Sejak tadi di ruangan kongko para pria dewasa idaman alias Bayan, Kai dan Lai, lagi ramai membahas Asa yang ternyata diam - diam udah punya buntut.
Rentetan pertanyaan umum ala - ala netijen julid pun terlontar, seperti...
“Kamu udah nikah Sa?”
“Atau Bumi anak kamu sama pacar kamu?”
“Atau jangan - jangan kamu jadi single mom, karena tinggal lelaki yang tak bertanggung jawab?”
Kai yang tak menyangka dengan cerita Bayan, memberondong banyak pertanyaan kepada Asa. Sebisa mungkin Kai harus mengorek banyak informasi. Karena Kai tidak menyangka gadis sepolos Asa bisa memiliki anak di usia muda, apalagi tanpa suami. Bukankah itu sangat amazing pemirsa.
“Ayo dong berhenti, kan udah ku udah bilang, kalau Bumi adik aku.”
“Nggak usah bohong Asa, jujur aja.”
“Tau ah, capek aku. Terserah kalian maunya gimana.” Asa sudah lelah untuk menjelaskan pada para lelaki yang hampir tiga puluhan itu.
“Sa?”
“Apalagi? Kalau kak Bayan mau tanya - tanya soal Bumi yang anak aku. Mending nggak usah aku capek ngejelasinnya.”
“Tapi lo beneran nggak bohongkan, Sa?”
“Ya Tuhan, udahlah terserah kalian aja.” Asa beneran udah kesal dan dia membiarkan Bayan, Kai dan Lai menggosipkan tentang dia.
Pasti gara - gara Nusa ini, dia mengatakan yang nggak - nggak soal Bumi ke Bayan. Padahal Asa sudah menjelaskan dengan rinci kalau Bumi bukanlah anaknya. Tapi cowok itu tetep kukuh dengan asumsinya kalau Bumi adalah anaknya Semesta. Nusa bilang lebih percaya sama Bumi, karena dia menganut paham 'anak kecil nggak pernah bohong.' padahal pepatah itu hanya bualan saja. Soalnya Bumi tuh pandai berlakon kadang dia suka bohong ke Mama kalau males digodain kakaknya. EDAN, emang sih si Nusa. Sampai-sampai para kumpulan Bujang lapuk pada percaya. Mana Bayan kemarin melihat sendiri Bumi yang manggil Asa Mama.
“Kenapa ribut - ribut?”
“Ini loh Kai sama Bayan ributin soal anaknya Asa, Ben.” Lai jawab pertanyaan Dio yang tiba - tiba masuk le ruangan.
“Anak?”
“Iya yang kemarin kita ketemu di time zone, itu loh.” Bayan yang jawab sekarang.
“Bumi, maksudnya?” Dio bertanya untuk memastikan.
“Iya, masih inget aja lo.”
Dio hanya senyum tipis doang, terus dia mengalihkan pandangan ke Asa. Terlihat sekali kalau gadis itu sedang kesal. Meskipun dia kelihatan serius banget megang kerjaannya tapi ketara sekali kalau gadis itu menahan emosi.
“Semesta?” Asa toleh ke sumber suara, ternyata Dio yang memanggilnya. Dia menatap penuh sendu, Dio jadi nggak tega dengan itu. "Kamu nggak apa - apa?"
Pecah, tangis Asa pecah. Dia tiba - tiba menangis karena nggak sanggup menahan rasa sesak di dadanya. Asa kesel kenapa pada nggak percaya dengan omongan dia. Padahal Asa sudah jujur, tapi mereka nggak percaya. Dan memang sesakit itu hatinya. Sampai Asa sudah nggak tahan lagi menahannya.
“Asa kamu nangis?” Dio dengan cepat menghampiri Asa, dan tindakannya itu meninggalkan rasa kejut untuk yang lainnya dan sedikit menaruh rasa curiga — jangan - jangan dia punya rasa.