Bayan syok bukan main saat mendengar Asa ngomong seperti itu. Bayan tidak terima meskipun dia jomblo tapi dia pria tulen, bukan pria jadi - jadian yang suka sesama batang. Apalagi dia memiliki tampang rupawan dan kantong tebal. Pasti banyak wanita di luar sana mengantri meski tanpa diobral. Jadi untuk apa Bayan makan pisang , kalau saja dia suka dengan markisa.
Asa emang ada - ada aja.
Karenanya Asa pun mendapat teguran dari Bayan, Asa yang nggak enak hati pun mengutarakan maafnya. "Hehe, maaf kak."
“Hadeh... Kamu dapat teori dari mana sih?”
“Cuma nebak sih, kak.”
“Tapi cara nebakmu itu nggak etis banget buat saya.” Bayan serukan protesnya, yang direspon Asa hanya dengan ha - he - ha - he yang sangat terdengar ambigu. Melihat kelakuan Asa yang seperti itu, Bayan hanya mampu menghela napas panjangnya. Saking mentoknya mau gimana lagi.
“Kan lagi musim, kak. Heheh.”
“Hadeh... Tapi bukan berarti saya juga gitu, Lameira.”
“Asa aja Kak.” Asa mempertegas lagi, kalau Bayan harus panggil dia Asa, nama sehari - hari dia. Biar nggak ribet.
Huft, Bayan sedikit lelah berbaur dengan anak muda.
“Babay, sebenarnya lo nyuruh gue dateng tuh buat apa?” Nusa bersuara, setelah diam membisu dengan menyaksikan dua insan manusia yang heboh debat sejak tadi.
“Ahh, iya sampai lupa saya.”
“Cepetan Bay!”
“Dinus, stop!” Bayan nggak kalah ngegas dengan Nusa.
“Jangan panggil gue Dinus!”
“Kalau gitu jangan panggil Gue, Babay!”
Uwow, ada apa lagi ini? Setelah redam perdebatannya dengan Bayan. Asa dibuat kaget dengan perseteruan dua orang di depannya ini. Bocah lelaki itu berani menyentak Bayan, yang notabennya lebih tua dari dia. Apa jangan - jangan candaan Asa tadi memang benar? Terus Bayan malu untuk mengakui jika lelaki yang bernama Nusa ini adalah kekasihnya. Apalagi Nusa memanggil Bayan dengan panggilan yang terkesan kalau itu panggilan sayang 'Babay' bisa aja itu kependekan dari 'Baby Bayan.' kan?
Asa membekap mulut, tak menyangka kalau sebenarnya Bayan memang menjalin hubungan dengan Nusa.
Asa yang nggak mau mengganggu hubungan mereka pun, mau izin undur diri sebentar. Supaya dua pasangan sejoli ini menyelesaikan masalah internal mereka dengan nyaman.
“Kak Bayan?” suara Asa memecah sebentar ketegangan dari dua insan itu, posisinya Bayan sedang bersedekap dada dan menatap tajam ke arah Nusa. Dan sebaliknya Nusa juga melakukan hal yang sama seperti Bayan. Dari sikap mereka yang serupa pun sudah terlihat nyata kalau mereka satu rasa.
Sumpah Asa jadi merinding pemirsa.
“Iya, Asa?”
“Saya pergi dulu ya? Sepertinya kak Bayan sama orang ini —Nusa yang dimaksud Asa. Ada kepentingan yang kalian bahas berdua.”
“Kata siapa? Dan kamu mau kemana? Jangan pergi tetap di sini!” Bayan sudah habis kesabarannya, Asa kaget dengan omongan Bayan yang terkesan galak itu. Asa mengerjapkan matanya, dia sangat bingung. Sebenarnya situasi macam apa ini?
“Oke, saya harus segera meluruskan semua ini. Jadi tolong Lameira dan Dinus duduk di tempat.” Bayan mengucapkan dengan suara yang sudah ia rendahkan tidak berapi - api seperti tadi.
Asa dan Nusa menurut tanpa protes.
“Pertama, untuk Lameira. Dinus bukan pacar saya seperti dugaan kamu, dia adalah adik saya. Jadi hentikan pikiran anehmu itu.”
“Kedua, untuk Dinus. Gue mohon lo minta maaf sama Asa tentang —“
“Sek, bentar kenapa gue harus minta maaf sama mbak ini?” Nusa menunjuk Asa dengan jari telunjuknya, menpertegas kalau yang dimaksud 'mbak ini' adalah Asa.
“Diam, dan dengarkan dulu Dinus.”
“Bang please atuh, jangan panggil Dinus. Gue bukan kampus.”
“Jangan banyak protes sebelum masalah ini kelar.” Bayan menukasnya dengan tegas.
“Kenapa lo harus minta maaf? Yaa tentu aja karena lo salah. Gue udah bilang ke lo kan, kalau nitip berkas penting ke perusahaan atas nama Benua. Lo bilangnya harus DIO— D.I.O. Tetapi lonya nggak gitu, dan lo tahu karena ulah lo Asa jadi korban.”
“Korban gimana?” Nusa masih belum paham apa yang dimaksud oleh Bayan.
“Ya korban, kegendengan Benua. Lo tahu kalau Benua tuh rempong banget kalau soal nama, dia nggak mau kalau nama rumahnya tuh di ekspos ke khalayak umum.”
“Kok bisa gitu? Ya mana gue paham sih. Gue pikir yaa lo cuma bercanda aja, nggak serius pas bilang ke gue kalau nganter berkas 'untuk pak Dio.'”
“Apakah kelihatan bercanda waktu itu?”
“Iyalah anjir, lo hidup aja udah lawak banget. Terus yaaa, kelihatan banget kalau lo bercanda, kok bisa gitu nama Benua jadi Dio, jauh banget anjritt.”
“Jangan oot, Dinus. Kita lagi serius.”
“Gue nggak oot, memang itu kenyataannya. Tanya aja sama Asa, kalau lo nggak yakin.”