Berharap Madu, Terdulang Permata

SURIYANA
Chapter #10

10. Namanya juga Laki-laki

Tidak ada jawaban dari seberang telepon, sedangkan mata Citra sudah mulai menggenang. Kalau begini, ia tidak yakin dapat melontarkan kata-kata tanpa isak tangis. Mungkin, lebih baik kalau ia menutup saja pembicaraan itu.

Tahu-tahu, terdengar, “Beb, dengarkan aku dulu!” dari lawan bicaranya.

Mendengar itu, Citra tidak lagi bisa mengelak bahwa pengakuan Reine adalah palsu. Seakan-akan perutnya ditimpa godam seberat truk tronton, gadis itu telah kehilangan separuh nyawanya.

“Nggak ada apa-apa di antara kami. Dia, dia… membantu penelitian kami di Lampung,” kata Bandu dengan suara bergetar. “Aku juga, aku selalu bilang kalau aku punya pacar di Jakarta.”

Citra tidak berani memberikan respons. Labirin otaknya membandingkan cerita Bandu dengan wanita yang datang ke rumahnya tadi sore. Cerita mengenai pertemuan keduanya serupa, yaitu di Lampung pada saat Bandu ditugaskan menjadi salah satu tim arkeolog di sana.

“Awalnya, dia membantu menyiapkan makanan tim kami. Lalu, lalu… dia semakin sering berada di lokasi penelitian. Kamu harus mengerti, Beb. Dia itu perempuan yang hidup di kampung. Mereka semua bermimpi dipinang laki-laki dari kota. Dia juga begitu.”

Nada suara Bandu yang meninggi terdengar seperti laki-laki ittu masih ingin bercerita. Namun, sudah hampir dua menit Citra menunggu, tidak ada lanjutan dari pria yang entahlah masih dapat disebut sebagai tunangannya atau tidak.

“Beb… Citra, please jangan diam saja?” pinta laki-laki itu.

Citra menghela napas demi mengumpulkan kekuatan untuk berkata-kata. “Bandu….”

“Iya, Beb… iya.”

“Aku ingin memasuki pernikahan tanpa ada rahasia.”

“Iya, Beb… iya, aku tahu. Aku juga begitu.”

Citra mendecakkan lidah. Ia sedang tidak ingin dibantah. “Dengan izin Tuhan, akan aku terima apapun masa lalu suamiku sebaik ikrar itu terucap.”

“Iya, Beb… iya, terima kasih, ya.”

“Tapi, aku perlu tahu kebenarannya… supaya aku nggak lagi bertanya-tanya selama kehidupan pernikahan kita.”

Tidak ada jawaban dari seberang sana. Namun, Citra sabar menunggu. Ia perlu tahu. Bandu harus sadar kalau laki-laki itu berutang kejujuran itu terhadapnya.

“Semakin hari, dia semakin lama berada di lokasi. Nggak cuma itu, Beb. Dia juga semakin berani menggoda. Sengaja banget lagi pakai baju yang kurang bahan semua.”

Lihat selengkapnya