BENUA ASA

Nana
Chapter #16

16. Healing feat Fight

Asa yang sudah terlalu sebal dan nggak mau pusing gara – gara hal kemarin. Akhirnya Asa memutuskan untuk pergi saja ke rumah neneknya. Hitung – hitung biar Asa nggak stres gara – gara kelakuan bapaknya. 

Mamanya senang banget ketika Asa ngomong kalau dia mau ke rumah neneknya. Apalagi Asa bilangnya mau beberapa hari di sana, kalau bisa sih sampai hari liburnya selesai. Makin senang tuh mamanya dengan keputusan Asa. 

Tapi tidak dengan para Abangnya Asa, bukan yang nggak senang karena adiknya mau ke rumah neneknya. Tapi menurut mereka ada yang aneh dengan sikap adiknya. Karena baru kali ini Asa mau ke rumah neneknya sendirian. Biasanya mah ogah banget dia, apalagi rumah nenek mereka di pucuk gunung, desanya sangat sepi, nggak banyak penduduk, dan kalau malam hari gelap dan susah sinyal. Asa benci banget kalau disuruh ke sana. Karena tempatnya yang jauh dari beradaban, mau ke mana pun susah. Tapi sekarang? Dia dengan suka rela menyetujui dengan gampang. Bukankah itu hal yang aneh dan patut dipertanyakan.

Gimana para Abangnya nggak pada bingung? Meskipun semua kakaknya bingung tapi yang maju untuk bertanya ke Asa adalah kakak nomor duanya yaitu Bang Rion. Kakak yang paling dekat dengan Asa, apapun itu pasti Asa yang berstatus sebagai ‘gagal jadi anak bungsu’ itu akan suka rela bercerita dengan jujur kalau dengan Orion.

Orion mendekati adiknya yang sedang sibuk nge – chill di depan tv besar di kamarnya sambil di temani beberapa toples cemilan dan segelas orange jus yang menjadi pelengkapnya.

“Dek?” Orion panggil adiknya, dan secara otomatis Asa tengok ke arah Abangnya. 

“Kok nggak ketuk pintu dulu?” Orion menggaruk kepala bagian belakangnya yang tak gatal, dan langsung memilih duduk di dekat Asa daripada menjawab pertanyaan adiknya. Karena bagi Orion percuma juga kalau dia jawab toh dia sudah terlanjur masuk juga, kan? jadi nggak terlalu penting untuk dipermasalahkan. 

“Dih, malah ikutan duduk,” Asa protes, tapi dia tetap sedikit menggeserkan tubuhnya untuk memberi tempat untuk kakaknya. Seru protes Asa ditanggapi dengan senyum pepsodentnya Orion, dengan menunjukkan deretan giginya. 

Melihat kelakuan kakaknya Asa hanya sanggup menggerlingkan matanya dan sedikit berdecih atas kelakuan kakaknya. “Abang nggak jelas banget,” Asa biarkan kakaknya yang sedang mangkal di sana, Asan pun kembali ke rutinitasnya yaitu menonton drama tebaru netfliks yang sedang hit sekarang ini. 

Sambil menikmati keripik singkong baladonya Asa nampak serius melihat tv layar besar yang ada di sana. Nggak seberapa lama dari itu tiba – tiba Orion membuka suaranya setelah berhasil merangkai kata yang sesuai untuk adiknya. Sebenarnya Orion sudah paham dengan tabiat sang adik, namun hal yang akan dibahas ini, mungkin sedikit sensitif untuk Asa jadi Orion harus berhati – hati saat berkata nanti. 

“Abang boleh nanya, nggak?” Asa mengangguk cepat dengan mulut yang masih penuh dengan keripik yang baru saja masuk dalam mulutnya. Pandangan Asa juga masih fokus ke layar tv besarnya. 

Orion yang mendadak ngelage lagi pun diam sebentar sambil menggaruk tengkuknya secara otomatis meskipun itu tidak gatal. 

Sebenarnya secara diam – diam Asa melirik sedikit ke arah Abangnya, tapi Asa sengaja cuek aja kalau kakaknya itu nggak membuka suara dulu. Meskipun dalam hati Asa sudah sedikit menduga maksud dari datangnya kakak nomor duanya itu. Pasti itu bersangkutan dengan ...

“Alasan spesifik kamu mau ke rumah nenek apa?” setelah beberapa saat berlalu, Orion sampaikan pertanyaannya. Pertanyaan sederhana yang cukup memacu adrenalin Orion, dan tentu saja kalimat itu telah melalui filtrasi yang sangat ketat.

Dan respons yang Orion dapat hanyalah hembusan napas Asa yang terdengar pasrah dengan keadaan. “Emang kenapa sih kalau aku ke rumah embah?” tanya Asa dengan ambigu ─ karena Asa udah nggak tahu lagi mau bersikap bagaimana. Ini bukan pertanyaan pertama yang Asa dapat karena Asa mendadak mau menjenguk neneknya di kampung. Selesai makan malam tadi, Kak Rigel juga bertanya terus hanya selang beberapa menit setelah kak Rigel pergi. Mas Riu juga bertanya dengan pertanyaan yang serupa. Bukankah itu menjengkelkan? Emang salah banget gitu? Kalau Asa pergi ke rumah nenek sendirian. 

“Ya nggak biasanya aja dek,” sahut Orion menimpali. 

“Kan simbah lagi sakit, simbah juga kangen katanya. Jadi nggak ada alasan untuk nggak ke sana. Toh aku lagi libur juga, jadi biar sekalian.”

Orion mengerti dengan itu tapi tetap saja Orion belum puas dengan jawaban sang adik, maka dari itu Orion bilang... “kamu nggak sedang melarikan dirikan?” meskipun agak kasar kalimatnya, tapi ya mau bagaimana lagi? Soalnya Orion sudah nggak tahan lagi. 

“Melarikan diri? Kabur maksud Abang?’ Asa lebih memperjelasnya lagi.

Orion mengangguk, “Iya, kamu ada masalahkan? Kalau ada cerita sama Abang jangan main kabur aja.” 

Miris, karena Asa merasa tertohok dengan ucap an kakaknya, tapi Asa mencoba mengelaknya dengan, “Dih, sok tahu banget Abang. Nggak ya.” 

“Kamu jujur sama Abang, atau Abang buka semuanya pada Mama.”

*** 

Rasa pegal dan lelah yang Asa rasakan mendadak hilang ketika pagi ini Asa bisa menghirup udara sesegar ini dan sesejuk ini. Udara yang tidak akan Asa dapatkan di ibukota. 

Asa baru aja bangun tidur setelah mendapatkan istirahat yang cukup. Asa baru sampai di rumah nenek pukul empat pagi tadi, hampir sepuluh jam perjalanan dari Jakarta ke Wonogiri. Meskipun Asa capek banget tapi Asa merasa senang ketika lelahnya di sambut udara sejuk dan cuaca yang cerah. 

Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, namun udara di sini masih sejuk dan dingin, sinar matahari yang mulai terik tidak bisa melawan udara dingin yang ada. Karena memang sedingin itu udara di sini. Mungkin karena rumah neneknya di daerah pegunungan makanya udaranya masih asli ─ tanpa adanya polusi.

Seperti biasa kalau Asa di rumah neneknya, yang Asa lakukan adalah duduk di salah satu bahu jalan yang terletak di depan rumah neneknya. Kalau pagi, di sana pasti ada perkulen alias perkumpulan nenek – nenek. Bukan cuma Asa yang di sana tapi juga ada neneknya Asa dan para nenek yang lain (tetangga neneknya Asa).

“Kapan sampainya nduk?” tanya salah satu nenek yang di sana. 

Lihat selengkapnya