Benteng Terakhir Pernikahan

Alexa Rd
Chapter #9

Chapter 9

Nindya melihat ponselnya. Dibacanya pesan dari Bima. Suaminya kembali mengajaknya makan malam.

Sudah dua bulan lebih. Sudah mampukah dia melihat Bima kembali? Apakah dia harus kembali pada suaminya?

Dilihatnya apartemen yang dari dulu tak pernah seperti rumah. Bagi Nindya, ini adalah tempat singgah setelah kerja, sebelum kerja kembali.

Dulu Bima adalah rumahnya, namun sekarang, melihat Bima adalah mengingat kembali lukanya. Tapi Nindya tahu dia tak bisa seperti ini terus menerus. Dia harus membuat pilihan. 

Digulirnya lagi pesan di ponselnya. Ada pesan dari Sisca. Jangan lupa besok jam 11 aku jemput.

Acara kantor. Makan siang bersama para penulis dan perilisan beberapa buku baru.

Sejak gosip dirinya pindah ke apartemen, teman-temannya lebih sering mengajaknya pergi. Apalagi sudah dua bulan lebih dia belum kembali ke rumah. Entah rumor apa yang sudah beredar.

Dirinya sendiri tak pernah ditanyai langsung, pun dia tak pernah bercerita pada siapa pun. Bercerita hanya akan membuka aib keluarganya. Bukan hanya soal Bima, namun juga Laras dan juga anak Laras nantinya. Ah, anak Bima.

Dibalasnya pesan Sisca. Oke.

Sebenarnya dia bisa saja berangkat ke sana sendiri, sebuah restoran yang tak terlalu jauh dari pusat kota. Tapi entah mengapa Sisca bersikeras menjemput.

Diletakkannya ponselnya. Kini, dibanding memikirkan soal pengkhianatan Bima dan Laras, malam-malam Nindya dipenuhi dengan pemikiran apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

= = =  

Keesokan harinya, pukul sebelas kurang lima menit, Sisca sudah menunggu Nindya di bawah. Hanya lima menit juga yang diperlukan Nindya untuk turun dan masuk ke dalam mobil.

“Ke restoran yang dulu kan?” tanya Nindya sambil menyebut nama sebuah restoran.

“Bukan. Pak Anton ingin suasana baru. Kita makan seafood nanti. Memang kamu tidak tahu?” tanya Sisca sambil melihat jalan raya.

“Tidak.” Andai dia mau membaca detail pesan dari Risa, pasti sekretarisnya itu sudah menginformasikan perubahannya.

“Untung aku jemput, kan?” imbuh Sisca lagi. Nindya hanya mengangguk.

Rupanya, acara kali ini lebih istimewa. Pak Anton, CEO mereka, bukan hanya mengundang karyawan, namun juga keluarga inti masing-masing. Ini sebabnya Sisca ingin datang dengan Nindya. 

Suami Sisca berhalangan dan dia tak ingin membawa putranya yang masih kecil. Selain itu dia tahu Nindya juga sedang sendirian. 

“Boleh duduk di sini?” suara berat seorang pria tiba-tiba mengejutkan Sisca dan Nindya yang sedang menikmati hidangan mereka.

Keduanya mendongakkan kepala. Terlihat seorang pria dengan setelah jas abu-abu tersenyum ramah.

Lihat selengkapnya