BENGAWAN

Herman Sim
Chapter #2

Menunggu Moment

"Jadi kamu tidak tahu kemana Dewi?" tanya Asrul masih tidak percaya.

Gadis berkulit putih, matanya berkedip sipit sejak tadi hati dan perasaannya terpancing terbakar diam dan menahan rasa cemburu. Padahal sudah dua kali bibir tipisnya sudah menjawab, tetap saja lelaki yang di taksirnya itu bertanya lagi.

"Benaran Srul, saya tidak tahu dimana Dewi. Lagian kenapa juga kamu selalu bertanya dimana Dewi. Kamu tidak bertanya tentang keadaan saya gimana!" kali ini ketus jawaban gadis berkulit putih bermata sipit.

"Ada yang cemburu nih?" kelakar dari salah satu mahasiswa berambut keriting.

"Siapa yang cemburu?!" biar mau di pelototin dua mata sipitnya itu, tetap saja matanya tidak bisa melotot pada mahasiswa berambut keriting balik menjebeh.

"Lagian kamu, Srul. Sudah dua kali Yunik menjawab, jika dia tidak tahu dimana Dewi. Kamu emang tidak tahu apa?" __ "Tahu apa, saya benaran tidak tahu apa-apa?"

Tidak berani mahasiswa berkaca mata tebal menatap gadis bermata sipit, yang punya nama Yunik. Makin bingung Asrul dengan pernyataan mahasiswa berkaca mata tebal perlahan hatinya ciut ketakutan. Kali ini dua mata Yunik benaran mau melompat keluar saking kesalnya.

"Nik, Yunik tunggu. Kamu mau kemana? Ya, kalau Dewi tidak adapun. Rapat pengurus Bem, tetap jadi,"

Mungkin dalam perasan Yunik makin jengkel kecewa pada Asrul, sejak tadi yang di tanya hanya selalu gadis yang sedang dekat dengannya. Padahal Yunik sebenarnya suka sama pada lelaki berwajah tampan dan berkulit manis itu, tapi ia tidak pernah peka atau sekedar menyadari, bila Yunik mau berbuat apapun untuk mendapatkan cintanya.

"Kamu si, ngeledek saja," Asrul terduduk rada jengkel.

Mahasiswa berkaca mata tebal itu tersenyum kecil bergabung dengan anggota Bem lainnya terdiam sejenak menatap Asrul tidak lantas terduduk. Anggota Bem terduduk dalam kelas, mereka hanya menunggu apa yang mau di bicarakan Wakil Ketua Bem Uns dalam rapat itu.

Asrul sudah berdiri depan kelas, pandangannya hanya melihat gadis berkulit putih itu berjalan, seraya langkah jalannya terlalu cepat di lorong koridor kampus.

***

"Mata airmu dari Solo

Terkurung gunung seribu

Air mengalir sampai jauh

Dan akhirnya ke laut ..."

Sepotong merdu penggalan lirik lagu bengawan solo terdengar sayup, suaranya terbawa angin senja berlangit kelabu. Semilir angin terasa sejuk menggerakan riak rerimbunan dedaunan pepohonan sepanjang jalan. Pengais rejeki kebanyakan laki-laki masih mengayuh pedal becak berlomba untuk mencari rupiah.

Terduduk dalam becak, raut wajahnya masih tergurat kecewa beramuk menahan rasa cemburu. Rasanya tidak peduli gadis berkulit putih itu, dengan napas terasa berat lelaki setengah baya penarik becak sejak tadi mengayuh pedal becak. Becak berhenti didepan rumah bergaya cina, tampak pilarnya terasa kokoh sekali berwarna merah, pintunya berlipat dua, dari luar tampak begitu luas sekali pelatarannya.

"Terima kasih, Pak." Yunik berikan uang pada lelaki penarik becak sempat bingung melihat uang lembaran seratus ribuan.

"Loh? Tunggu," lelaki setengah baya penarik becak itu turun cepat menghampiri Yunik.

Lihat selengkapnya