Berandal Jatuh Cinta

gleoriud
Chapter #1

Satu

Motor besar itu meluncur dengan kecepatan tinggi, menerobos malam yang sunyi. Si pemilik seperti tak peduli akan resiko kecelakaan yang akan menimpanya saat ini. Satu tujuannya, rumah orangtuanya.

Wajah di balik helm itu, meringis menahan sakit, dia bisa merasakan cairan hangat menetes dari beberapa luka di wajahnya. Tapi, laki-laki bernama Leon itu merasa puas. Bukankah laki-laki sejati harus menggunakan tinju besarnya untuk menyelesaikan masalah? Pram perlu dikasih pelajaran. Sayangnya, Pram berlaku curang dan main keroyok.

Motor melambat di depan pagar tinggi yang di cat bewarna putih. Di dalam sana, berdiri megah rumah mewah dan besar bergaya Eropa klasik. Sepintas lihat saja, orang bisa tau, betapa kayanya pemilik rumah.

Pintu pagar terbuka otomatis. Leon langsung meluncur masuk. Sesekali dia meringis menahan sakit.

Tak butuh waktu lama baginya, setelah menekan bel beberapa kali, seraut wajah muncul dengan ekspresi seperti biasa. Geram dan bosan. Akan tetapi Leon tak peduli, tak ada yang lebih membahagiakan selain pulang ke rumah orangtuanya. Bahkan dalam kondisi babak belur begini.

"Apa lagi kali ini?" Suara papanya menggelegar memenuhi ruangan besar rumah itu. Mata tajamnya meneliti wajah Leon yang penuh darah dan luka robek. Untung saja namanya tidak bangun, kalau tidak, mamanya pasti ikut mengomel.

"Nanti Leon jelaskan, Pa. Leon ingin istirahat." Leon mencoba menerobos. Namun, walaupun papanya sudah berumur, dia masih kuat dan tangkas. Sekali dorong, Leon tersentak mundur ke belakang.

"Pa, Leon mohon. Luka ini butuh alkohol dan dijahit. Hanya Prisil yang bisa melakukannya."

Prisil adik Leon satu-satunya. Dia berprofesi sebagai dokter umum. Hanya Prisil yang tak berseberangan pemikiran dengan dirinya. Adiknya itu, adalah satu-satunya orang yang mengerti dirinya.

"Sepuluh menit, hanya sepuluh menit. Setelah itu kau harus pulang ke rumahmu!" Tegas tak terbantahkan.

"Pa!" Leon hendak protes.

"Atau jangan masuk satu detik pun."

"Oke, baiklah!" Leon pasrah. Luka itu harus diobati sebelum infeksi. Sepuluh menit lebih baik dari pada tidak sama sekali.

Walaupun menggerutu karena tidurnya terganggu, Prisil tetap mengobati luka Leon dengan telaten. Ini entah yang keberapa kalinya, sang kakak pulang dalam keadaan babak belur.

"Kakak kapan berubahnya sih? Kakak bukan anak SMA lagi, sebentar lagi mau wisuda, apa nggak bisa kakak berhenti berkelahi dan berkeliaran di luar sana."

"Mulai lagi ceramahnya," sahut Leon. Dia bangkit setelah wajahnya di penuhi plester luka.

Prisil, adalah gambaran kebalikan dirinya. Gadis itu begitu lembut dan anggun. Entah gen siapa yang ada pada gadis itu.

"Kak, status kakak saat ini sudah menikah, artinya kakak adalah imam dalam keluarga, aku rasa...."

"Sudah ceramahnya! Kakak mau tidur." Leon bangkit, meninggalkan Prisil yang menggelengkan kepala putus asa.

Tapi agaknya keinginan untuk bisa bermalam akan gagal. Buktinya, papanya sudah berdiri di pintu kamar Prisil.

"Sepuluh menitmu sudah habis. Kamu bisa pilih, berjalan sendiri keluar rumah, atau papa minta pak Dodo menyeretmu."

"Leon bisa jalan sendiri."

"Bagus." Papa Leon tersenyum puas.

"Kalian semua begitu tega padaku," kata Leon.

"Sejak kau menikah dua bulan lalu, kau tak bisa lagi pulang ke rumah ini tanpa membawa istrimu."

Mutlak, Leon tau, jika dia adalah orang yang keras, maka papanya jauh lebih keras pada dirinya. Leon tak punya pilihan, selain meninggalkan rumah walau sedikit mendengus.

Lihat selengkapnya