Bendera Setengah Tiang

I Gede Luwih
Chapter #25

25. Bendera Setengah Tiang

Sejak Organisasi Kesehatan Dunia menetapkan Covid-19 sebagai pandemi dan pemerintah juga menetapkan siaga darurat virus corona dan bencana nasional. Hingar bingar tentang Covid-19 pun semakin santer dan merebak entah di jejaring medsos, surat kabar, majalah maupun media elektronik lainnya juga tak terelakan. Bahan berita itu seolah menjadi appetizer, maincourse maupun dessert seakan selalu hangat bagi pembaca maupun pendengarnya. Bagaimana tidak, entah itu benar-benar membuat kepanikan dan ketakutan yang mencekam. Anjuran memakai masker juga didengungkan sejak awal virus merebak. Masyarakat yang peduli akan kesehatannya memburu masker dimana-mana. Entah itu membuat mafia-mafia tak hanya nakal tapi beringas dan brutal secara alot menjadikan ladang bisnis. Ada penimbunan masker, pabrik masker ilegal, hingga terjadi kelangkaan masker dan harga masker melambung tinggi, meroket bahkan sungguh mencekik leher. Ini masker penutup mulut dan rongga hidung ya entah sejenis 'masker bedah' maupun 'masker scuba' bukan ala 'masker spirulina' atau 'masker skincare' yang sering dipakai petempuan ketika facial atau perawatan kulit wajah.

Tatanan bumi baru seolah ada dan benar-benar berubah. Negara-negara telah banyak yang melaksanakan 'lockdown' maupun karantina wilayah negaranya. Desakan untuk segera melakukan 'lockdown' untuk negeri ini terus mencuat. Istilah 'lockdown' menjadi begitu santer dan familiar. Ada pula yang keliru lafal maupun salah kaprah dan membuat 'meme meme' cukup kocak entah "Desa kami sedang di 'Lauk Daun' , dusun kami dalam proses 'download' , Jalan kami sedang di 'London' wajib lapor sebelum ditegor". Juga bermunculan istilah-istilah karantina wilayah, karantina mandiri, isolasi mandiri, 'social distancing', physical disntangcing, OTG ( orang tanpa gejala) , ODP (orang dalam pantauan),PDP (pasien dalam pengawasa). Berbagai isu juga mencuat entah perburuan zero pasien atau pasien nol sebagai pembawa virus pertama kalinya, ancaman senjata biologis, virus yang bocor dari sebuah laboratorium maupun dugaan adanya teori konspirasi juga begitu merebak.

Bento lebih sering nongkrongin TV daripada membaca buku pelajaran lagi. Kasus terinfeksi virus corona terus bertambah secara signifikan diiringi dengat menguatnya jumlah kematian. Desakan segera melakukan lockdown maupun karantina wilayah untuk memperlambat laju maupun memutus rantai Covid-19 bahkan mencegah penyebaran virus lebih merebak lagi apalagi beberapa kota telah masuk zona merah.

Pemerintah pusat pastinya menimbang-nimbang terutama dampak dari melakukan lockdown pastinya dalam perekonomian apalagi negeri ini kebanyakan penduduknya ekonominya tergolong pas-pasan bahkan ada yang menengah ke bawah. Walaupun tidak melakukan lockdown tetap saja sudah merasakan lockdown dari negara lain yang sudah melakukan lockdown tentunya transportasi maupun penerbangan dari luar negeri pastinya turun. Pelaku jasa transportasi menutup sementara usahanya. Ribuan penerbangan domestik maupun internasional dibatalkan dalam beberapa bulan ke depan. Pilot, pramugari maupun pegawai maskapai untuk pertama kalinya merasakan dirumahkan secara massal. Para pelaku pariwisata mulai menutup hotel-hotel, artshop, agen travel, pemasok souvenir, kedai-kedai, kios-kios maupun restoran-restorannya. Beberapa pengusaha di bidang pariwisata, kuliner, jasa transportasi maupun usaha lainnya yang terdampak mulai menggulung tikarnya. Ribuan karyawan atau pegawai dirumahkan bahkan langsung kena PHK.

Pemerintah mengimbau atau menganjurkan untuk sementara tetap di rumah atau 'SAH' (stay at home) hingga gerakan menginisasi tagar #dirumahaja. Penggalakan bekerja dari rumah, belajar dari rumah maupun beribadah di rumah. "Work from home, learn from home, worship from home atau pray from home" Maupun "WAH WAH SAH SAH LAH PAH " (work at home,worship at home, stay at home, study at home, lear at home, pray at home"

Adanya sosialisasi gerakan pembatasan sosial dan fisik atau 'social distancing maupun physical distancing' sehingga kita harus menjaga jarak aman, menghindari kerumunan atau perkumpulan maupun mengusahakan untuk tetap di rumah.Sekolah-sekolah dan kegiatan kampus-kampus diliburkan. Belajar di rumah saja baik melalui offline maupun online. Ketika sekolah diliburkan, sebagian masyarakat malah mengajak keluarganya untuk liburan, sungguh santuy banget kan. Entah belum mengerti keadaan virus corona apa cuek bebek aja. Entah itu sebuah kebodohan atau keteledoran. Merebaknya kasus terinfeksi dan meninggal akibat virus covid-19, pemerintah pun mengambil langkah, lebih memilih PSBB ( pembatasan sosial berskala besar) maupu PKM ( pembatasan kegiatan masyarakat).

Sungguh begitu hebatnya wabah covid-19, menjadi pusat perhatian dunia apalagi dampak-dampaknya. Arab Saudi juga meniadakan kegiatan umrah. Pelabuhan maupun bandara-bandara tutup yang merupakan ujung tonggak pengangkutan manusia maupun barang ke tempat lain juga pergerakan pariwisata dunia. Pusat-pusat perbelanjaan ,tempat rekreasi dan hiburan, bioskop-bioskop, tempat wisata maupun tempat lainnya yang mengundang keramaian ditiadakan atau tutup sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan. Termasuk penonton-penonton acara TV di studio entah penonton bayaran maupun tidak dalam program talkshow dan reality show juga ditiadakan. Pertandingan liga-liga sepak bola maupun perlombaan olahraga lainnya, kegiatan shooting film dan sinetron juga ditiadakan.

Kegiatan kontak fisik entah berpelukan maupun bersalaman, beribadah di tempat suci agama masing-masing, acara pernikahan, syukuran , kegiatan upacara keagamaan , acara kumpul-kumpul dan sejenisnya dibatasi bahkan dilarang untuk sementara waktu. Pelarangan maupun himbauan tidak mudik juga menuai pro dan kontra lebih-lebih tentang pembedaan mudik dan pulang kampung yang begitu kontroversi.

Juga mengenai kewajiban memakai masker, ada yang tidak mengindahkan entah karena masker langka dan mahal maupun adanya anggapan kurang sehat karenan rentang menghirup udara kotor yang kita keluarkan dari proses pernafasan sejenis karbondioksida maupun tak bisa menghirup oksigen secara leluasa. Selain polemik pemakaian masker, ada polemik tentang pembayaran tarif dasar listrik. Ada polemik penangguhan pembayaran cicilan atau kreditan atau angsuran bahkan kenaikan tarif BPJS yang seolah belum ada titik temu maupun babak-babak akhirnya.

Begitu mahadashyatnya penyakit covid-19. Perekonomian begitu A5 (ambruk,ambyar, amsyong, anjlok, apes) bahkan pertumbuhannya mendekati minus. Fenomena pengangguran pastinya menumpuk dam berjibun entah pengangguran struktural, pengangguran siklis, pengangguran friksional, pengangguran musiman, pengangguran terselubung, pengangguran kronis maupun pengangguran regional.

Himbauan atau anjuran untuk tetap berdiam di rumah pastinya ada yang tidak mengindahkan entah karena kesepian maupun kebosanan. Terus siapa saja orang yang bisa bekerja dari rumah? Pastinya orang-orang tertentu saja kan? Kalau punya banyak uang dan tabungan pastinya betah maupun sah-sah saja berdiam diri di rumah. Begitu juga dengan ASN atau PNS lainnya, mereka akan tetap mendapat gaji setiap bulannya. Bagaimana dengan pedagang kecil, buruh kasar, sopir angkot maupun para ojol yang kemungkinan jarang punya tabungan, mengandalkan penghasilan jerih payah setiap hari tanpa ada upah bulanan, hari ini dapat penghasilan hari ini juga habis untuk kebutuhan sehari-hari walaupun kadang tak cukup tapi dicukup-cukupin. Masalah kebutuhan besok ya besok mengais rezeki lagi. Apalagi kalau berdiam diri di rumah tidak hanya sehari, dua hari, seminggu bahkan bisa berbulan-bulan. Mungkin bukan wabah Covid-19 yang membunuhnya tapi himpitan ekonomi seakan menjemput ajalnya, desakan kebutuhan sehari-hari yang membuatnya mati, kelaparan yang menyebabkan meninggal maupun wafat karena depresi atau frustasi.

Bagai dilema besar. Peribahasa bagai makan buah simalakama maupun seperti judul film 'maju kena mundur kena'. Kalau menunggu bantuan dari pemerintah maupun uluran pertolongan dari orang lain entah kapan akan tibanya. Entah kapan akan bertandang baik berupa sembako, bantuan sosial maupun bantuan langsung tunai. Sehingga mau tak mau mereka harus usaha sendiri tanpa menunggu bantuan dari pemerintah maupun orang lain yang dermawan.

Ketika setiap orang apalagi ekonomi kelas ke bawah perlu bantuan meski hanya sekedarnya yang penting ikhlas. Ada sekelompok tim penggiat di bidang youtuber hanya untuk sebuah konten rela mengolok-olok atau nge-prank beberapa waria dan anak-anak dengan sebuah kardus yang dikiranya dapat bantuan sembako malah berisi sampah dan makanan sisa yang sudah membusuk. Itu sungguh mencederai kaum 'missqueen' meski 'waria' mereka juga manusia bukan tong sampah. Itu sungguh seorang youtuber tak ada akhlak. Pelaku seorang youtuber itu mengunggah video permintaan maaf tapi ternyata permintaan maaf settingan,bohong-bohongan, maaf tapi bo'ong? Lebih lebih tak berakhlak lagi. Harus ada yang menginisasi hastag 'unsubcribe massal' bagi yang sudah terlanjur 'subcribe' . Antagonisnya kehidupan. Kalau ada yang menginspirasi menjadikan layar drama azab jangan-jangan dibuat judul seperti ini " youtuber songong positif terinfeksi covid-19 celakanya mati tersambar halilintar mayatnya hangus terbakar kerandanya diterbangkan angin jenazah melayang jatuh ke truk sampah tertimbun sampah yang bau busuk dan dipenuhi belatung" . Mungkin itu judul sinema zolim yang mumpuni dan mengena tapi belum tentu itu terealisasi.

Lihat selengkapnya