Berharap Madu, Terdulang Permata

SURIYANA
Chapter #7

7. Tamu Istimewa

Padahal, Citra sudah mendambakan mandi air panas sepulang kerja. Agaknya, kehadiran tamu tersebut membuat rencananya itu harus tertunda. Penuh rasa penasaran, Citra mengekor langkah Wulan menuju ruang tamu.

Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah suasana ruang tamu begitu hening. Tidak ada obrolan penuh basa-basi, padahal di sana ada ibunya. Melihat kemunculan Citra, ibunya itu cepat-cepat menghampirinya. Ada yang aneh dari sikap Ibu yang menggandengnya mendekati sang tamu.

Pandangan Citra beralih kepada sosok asing di ruangan itu. Mungkin, perempuan itulah yang berstatus tamu di rumah mereka saat itu. Akan tetapi, Citra sama sekali tidak mengenal wanita itu. Apakah benar teman SD seperti dugaannya? Apakah waktu bisa sangat mengubah fitur wajah seseorang karena pikirannya benar-benar tidak berisi dengan memori akan sosok tersebut.

Wanita itu duduk dengan menutup kaki rapat-rapat dan memeluk bantal sofa erat-erat. Rambutnya hitam legam, panjang, dan tergerai dengan bagian bawah bergelombang. Dari samping saja, hidungnya sudah terlihat mancung. Tidak bisa dibantah, wanita itu sungguh cantik.

Citra menghampiri dan menyodorkan tangannya. “Citra,” katanya.

Perempuan itu menyingkirkan bantal dan mencoba bangkit berdiri. Barulah tampak jelas kalau perut tamu itu membuncit. Meskipun dianugerahi tinggi semampai, perempuan itu masih mengenakan sepatu hak tinggi. Lalu, dalam sepersekian detik, tubuhnya condong dan hampir jatuh.

Cepat-cepat, Citra menangkapnya. Walaupun pertolongan gadis itu sia-sia karena tamunya cepat menguasai diri.

“Ah, maaf,” ujar tamu itu. “Saya Reine.”

Citra mengubek-ubek kapasitas penyimpanan data di kepalanya. Adakah teman SD-nya yang bernama Reine? Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak ada satupun imaji yang menyeruak.

“Sekali lagi, mohon maaf, beribu-ribu maaf karena telah datang tanpa pemberitahuan seperti ini.”

Berdegup jantung Citra mendengar kalimat pembuka itu. Pasalnya, itu bukan kata-kata yang dipilih oleh pengabar berita baik. Ada apa? Berita buruk apa yang akan ia dengar? Semakin bertalu-talu irama jantungnya menunggu penjelasan dari wanita yang berdiri di hadapannya itu.

“Saya Reine, istri Bandu.”

Bagaimana seseorang bereaksi setelah menerima kabar yang tidak mengenakkan? Ketika mendapati kebayanya tidak muat, Citra langsung pergi. Lalu, bagaimana sewaktu menu katering tidak sesuai dengan rencananya semula? Kak Ratih yang menangani. Sekarang, apa yang harus dilakukan Citra tatkala mendengar kabar yang mengejutkan itu?

Otaknya lambat bereaksi. Lingkaran tali yang terpencar tidak tentu arah membentuk ikatan yang liar dan kusut seolah-olah memenuhi kepalanya. Beberapa kali, tali itu membentur dinding kepala Citra dengan keras dan menimbulkan suara serupa pecut.

Tubuh Citra mengambil alih kendali. Tangannya melemah. Buket bunga yang sedari tadi menyuntikkannya semangat, adalah benda yang pertama kali tergelincir dari pegangannya. Agar badannya tidak ikut lunglai, Ibu memegangi tangannya. Pelan-pelan, ibu dan kakak pertamanya mendudukkannya di kursi.

***

Bagaimana pertemuan Citra dan Bandu bermula sehingga di masa depan mereka sepakat untuk merencanakan pernikahan? Semua itu berawal pada saat hari pertama Citra memasuki perkuliahan.

Lihat selengkapnya