Karena Asa lagi senang banget hari ini, dia mengajak adik bungsunya untuk membeli jajanan yang Bumi suka. Apapun itu Bumi bebas memilih, Asa yang minta.
Namun karena Julid adalah nama tengahnya, membuat Bumi tidak langsung mau tapi melempar pertanyaan, “tumben mbak Sa baik?” kurang diajar memang, di baikin malah suudzon.
“Kamunya mau nggak? Kalau nggak mau ya malah syukur. Mbak pergi jajan sendiri.” Asa membalasnya dengan dramatis, cewek itu dengan cepat melengoskan kepalanya untuk tak berhadapan lagi dengan adiknya. Ketika Asa melangkah ─ hendak pergi, suara Bumi menghentikannya.”Mbak mau! Perlu minta uang Papa, ndak?”
Tapi Asa masih abai, dia tetap berjalan membiarkan Bumi dengan sujata ocehannya. “Mbak Sa, aku nggak serius tadi cuma bercanda.”
Asa masih setia dengan aksinya, hingga tiba di saat Bumi berlaku dramatis untuk kesekian kalinya, “Kok Mbak gitu? Katanya sayang sama adek.” pilu banget suaranya, Asa jadi nggak tega. Meskipun dia tahu — mungkin itu bagian drama yang Bumi buat. Tapi namanya kakak, mana tega dia berlaku lebih keterlaluan dari ini.
Karena kakak - kakak lakinya, nggak pernah jahil yang keterlaluan sama dia. Meskipun mereka suka menggoda tapi apapun yang Asa mau pasti mereka bakal ngasih, maklum Asa kan mantan anak bungsu jadi dimanjain sama para Abang. Tapi itu nggak jadi, soalnya pas dia kelas tiga SMA tiba-tiba Bumi brojol. Jadi dari perlakuan kakaknya Asa bisa menyimpulkan kalau jadi kakak itu harus baik, meskipun suka menggoda adik adalah kerjaannya bahkan menjahili sampai nangis juga pernah. Tapi Asa tetap sayang sama adiknya.
“Ya udah ayo,” seru Asa, dari depan — posisi Asa berada di beberapa meter di depan Bumi
“Iya ayo!” Bumi malangkah dengan kaki kecilnya, mendekati kakaknya. Kemudian dia bilang, “Mbak gendong.”
“Dih, nglunjak.”
“Nggak mau tahu, gendong pokoknya. Buat hukuman, kan mbak Sa udah bikin aku kesal.”
“Hilih, alasan lo mah.”
“Mbak! Nggak boleh ngomong gitu sama anak kecil, dimarahin Mama sama Bang Riu loh.” Bumi ngegas ngomongnya, mengingatkan Asa agar tidak ngomong lo - gue sama dia. Karena dia masih kecil — wejangan yang selalu Bumi ingat karena nggak mau kena omel Mama.
Akhirnya...
Asa menggendong adiknya, kan sudah dibilang kalau Asa sayang sama Bumi. Jadi mau gimana pun ulah absurd adiknya Asa tetap melakukan apa yang Bumi mau kalau dia mampu.
Setibanya di Alfaindo, Asa menurunkan adiknya. Capek ceunah, ternyata adiknya berat juga. Padahal kayaknya — kalau dilihat Bumi nih seucrit tapi pas digendong ternyata mantep juga.
“Beneran sepuasnya nih mbak?”
“Iya, mau jajan apa aja terserah kamu.”
Bumi yang asik ke sana - ke mari mencari snack kesukaan masih saja mengoceh yang harusnya nggak perlu, seperti...
“Mbak aku serius mau nanya,” gayanya udah kayak anak gede banget ngomongnya, si Bumi.
“Nanya aja dek.”
“Tapi mbak janji jangan marah, ya?” Asa ngangguk aja biar cepet. “Mbak baru dapat uang lotre ya? Makanya bisa jajanin aku banyak?”
Asa terkekeh mendengarnya. Bisa nggak sih sekali aja Bumi tuh beneran jadi anak kecil aja, nggak usah kepo sama yang bukan perlu dia tahu. Tapi seru sih punya adik kayak gini, biasanya bocah empat tahun otw lima, kan cuma iya - iya aja kalau di suruh. Paling mentok juga nakal ngeyel, tapi Bumi beda. Asa sadar itu, karena memang Bumi besar di ruang lingkup orang yang berbeda, makanya dia jadi kebawa. Soalnya pas Asa kecil dulu, nggak kayak Bumi. Orang - orang rumah masih biasa aja, nggak kayak sekarang, apa - apa pasti di kritisi sama yang lebih tua. Kalau kata Mas Rigel sih biar jadi anak baik, dan nurut sama yang lebih tua. Tapi hasilnya? Bumi malah menjadi anak julid sebelum waktunya.
Asa jongkok, menyamakan tingginya dengan adiknya yang baru setinggi lutut Asa tapi lebih tinggi dikit. “Mbak baru dapat gaji dek, jadi adek boleh jajan apa aja. Udah jangan nanya lagi oke?” Asa ngomong gitu sambil ngelus pelan kepala adiknya. Tapi bukan Bumi kalau nggak protes, “aku bukan anak kecil mbak.”
“Dih, ngakunya. Tapi tadi minta gendong.” Asa balik mencibir adiknya.
“Berarti mbak udah punya uang sendiri? Nggak minta Abang - abang lagi dong?” ya Gusti, baru aja dikasih tahu, nih bocah satu emang.
“Ya masih minta dong, biar uang mbak makin banyak, nanti bisa jajan banyak - banyak sama dek Bumi.” Asa dengan bangga bilang gitu sama adiknya, tapi kan emang benar kata Asa. Selagi ada kakak yang bisa mengayomi, ya jangan disia - siakan atuh.
“Dahkan? Ayo ke kasir.”
“Gaskeun,” yang lebih kecil menjawabnya penuh semangat.
Ngomongin salary, Asa memang baru dapat gaji pertama yang tidak pernah disangka oleh dia. Karena dia sadar diri cuma anak magang, bisa makan enak eksklusif setiap makan siang aja Asa bersyukur. Di tambah - terkadang Asa dapat starbak dan bridtalk gratisan dari Bayan setiap menjelang jam tiga, melalui abang Gasjol. Pasti Bayan akan mengirim pesan ketika abang gasjolnya sampai,
Kak Bayan :
Asa!
Bang gasjolnya udah sampe,
Tolong diambil kopi dan rotinya,
Biar kamunya nggak stres mikirin orang identitas dobel.