue keju singkong. Bento dan Tiara begitu menggemarinya. Bento juga sadar akan dirinya bahwa singkong itu tak boleh dianggap remeh tergantung cara kita mengolah bahan makanan tersebut hingga menarik dan enak. Apa Bento telah melupakan Sebastian gitu aja. Bento lebih banyak di rumah Tiara, kadang membantu kegiatan di rumah pak kadus. Membersihkan rumah, memberi makan ternak sapi maupun memetik buah-buahan untuk di jual. Kadang pulang dari rumah Pak Kadus, Bento dibekali makanan maupun buah-buahan untuk ayah, ibu dan adiknya. Apalagi orang tua Bento sedari dulu sudah akrab dengan keluarga Pak Kadus. Cuma keluarga Bento saja yang selalu sungkan meminta bantuan pada keluarga Pak Kadus, ya rasa tidak enak dan malu maupun tahu diri kalau meminta bantuan terus menerus.Bento juga sering belajar bareng dengan Tiara apalagi Tiara kakak kelasnya pastinya dia bisa mengajari materi pelajaran di kelasnya. Buku bekas pelajaran Tiara dan kakaknya Tiara juga diberikan pada Bento. Buku-buku maupun barang yang tak terpakai oleh Tiara dan kakaknya Tiara dihibahkan ke Bento. Hibah ya buka ghibah, Ok! Apa karena berteman dan bersama Tiara merasa lebih baik? Hingga ia lupa gimana keadaan sahabatnya saat ini.
Ibu Tami berpakaian bebas tapi rapi sambil menyangklong tas berjalan melewati jalan setapak. Sesekali ia memperhatikan keadaan sekelilingnya. Kadang diperhatikan ladang-ladang tandus, ia terkadang tertegun sejenak sembari melanjutkan langkahnya gontai.
Sebastian yang semula terbaring di dipan pelan-pelan ingin mengambil buku tiba-tiba merasakan kekakuan pada sekujur tubuhnya. Ia ingin bicara sesuatu tapi mulutnya serasa terkunci. Tak bisa digerakan. Ayahnya yang ingin ke luar rumah tiba-tiba melihatnya ingin menggeliat dan hanya terbujur pada dipan.
"Ian? Kau kenapa?" tanya khawatir ayahnya sembari menghampirinya.
Sebastian ingin mengatakan sesuatu dan berusaha menggerakan tubuhnya tapi tetap saja tak bisa juga.
"Ian, Ian kau kenapa,Ian?" Ayahnya semakin cemas dan kelimpungan.