Benteng Terakhir Pernikahan

Alexa Rd
Chapter #5

Chapter 5

Nindya memicingkan matanya, memandang layar laptop yang berisi ribuan teks dari naskah yang dikirim oleh seorang pengarang baru. Sesekali tangannya menuliskan sesuatu di sebuah notebook yang tergeletak di meja. Andai tak ada masalah dengan rumah tangganya, naskah ini pasti sudah selesai dibaca dua hari lalu.

Sudah seminggu Nindya menempati apartemennya sendiri. Empat hari pertama, Bima selalu datang mengajaknya bicara. Belum pernah Nindya menemuinya lebih dari di depan pintu.

Rasanya hatinya masih sakit. Sulit sekali melihat Bima tanpa mengingat apa yang sudah dilakukannya dengan Laras.

Hari kelima, Nindya mengancam akan pindah apartemen dan tidak memberi Bima alamat barunya jika dia terus menerus datang. Dua hari ini, hidupnya lebih tenang.

Meski begitu, tidak dengan pikirannya. Setiap malam, Nindya mempertanyakan pernikahannya. Mempertanyakan apa arti dirinya untuk Bima.

Setelah pekerjaan di kantor beres, dia akan segera pulang lalu memasak untuk makan malamnya sendiri. Untuk mengisi waktu dia akan meneruskan pekerjaan yang sengaja dibawanya pulang ke rumah untuk menemani sekaligus mengalihkan pikirannya. 

Jika pada Bima dia bisa tegas untuk tak ingin bertemu, tidak demikian pada Dewi. Pulang kerja nanti dia berjanji akan menemui Mamanya.

Sebenarnya dia enggan ke rumah Dewi, Nindya belum mau bertemu dengan Laras. Namun dia juga tidak tega meminta Dewi yang datang ke apartemennya.

“Nin,” suara perempuan menarik kesadaran Nindya.

Dia menoleh ke asal suara. Setengah tubuh Sisca sudah masuk ke dalam kantornya. Dia bahkan tidak mendengar suara pintu dibuka.

“Ya, Sis?”

“Pulang kantor, kita keluar yuk. Lama gak ngumpul,” ajak Sisca.

Nindya memegangi kepalanya. “Aduh, maaf Sis, aku sudah ada janji dengan Mama,” jawab Nindya.

Sisca tersenyum lalu melangkah masuk dan menutup pintu. “Kalau kamu butuh sesuatu, atau mungkin butuh teman cerita, jangan segan hubungi aku, ya,” kata Sisca hati-hati.

Dahi Nindya mengerut. “Kenapa?” tanyanya bingung. Dia dan Sisca memang dekat, tapi belum pernah Sisca berkata seperti itu sebelumnya.

“Aku mendengar rumor ....” Sisca meringis. “Biasalah ... banyak telinga di kantor.” Mata Sisca membuat kode yang menunjuk ke arah meja Risa di depan kantor Nindya.

“Ah ....” seru Nindya baru mengerti. Seharusnya dia tidak minta tolong Risa untuk mencari apartemen.

Nindya mengangguk. “Terima kasih, Sis." 

Sisca tersenyum lalu memutar badan dan keluar dari ruangan. 

Pantas dia sering mendapati teman-temannya memandangnya dengan tatapan berbeda beberapa hari ini. Ternyata sudah ada rumor yang beredar. Nindya menghembuskan nafas panjang lalu kembali menatap layar laptopnya.

= = = = =

Lihat selengkapnya