Asa bersyukur banget karena ketemu sama Cara. Cara adalah kakak tingkatnya Asa, dia udah lulus dua tahun lalu. Asa kenal pria itu karena cowok itu adalah PJ alias penanggung jawab kelompoknya jaman ospek dulu. Makanya Asa kenal, belum lagi Asa — kadang sering - sering tanya tentang tugas karena mereka satu departemen. Alhasil Asa cukup dekat dengan Cara, tapi mereka putus hubungan, setelah Cara lulus dari kampus.
“Lo mau makan di mana, Semesta?” tanya Cara, setelah mereka mendapat makanan yang mereka beli.
Asa mengendikkan bahu, "baru hari pertama kak, masih buntu. Tadi kalau nggak laperrrr— pake banget juga gue kagak keluar cari makan." Curhatnya.
“Lo masih sama.”
“Apaan deh? Nggak penting, dan oot banget.”
“Emang iya, cerewet dan suka curcol tuh lo banget... Melekat sampe ke nadi.”
“Drama! Gimana jadi makan bareng nggak? Kalau nggak gue mau makan di ruangan aja.”
“Yang ada lo di demo sama orang kantor.”
“Kok gitu?”
“Soalnya salah satu peraturan Cipta, nggak boleh makan di ruangan. Kan udah di sediain foodscape sama kantin juga, di lantai paling atas. Kalau mau makan tinggal ngambil aja, nggak perlu bayar.”
“Lo seriusan kak? Kok kak Cara nggak ngomong sih?!”
“Iya, soalnya prinsip Benua, kantor bukan tempat buat makan. Dan, kenapa gue harus ngomong?”
“Yakan, lumayan bisa makan gratis!” Cara menggerlingkan matanya. Enggan ngerespon. Karena rada emosi, Asa mendengkus. Terus nanya lagi, kali ini dia yakin pasti dijawab sih.
“Anyway, Benua siapa dah?”
“Direktur.”
Asa rada cengok gitu setelah mendengar jawaban Cara, terus Asa merespon dengan... “dih nggak sopan banget cuma manggil nama.”
“Bomat, dia nggak denger ini.”
“Yaudah terserah lo aja deh. Btw, nih kak mau makan kapan? Gue udah laper banget.”
***
Seperti biasa Bayan yang suka kalap kak au menu makan kantin sesuai selera. Pastilah dia akan mengambil banyak makanan untuk memenuhi amunisi perutnya.
Dia sampai bawa beberapa piring. Saking banyaknya Lai sampai komentar.”Lo nggak makan berapa hari, Yan?”
“Seminggu, heheh.” Bukan Bayan kalau tidak menanggapi candaan seperti itu.
“Heleh... Ngomong aja kalau lu gragas!”
Bayan abai, dia lebih memilih bersiap untuk menikmati makan siangnya.
Ketika sedang menikmati makan siangnya, mata elang Bayan mendapati Asa yang tengah celingak - celinguk sendirian udah kayak anak kambing yang kesasar jalan raya karena lepas dari penggembala dan induknya. Karena simpati, Bayan - pun panggil gadis itu. “Lameira!” yang dipanggil spontan nengok, “sini!”
Asa mendekat, terus bertanya. “Ada apa, Cap?”
“Kep? Kepet?” sahut Lai.
“Kepet ndasmu, kapten! Kali.” jawab Bayan nggak terima dengan Lai yang terkesan menghina dia.
“Dih gegayaan banget!”
“Biar sih, kan gue twinsnya Cap Hwang yang di pinnocohio itu.”
“Emang ada?”
“Ada! Pinocchio drakor, bukan yang kartun.” Bayan bertutur dengan emosinya.
Asa cuma diam, menjadi pengamat antar dua pria di depannya. Melihat Asa yang begitu, Bayan pun mempersilakannya duduk setelah menetralkan emosinya.
“Duduk atuh, Lameira.”
Karena nggak berani menolak, Asa ikut duduk sesuai instruksi kaptennya, Bayan.
“Kamu nggak makan?”