"Tiada yang menduga kapan takdir memulai rencananya."
*****
Wajah Arkan terbingkai rapi dengan alis mata tebal, iris mata hitam dengan tatapan teduh menawan, hidung mancung, berlesung pipi sebelah kiri dengan rahang yang kokoh serta tercetak jelas bibir tipisnya.
Neira memiliki kesamaan itu dengan Arkan, tetapi ada pembeda yaitu Neira memiliki lesung di kedua pipinya. Bibir mungil berwarna merah, tubuh yang bisa dikatakan tinggi untuk ukuran wanita.
Tingginya di bawah dagu sang adik, keduanya tampak rupawan, membuat iri pasang mata yang memandangi ketampanan dan kecantikan wajahnya dengan penuh kekaguman. Seolah mereka adalah pasangan yang serasi.
Tak pelak terkadang kakak beradik itu sengaja bertindak seperti sepasang kekasih ketika ada yang terang-terangan menggodanya. Mereka juga beraksi untuk membuat cemburu baik dari kaum wanita maupun pria yang tertarik pada masing-masing dari mereka.
"Kak ada yang ingin aku tanyakan..." Arkan memulai pembicaraan dengan ragu-ragu. "Ini tentang perjodohan yang aku dengar dari Bunda dan Ayah tadi, saat sarapan," lanjutnya.
"Rupanya kau sudah tau Ar... baiklah, katakan," jawab Neira yang sebenarnya ia memang ingin memberitahukan hal ini pada adiknya.
"Apakah Kakak...." ucapan Arkan terputus, dan menghembuskan napas pelan sebelum melanjutkannya.
"Apakah Kakak akan menerima.... perjodohan itu?" tanyanya akhirnya meski dengan ragu-ragu. Matanya menatap perubahan raut wajah Neira. Dia sangat takut salah bicara, terlebih hal itu membuat kakaknya sedih.
"Kakak..." ucapan Neira terputus ketika pelayan tadi menghidangkan menu yang mereka pesan.
"Silahkan dinikmati.. saya permisi," ucap pelayan lalu pergi setelah dijawab anggukan kepala oleh mereka.
"Kakak tidak tahu, Ar..." sambung Neira dengan jujur. Tercetak jelas kesedihan di raut wajahnya, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Mengingat perdebatan ia dan orangtuanya semalam. Terlebih ucapan tegas sang ayah yang syarat akan perintah. Diteguknya minuman dingin yang ada di meja untuk membuatnya rileks sebelum melanjutkan ucapannya.
"Berumahtangga bukanlah sebuah keputusan yang bisa diambil dengan cepat. Akan ada dua orang yang dipersatukan dengan perbedaan sifat, prinsip dan hal lainnya. Namun, juga dituntut untuk saling memahami, mencintai dan saling mempercayai. Itu keputusan yang tidak mudah, bahkan kakak tidak tahu siapa dia, tidak mengenalnya dengan baik, apalagi mencintainya." Tambahnya jujur menjelaskan perasaannya terhadap situasi yang sedang dihadapi.
"Aku sangat mengerti dengan perasaan Kakak saat ini," terang Arkan dengan tatapan sendu. Tangannya terulur menyentuh jemari tangan Neira. Mengelusnya lembut, menyalurkan kekuatan. Meyakinkan bahwa akan selalu ada dia di sisinya.
"Ini sangat sulit...semua memang butuh waktu, Kak," tambahnya sambil menyeka setetes air mata yang telah lolos dari kedua mata indah Neira.
"Tapi...Kakak tidak ingin membuat Bunda dan Ayah kecewa atas penolakanku. Mereka sangat berharap banyak dengan hubungan itu," ucap Neira dengan suara parau.
Neira nampak menghela napas dalam, menguasai diri mencoba kembali tenang. Ada beberapa orang yang sedang memperhatikan ke arah mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. "Apakah yang harus Kakak lakukan Ar?" tandasnya, memandang lurus kepada adiknya.
"Kau tahu Kak...aku bangga padamu yang masih sangat mempedulikan perasaan orang tua kita, meski kau sendiri dapat terluka karenanya," Arkan merasa semakin belajar banyak dari sikap mengagumkan sang kakak. Gilirannya meminum jus yang ada di hadapannya sebelum kembali bersuara.
"Kak bagaimana jika kita menemui laki-laki itu terlebih dulu? Jika memang laki-laki itu tidak baik atau tidak masuk kriteriamu, maka kau dapat menolaknya. Dan aku selalu mendukungmu, di sisimu apapun itu keputusanmu, Kak," terang Arkan panjang lebar, mengutarakan gagasannya.
Neira masih bergeming memandang Arkan dengan tatapan haru atas sikapnya yang sangat peduli dan pengertian terlebih sangat menyayanginya. Benar memang Arkan adalah adik idaman.
"Besok malam minggu akan diadakan pertemuan keluarga laki-laki itu dengan keluarga kita. Aku diberitahu Bunda tadi sebelum ke sini untuk memberitahu dan membujukmu, tapi aku kesini bukan untuk itu. Aku ingin tahu perasaan kakak yang sebenarnya. Aku juga sangat tidak setuju dengan rencana mereka. Jadi Bagaimana kalau kakak membuat kesepakatan ini dengan Ayah dan Bunda?" tambahnya menjelaskan panjang lebar.
Bunda Nana memang mengutus anak lelakinya untuk membujuk sang kakak, yang memang diketahuinya bahwa mereka sangat dekat. Neira sangat menyayangi adiknya pun sebaliknya, dia sangat berharap Arkan dapat membujuknya untuk menerima perjodohan itu.
"Baiklah sepertinya itu rencana bagus," jawab Neira akhirnya memutuskan. Ia tersenyum lebar karena adiknya dapat berpikir sebijak itu. "Kau sangat bijak Adikku, sayang," ujar Neira sembari mengacak lembut rambut Arkan.
"Kakak baru menyadarinya? ckck..." ucap Arkan lalu mencebikkan bibirnya seolah sebal. Namun, kemudian terkekeh memperlihatkan gigi putihnya, lalu tangannya merapikan rambut yang sebenarnya tidak berantakan itu.