Bendera Setengah Tiang

I Gede Luwih
Chapter #22

22. Kaum Urban

Bento dan Tiara duduk tertegun berdampingan di gazebo yang ada pada halaman rumah Tiara. Mereka seolah berkecamuk dengan pikirannya masing-masing.Tiara memegang sebuah surat. Surat itu diberikan oleh Bento tadi. Surat yang ditujukan untuk para guru dan teman-temannya di sekolah. Lebih-lebih Ibu Tami, wali kelasnya. Tiara seakan tak percaya apa yang diutarakan oleh Bento. Tiara agak bersedih sembari memandang Bento. Apa dia bisa berbuat sesuatu untuk kawannya itu? Atau hanya bisa pasrah pada sebuah keputusan besar. Apa Tiara akan merindukan temannya yang sudah begitu akrab dan sedusun pula. Apa dia harus mencari teman perempuan maupun anak dusun lainnya dengan jarak-jarak rumah lumayan jauh. Bento dan Sebastian sebenarnya jarak rumah lumayan dekat dari rumah Tiara. Sisanya begitu jauh, anak-anak dusun bermodal nekat saja biar bisa nonton TV.

Ayahnya mengutarakan niatnya untuk merantau ke kota ikut bersama kakak-kakaknya Sebastian dan juga ayahnya Sebastian. Ibu, adiknya dan dirinya juga akan diboyong ke kota. Ayahnya akan mencoba mengadu nasib di kota, merajut asa dan menginginkan kecerahan dari semula redup maupun berharap mendapat terang dari sebuah kegelapan. Ayahnya memang sempat tampak berbincang-bincang serius dengan kakak sulungnya Sebastian. Kebetulan boss pemborong bangunan kakak sulungnya Sebastian butuh banyak buruh bangunan untuk mengerjakan berbagai proyek perumahan. Bossnya lumayan humble, dia juga tidak tamat SD tapi berkat kegigihan dan perjuangannya yang belajar secara otodidak dia bisa dibilang berhasil. Mengerjakan proyek sebuah bangunan selalu untung bahkan kini dia punya rumah dan mobil di kota.Juga memiliki beberapa pekerja kuli bangunan yang rata-rata tamat SD maupun tak lulus SD bahkan ada tak pernah sekolah sama sekali. Akan tetapi, mereka diajarkan secara otodidak tentang konstruksi sebuah banguan. Setidaknya para pekerjanya bisa membiayai kebutuhan sehari-hari bahkan berlebih apalagi proyek bangunan selalu lancar tak pernah ngadat. Itu karena saking banyaknya bossnya memiliki teman entah pengawas proyek bangunan maupun arsitek. Para pekerjanya juga bisa beli motor sendiri dan menyewa rumah maupun ngontrak rumah walaupun cuma sederhana.Setidaknya mereka berusaha dengan jerih payah sendiri tanpa meminta pada orang tua mereka. Setidaknya kalau Ayahnya jadi ke kota pasti ada penghasilan walaupun hanya sebagai buruh bangunan. Ibunya juga bisa bekerja entah sebagai pembantu rumah tangga maupun pegawai laundry.

Ladang Ayahnya yang beberapa petak digadaikan ke Pak Kadus. Untuk bekal rencana merantau ke kota. Rencana rumahnya menurut Pak Kadus akan ditempati oleh Si Kakek dan cucunya, ya setidaknya rumahnya lebih layak dari gubuk yang ditempati Si Kakek dan cucunya yang sekarang. Kelanjutan sekolahnya kemungkinan jeda sementara. Ayahnya berjanji kalau di kota, uangnya sudah cukup maka ia bisa melanjutkan sekolah lagi. Akan tetapi, itu tidak diambil pusing lagi buatnya. Ia juga terngiang dengan perkataan Sebastian yang kini telah tiada. Sekolah itu tidak menjamin kita bisa sukses maupun menjamin kita bisa hidup dengan layak. Mereka hanya butuh kerja keras dan pantang menyerah. Sudah berapa banyak orang sekolah di negeri ini. Berapa banyak juga orang yang mencari lapangan pekerjaan. Berapa banyak orang yang ingin memperbaiki taraf hidup dengan sekolah. Pikiran itu pasti selalu ada dengan sekolah kita berharap suatu hari nanti hidup kita jauh lebih baik dari sebelumnya. Mendapat pekerjaan yang layak, kerja di kantoran, kerja di bidang pariwisata, kerja di mall, di Restoran, jadi PNS maupun kerja di stasiun TV. Sekolah memang penting dan sangat penting apalagi bagi mereka yang sudah memiliki banyak uang. Tapi, biaya sekolah juga tidak murah. Itulah yang harus diingat. Kalau kita sekolah tapi tidak bisa menggunakan sekolah untuk belajar dengan baik akan serasa percuma. Sudah keluar biaya banyak,lulus sekolah bingung mau jadi apa. Karena setinggi-tingginya kita sekolah ujung-ujungnya kita harus bekerja maupun mencari kerja untuk mendapatkan gaji atau uang. Jenis pekerjaan tergantung nasib maupun kemampuan kita. Kadang yang mereka sudah belajar bersungguh-sungguh juga belum selalu berhasil. Tantangan, hambatan maupun cobaan selalu siap menguji. Ada juga yang harus menganggur.

Sebenarnya bakat, kemampuan, kreatifitas, kerja keras dan pantang menyerah maupun tanpa rasa gengsi itu selalu diperlukan dalam hidup. Dengan perkembangan teknologi yang kian canggih, dewasa ini belajar bisa saja dimana aja asal ada kemauan. Tidak hanya belajar lewat pendidikan formal saja tapi juga bisa lewat pendidikan informal, nonformal maupun otodidak. Pendidikan memang sangat penting tapi tak jarang juga gelar pendidikan membuat kita ada rasa gengsi. Tak jarang pula mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun menempuh pendidikan tapi setelah lulus masih bingung mau kerja apa maupun melakukan sesuatu untuk mendapatkan uang. Siapa sih orang di dunia ini yang tidak ingin merasakan hidupnya agar lebih baik dari sebelumnya. Pastinya setiap insan manusia punya naluri yang seperti itu apalagi untuk penduduk negeri ini yang masih status negara berkembang. Akan tetapi, apa profesi sebagai pembantu rumah tangga, tukang sapu, petugas kebersihan, kuli bangunan, tukang cuci, nelayan, petani maupun buruh kasar lainnya akan mau ditinggalkan gitu saja dan dibiarkan punah. Bila semuanya ingin punya pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, lebih baik dari profesi orang tuanya, pokoknya harus lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Akan tetapi, jalan hidup tidak semudah itu 'ferguzo', akan ada kerumitan-kerumitan dan lika-liku yang harus dilalui. Kita boleh berencana tapi terkadang nasib dan takdir berkata lain. Alangkah baiknya kalau sekolah sambil bekerja, berusaha unjuk kemampuan, bakat untuk mencari skill yang positif maupun kreatifitas dalam diri lalu kembangkan itu. Dan saat ini Bento memilih untuk membantu orang tuanya, setidaknya bisa membantu menjaga adiknya di kota ketika kedua orang tuanya bekerja. Bukankah belajar tidak mengenal usia, kalau nanti orang tuanya punya uang, ia bisa menempuh pendidikan informal, nonformal maupun otodidak. Apalagi zaman sudah semakin canggih belajar itu bisa dimana saja. Apalagi kalau sudah ada jaringan internet, belajar dari rumah maupun dimana saja juga bisa.

Sarim dan murid kelas 3 yang tersisa duduk di bangku masing-masing. Beberapa anak tampak membolak-balik halaman buku pelajaran,ada yang membaca dalam hati, ada yang mencatat maupun ada yang berdiskusi setengah berbisik dengan teman di sebelahnya. Sarim hanya memamdang dan seakan melamun pada bangku dan meja yang sekarang kosong. Harusnya Bento dan Sebastian duduk di sana. Ibu Tami juga tertegun di bangkunya depan kelas tapi sesekali mendongak bangku yang kini kosong juga. Seraya ia membuka sepucuk surat yang diberikan Tiara tadi pagi. Surat dari Bento. Ibu Tami membacanya tapi seakan Bento yang bernarator,

Yang terhormat,

Bapak Kepala Sekolah

Bapak Wakil Kepala Sekolah

Para guru terutama Ibu Tami

Dan juga teman-teman yang aku sayangi

Lihat selengkapnya