Seperti tawanan, aku dibiarkan hidup tapi mati. Kemanapun aku pergi, mereka selalu mengejarku. Aku terlahir di dunia yang keras. Dunia dimana luka dan pesakitan adalah hal yang biasa. Tidak ada hati disana…tidak ada. Semua hati telah mati. Tapi aku? Seorang perasa yang dipaksa untuk mematikan hati.
Aku memiliki seorang istri dan juga seorang anak. Aku dikurung di kamp konsentrasi karena berani-beraninya menikah dan memiliki keturunan. Mereka bilang jika aku telah melanggar peraturan besar. Sebuah peraturan yang mereka buat sendiri dan mereka khususkan untukku.
Peraturan tak berperikemanusiaan.
“Kau boleh bercinta dengan wanita manapun, tapi jangan pernah ada pernikahan,” kata mereka berkali-kali. Aku diperlakukan seperti hewan peliharaan.
Tapi aku memiliki nurani sebagai manusia. Istriku, dialah seseorang yang membuka hatiku untuk menerima hidup yang Tuhan berikan sebagai takdir. Iya takdir, namun terkadang memang sepelik ini.
Aku jatuh cinta padanya. Istriku. Tapi sayangnya dia jatuh cinta kepada laki-laki lain. Nama laki-laki itu adalah Arkan. Sering ia memanggilku dengan nama itu. Berkali kukatakan bahwa namaku Ken bukan Arkan. Tapi sepertinya sia-sia, istriku mencintai laki-laki itu sampai di alam bawah sadarnya. Apakah istriku tukang selingkuh? Tidak. Kesalahan terbesar yang ia lakukan padaku adalah dia selalu menyebut nama Arkan ketika memanggilku. Aku benci dan marah padanya. Membabi buta, marah besar atas kesalahan kecil yang ia lakukan. Baginya kesalahan menyebut nama adalah hal yang sepele, tapi bagiku ini adalah masalah besar.
Namamu Ken bukan Arkan.
Istriku, dia adalah seorang istri yang malang. Sungguh malang. Ditakdirkan dengan laki-laki sepertiku. Seharusnya pendamping hidupnya adalah seseorang yang terhormat. Mungkin laki-laki bernama Arkan itu. Laki-laki yang selalu ia sebut namanya.
Semakin banyak luka yang aku berikan padanya semakin ia terlihat bahagia. Ia seolah menerima dengan senang hati atas semua perlakuan kasarku. Aku tahu hatinya begitu terluka karena ulahku. Tapi ia tetap bahagia. Tetap bahagia adalah caranya untuk balas dendam kepadaku. Kebahagiaan yang selalu dimilikinya telah membuatku sakit. Dia memiliki kebahagian lain. Dunia dimana ia menemukan bahagia dengan cara yang berbeda. Masa lalunya. Dia memiliki masa lalu yang begitu indah. Masa lalu yang selalu terbayang olehnya. Masa lalu yang membuatnya terus bahagia hingga ia lupa untuk menangisi kehidupan yang sesungguhnya pahit.
Sekali jatuh cinta dan aku harus menderita seperti ini. Istriku menerimaku hanya karena aku mirip dengan lelaki di masa lalunya. Dia mencintai orang lain, bukan mencintaiku. Aku menyesal, mengapa aku harus terlibat dalam dunia percintaan semacam ini. Aku hanya ingin menikahi satu wanita dan memiliki banyak anak darinya. Membesarkan anak, menua lalu menjadi seorang kakek dan ia menjadi nenek dengan cucu-cucu kami yang lucu. Mati dengan segenap doa dari anak dan cucu. Berlebihankah keinginanku?
Tentu saja berlebihan, karena aku adalah seorang penjahat. Penjara adalah tempat yang tepat untukku bukan sebuah rumah bersama istri dan anak.
Dia hanya diam. Tidak pernah mengeluh apalagi meneteskan airmata. Saat aku pergi tanpa kabar, dan saat ia berjuang sendirian untuk bertahan hidup. Ia pun berjuang sendirian untuk menghidupi anak kami. Tak pernah ada aku disana. Dia sangat tahu keadaanku. Dia telah mengambil resiko menjadi istri seorang mafia.
“Kau hanya pergi, tapi hatimu tak pernah pergi,” kata istriku sembari memelukku.
Lalu istriku menangis, menangisi cinta masa lalunya. Bukan menangisiku.
“Aku terluka jika kau memikirkan laki-laki itu seperti ini, jika kau seperti ini, pergilah, temui dia, katakan jika kau mencintainya sedalam ini. Aku akan pergi. Namun saat kita berpisah nanti, biarkan aku turut memiliki Arimba, anak kita. Biarkan aku menjadi seorang ayah,” kataku sambil mengusab wajahnya yang basah.
Entah dimana letak kesalahanku? Setiap kali menyebut nama itu dia akan histeris. Dia berteriak, menangis dan meremas apa saja yang sedang dipeganganya dengan penuh amarah. Lalu aku memeluknya, mengatakan jika semua akan baik-baik saja. Aku mengusap rambutnya dengan lembut. Dia diam dan terlelap dalam pelukku. Namun ia menyebut nama itu lagi dalam tidurnya. Ia adalah dramaku, seorang mafia yang menikahi wanita yang tidak bisa move on dari mantan kekasihnya. Tapi selain istriku, adakah wanita lain yang sudi menikah dengan lelaki sepertiku. Lelaki dengan masa lalu yang kelam dan masa depan yang suram.
Istriku selalu berharap akan ada sebuah keajaiban terjadi pada rumah tangga kami.
“Kau berharap aku akan sepenuhnya menjadi Arkan-mu itu ?” kataku padanya.
“Aku hanya ingin kau memiliki hatiku sepenuhnya hingga tak tersisa sedikitpun untuknya, aku ingin kau selalu didekatku agar tak ada sedikitpun ingatan tentang dirinya. Sungguh aku berharap akan mencintaimu seutuhnya. Aku ingin kau selalu berada di sisiku, menghempaskan semua sepi yang selalu mengikutiku. Aku tak ingin kau tiba-tiba pergi seperti ini.”
Mereka membunuhku perlahan. Mereka tidak mengijinkanku untuk hidup normal.