Dampak yang diciptakan oleh media sosial sebesar ini. Arimbi seperti kehilangan separuh jiwanya. Ia tak bisa menjalani hari dengan normal.
Orang tuanya teringat peristiwa beberapa tahu yang lalu. Saat putrinya masih menjadi wanita lajang. Ia selalu menanyakan tentang calon pasangan hidup tanpa pernah tahu jika putrinya mengalami trauma karena peristiwa bullying di masa SMA. Seseorang bernama Arkan telah membuat Arimbi jatuh cinta. Namun membuat Arimbi patah hati. Mengatakan semua hal yang terjadi di masa SMA adalah lelucon. Bercanda, tidak ada hati disana. Arimbi yang sudah terlanjur yakin kemudian terluka, merasa dipermainkan. Selepas itu ia tidak ingin mengenal lelaki manapun, ia tidak ingin bertemu lagi dengan orang-orang yang menjadikan hatinya sebagai tempat untuk bermain, bersenang-senang dan bersendau gurau.
Orang tua itu menangis sambil menutup kamar Arimbi. Putrinya selalu menuruti apapun yang ia katakan. Putrinya terus belajar mencintai menantunya yang kasar dan suka bertindak semena-mena. Demi ayah agar bahagia, putrinya rela melakukan apapun. Meski ia harus menderita, ia ingin selau terlihat bahagia dihadapan kedua oranguanya.
Unggahan di media sosial itu adalah salah satu masalah yang Ken hadiahkan untuk Arimbi. Sebelum itu sudah banyak sekali masalah yang terjadi, tapi Arimbi selalu bersikukuh untuk mempertahankan rumah tangganya.
Setelah lulus SMA, Arimbi memutuskan untuk merantau. Ia akan pulang jika sudah berhasil membawa laki-laki sebagai calon suami. Baginya hidup bisa jadi se-sederhana itu. Tapi apa yang terjadi. Karena luka dari masa sekolah membuat hatinya selalu tertutup. Sekian tahun berlalu ia masih saja menjadi wanita muda yang takut mengenal cinta.
Arimbi adalah anak tunggal, namun tidak membuatnya menjadi seorang anak yang manja. Ia adalah seorang wanita lajang yang mandiri. Ia kerja dan kuliah di luar kota. Mendapatkan pekerjaan pertama di pulau terpencil. Obsesinya semakin besar, ia menjelajah dari satu pulau ke pulau lainnya. Berharap ia bisa menemukan jodoh. Tapi apa yang terjadi. Hatinya masih saja kosong. Ada sosok lain yang telah mengisi seluruh ruang di hatinya. Cinta dan benci yang ia rasa. Arkan, cinta pertama dan patah hati pertamanya.
Apa kabar dengan Arkan? Unggahan Ken di media sosial, telah mematik luka lama yang telah ia kubur dalam-dalam. Luka itu kembali mencuat.
Arimbi benci dengan kota itu. Kota kelahirannya. Karena ada Arkan disana. Kembali sama saja mengingat semua luka. Tapi ia harus kembali ke kampung halamanya demi kedua orangtuanya. Ia harus bisa menerima kenyataan jika dia dan Arkan tak berjodoh.
Arimbi pulang, dan ia tahu jika Arkan dan Kiana sudah menikah. Mereka sudah memiliki seorang anak. Arimbi takut jika tiba-tiba berpapasan dengan mereka. Takut jika tiba-tiba mereka satu bus dalam sebuah perjalanan. Takut jika tiba-tiba mereka satu gedung di sebuah acara pernikahan sahabat SMA.
Arimbi takut karena tak bisa menerima kenyataan pahit. Ia harus bahagia melihat Arkan dan Kiana bahagia, selamanya harus seperti itu. Mampukah ia?
Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali dari Indonesia timur. Ia gagal membawa seorang pemuda sebagai calon suami. Sementara Ayah selalu saja menanyakan hal itu.
“Aku akan bekerja di sebuah toko ATK, barangkali aku bisa bertemu jodohku disana.”
Setelah lulus kuliah, Arkan diterima bekerja di sebuah instansi pemerintah. Ia adalah seorang ASN di salah satu departemen. Lalu ia menikahi Kiana. Betapa kisah cinta mereka sangat manis. Tapi begitu pahit untuk Arimbi.
Toko ATK adalah tempat yang ia pilih. Iapun mengajukan lamaran sebagai tukang fotokopi dan pelayan toko. Ia berharap takdir mempertemukan ia dengan Arkan kembali. Mungkin Arkan sedang membeli materai di toko itu, mungkin sedang fotokopi dokumen atau sekedar membeli pena untuk kelancaran pekerjaannya. Di toko itu, tempat Arimbi bekerja. Melihat wajah Arkan meski sedetik sudah cukup untuk melepaskan kerinduan yang ia simpan selama bertahun-tahun.
“bagaimana Arkan sekarang?” bisik Arimbi dalam hati. Ia menyesali diri karena tak sempat mengatakan jika ia mencintai Arkan.