Pekan berikutnya Pak bos memberinya libur dua hari.
“Besok bapak kasih libur dua hari untuk Mba Arimbi, sabtunya jalan-jalan, minggunya istirahat.”
“Hari minggu saja liburnya Pak.”
Pak bos membalas chat jika karyawanya tidak mau diajak kencan oleh pelanggan di toko itu.
Seseorang di departemen kesehatan galau sendiri.
“Ini cewe kenapa sih susah sekali diajak jalan, kalau di chat sudah manja sekali. Membuat gemas.”
Sabtu pagi yang cerah.
Ketiga orang itu sedang menata barang dagangan di etalase. Pak bos menulis daftar harga, Arimbi menata barang, dan Mba Laila mengambil barang dari gudang.
“Sudah Mba Arim terima saja mas Resa,” kata mba Laila sambil memperhatikan wajah Arimbi yang sok tidak suka padahal sebenarnya dia senang sekali jika Pak bos dan Mba Laila membahas Mas Resa. Ingin tahu tentang Resa tapi gengsi untuk mengakuinya, apalagi bertanya langsung.
“Menyatakan cinta saja belum, bagaimana bisa terima,” kata Arimbi keceplosan.
“Asik sebentar lagi ada yang mau jadian,” kata mba Laila sambil tepuk tangan.
“Mas Resa mau cari istri bukan cari pacar, nanti langsung bilang ke orang tuanya Mba Arimbi bukan ke Mba Arimbi lagi,” kata Pak bos sambil memperhatikan Arimbi yang masih saja jual mahal. Padahal sudah ketahuan kalau ia sama cintanya dengan Resa.
Tiba-tiba Resa datang.
“Ngantor mas, bukanya hari sabtu libur,” Pak bos sedang bersandiwara. Sejak sebulan lalu Resa sudah meminta ijin kepada Pak bos untuk mengajak Arimbi jalan-jalan. Baru kali ini akan kesampaian.
“Kalau ngantor saya pakai seragam . Bapak tidak tahu anak muda saja, sudah ganteng begini pasti mau kencan,” Resa tersenyum lebar.
“Kencan sama siapa?” tanya Pak bos pura-pura tidak tahu.
Arimbi menundukkan kepalanya. Menghindari Resa.
“Memang karyawannya tidak bilang pak, ijin pergi hari ini.”
Arimbi teringat di akhir chat dia berkata jika ia tidak menolak jika Resa mendatangi nya di toko. Tapi bukan untuk berkencan seperti yang Resa katakan.
Mba Laila dan Pak bos bingung. Siapa karyawan yang dimaksud. Tidak mungkin Arimbi sudah melangkah sejauh ini. Pikiran dua orang itu sama.
Resa melempari Arimbi dengan kertas yang dicuil-cuil karena gemas. Arimbi masih terpaku menata buku di etalase.
“Sudah tampan begini tapi tidak dipedulikan.”
Arimbi mulai tersadar jika di chat ia telah menjadi Arimbi yang super duper manja kepada Resa. Tidak seperti saat menjadi pelayan toko. Sangat formal. Arimbi menjadi orang yang sangat berbeda.
Arimbi masih bisa mengusai situasi. Di toko itu ia diajari bagaimana berkomunikasi dengan baik dan sopan kepada pelanggan.
Mba Laila menggelengkan kepala. Pak bos memandang Arimbi, meminta kejelasan tentang siapa karyawan yang di maksud oleh Mas Resa.
“Jadi seperti ini pak, mengenai pertanyaan bapak. Apakah bapak boleh datang ke toko ini di hari sabtu, saya jawab boleh. Tapi bukan untuk kencan seperti yang Bapak maksud,” kata Arimbi dengan lancar. Sungguh pintar bersandiwara wanita itu.
Membuat Resa semakin gemas, ia ingat cha tadi malam.
Resa merogoh saku celanya. Ingin memperlihatkan chat karyawanya kepada pak Adnan.
“Ya Allah mas, Mba Arimbi seperti itu kalau chat dengan cowo yang disuka...wkwkwk,” Pak bos dan Mba Laila cekikikan.
Arimbi merengek manja. Malu dan tidak bisa mengusai situasi lagi. Tega-teganya mas Resa membongkar rahasianya.
“Chatnya sudah seperti chat dengan pacar,” Celetuk mba Laila. Ia ingin tertawa tapi takut Arimbi mengamuk.
“Tidak apa-apa mba, kami dukung.”