Asa sudah mulai terbiasa dengan pekerjaannya yang super banyak. Dan syukurnya, Bayan selalu membantunya. Cap Bayan memang mentor terbaiknya. Bayan juga membantu dia mencarikan beberapa referensi jurnal dan buku untuk menyelesaikan masalah yang akan diangkat di skripsinya nanti.
Mungkin karena Asa yang sering curhat sama Bayan perihal kerjaannya yang begitu bejibun. Sampai-sampai Asa belum sempat mengirim laporan magangnya yang sudah di tagih oleh Bu Ati.
Bahkan diwaktu senggangnya Asa nggak bisa menyentuh sama sekali laporannya. Karena waktu senggangnya ia gunakan untuk istirahat — saking capeknya dia. Sekalinya Asa niat, tapi kerjaan tiba dengan cara rombongan. Dio akan merundung dengan banyak pesan...
BEO
Asa, tolong laporannya jangan lupa.
Asa, hasil notulen rapat yang tadi jangan lupa dilampirkan yaaa.
Asa, besok kita ke kemang ya, cek produksi majalah yang baru.
Dan masih banyak lagi pesan lainnya yang berisi titah.
Ngomong - ngomong soal nama kontak Dio, Asa memang sengaja memberi nama 'BEO' singkatan dari nama beliau Benua - Dio. Dan ternyata pas sekali dengan sikap Dio yang suka ngoceh — suka memerintah sepanjang waktu. Cocok sekali, dan bisa sekebetulan itu. Burung beo dan Dio merupakan makhluk Tuhan yang sebelas - duabelas serupa kelakuannya.
“Sa lagi sibuk?” Asa yang sedang serius mengerjakan laporan pun tersentak kaget.
“Kaget saya Cap.”
“Maaf, kamu lagi sibuk banget kayaknya.” Bayan bilang gitu karena tadi Bayan nggak sengaja melihat tumpukan berkas di mejanya.
“Nggak kok Cap, ini lagi nyicil laporan... mumpung pak dir lagi nggak cerewet.” Asa berbisik saat mengatakan sesuatu yang berbau tentang Dio.
“Ohh gitu, berarti sibuk dong ya?”
“Nggak terlalu kok, Cap. Kenapa?”
“Saya mau cek proyek baru di daerah pasar baru, saya mau ajak kamu kalau kamu senggang.”
“Boleh tuh, saya nggak sibuk banget kok.” Ucap Asa antusias.
“Beneran?” Asa mengangguk, “tapi saya izin dulu ke Pak Dio.”
“Kalau kamu mau tinggal berangkat aja, saya udah tanya sama Dio. Kata Dio, 'kalau Asanya mau dan nggak keberatan silakan aja'”
“Sumpah? Cap nggak lagi bercanda kan?” Asa terkejut tidak menyangka, Pak Dir sebaik itu. Tumben banget.
“Ya udah kalau gitu saya nganterin berkas yang udah saya cek ke ruangan Pak Dir dulu.”
“Oke saya tunggu di ruangan Kai, yaa. Nanti pulang selesai istirahat yaa, sekalian makan siang di luar.”
“Oke Cap, nanti saya susul.”
***
Dio melihat berkas yang baru saja diantar oleh Asa. Dio cukup puas dengan semua pekerjaan Asa, meskipun baru satu bulan tapi gadis itu mampu menyeimbangi kinerjanya. Yaa meskipun gadis itu selalu mengeluh, tapi Asa nggak pernah melalaikan tugasnya.
Pernah ada kejadian, sepertinya itu terjadi minggu lalu. Di mana Dio ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggalkan — Dio harus lembur. Karena Asa merasa ini adalah salah satu tugasnya, mendampingi Dio saat bekerja. Gadis itu juga jadi ikutan lembur. Padahal Dio sudah mengingatkan kalau Asa bisa pulang, tapi gadis itu menolak. Katanya “nggak apa - apa, Pak. Saya di sini sampai jam delapan aja kok.”
Dio nggak bisa memaksa alhasil dia membiarkan Asa menemani sekaligus membantunya untuk beberapa kerjaan yang bisa Asa bantu. Ketika Asa lagi serius melakukan pekerjaannya dia terlihat begitu lucu, apalagi sewaktu Asa menyelipkan anak rambutnya yang berantakan di daun telinganya. Dio rasa Asa terlihat... Ehem — cantik.
Dio mendadak beku, saat tak sengaja dalam pikirannya terbesit kata itu untuk Asa.
Asa yang merasa diperhatikan sampai sebegitunya oleh Dio pun merasa nggak nyaman, karenanya Asa pun menegur Dio dengan, “ada yang aneh, Pak?”
“Eh — nggak kok, saya cuma ngingetin kalau udah mau jam delapan. Kamu bisa pulang.” Dio menjawab sekenanya aja, karena dia terlalu fokus dengan pikiran ngalor - ngidulnya. Sampai-sampai nggak sadar kalau dia diajak bicara sama Asa.
“Loh iya po? Udah mau jam delapan.”
“Iya... Udah sana pulang.” Dio menunjukkan jam digital yang ada di meja, terus menyuruh Asa untuk segera pulang.
“Tapi Pak ini belum selesai loh?”
“Nggak apa - apa nanti biar saya aja yang menyelesaikan.”
“Bapak beneran nggak apa - apa?”
“Iya! Kamu tahu, kalau kamu ngomong gitu kesannya kamu tuh bukan anak magang. Tapi beneran tenaga profesional."
“Heheh, udah terbiasa soalnya.” Jawabnya super jujur dan diakhiri dengan kekehan lucu.
“Udah sana cepetan pulang.”
“Iya,saya buatin kopi dulu buat Pak Dio ya? Biar nggak ngantuk.”
Mendadak jantung Dio berdegup kencang.