Berharap Madu, Terdulang Permata

SURIYANA
Chapter #28

28. Setelah Bulan Madu

Pagi itu, ruang kantor sebuah perusahaan rintisan yang bergerak dibidang kemajuan teknologi dikejutkan dengan teriakan seorang perempuan yang memanggil sebuah nama.

“Ada apa, Bu Arinda?” jawab Citra memeriksa ruangan bosnya.

Ibu Arinda melambaikan tangannya sebagai tanda menyuruhnya masuk. Kemudian, atasan Citra itu menutup pintu ruangannya agar tidak ada yang bisa mendengar pembicaraan mereka.

“Lihat ini!” Bu Arinda memamerkan cincin di jarinya.

“Wah,” Citra bersorak gembira. “Selamat, Bu.”

“Saya pikir saya nggak akan menikah. Tahunya, di umur 35 ini, ada juga yang melamar.”

Citra ikut senang dengan berita itu. “Bu Arinda perempuan hebat. Jadi, pasti perlu waktu untuk menyiapkan jodoh spesial yang nggak kalah hebat untuk Ibu.”

Wow, thank you darling. Sekarang, kok kamu jadi bijak sekali dan pintar berkata-kata, ya?” tanya Ibu Arinda sembari memandanginya dari ujung kepala ke ujung kaki.

Pertanyaan itu mungkin hanya sekadar basa-basi dari atasannya. Namun, tanya itu mengantarkan pikiran Citra kepada seorang sosok yang begitu berharga. Seberapa kuat ia berusaha melupakan momen indah bersama sosok itu, sekuat itu pula bayangannya menari-nari di kepalanya.

Namanya Vikri. Teman satu geng Ibu Arinda, bosnya. Meskipun sudah mengetahui tentang laki-laki itu karena sesekali datang ke kantornya, Citra baru benar-benar mengenal kepribadiannya tatkala mengikuti paket bulan madu bersama laki-laki itu.

Bagi yang tidak mengetahui kisahnya dengan lengkap, pasti menyangka mereka adalah pasangan suami-istri. Padahal, tidak begitu. Meskipun, ada masa-masa ketika ia tidak mampu tidur di malam hari, Citra bertanya-tanya, bagaimana rasanya jika menjadi istri laki-laki itu.

“Citra?” panggil Ibu Arinda lembut.

Lamunan perempuan yang bekerja sebagai sekretaris itu terhenti. Ia malu sendiri karena tepergok sedang melamun oleh atasannya sendiri. Apalagi, kalau Ibu Arinda tahu siapa yang menjadi obyek angan-angannya. Bisa-bisa, ia langsung dipecat seketika itu juga.

Citra tersenyum berusaha menaikkan semangatnya. Walau bagaimanapun, ia tetap harus menghadapi tantangan yang ada di depan mata. “Ya, Bu Arinda. Ada yang bisa saya bantu?”

“Tolong tahan semua telepon masuk, ya. Saya masih banyak pekerjaan. Semuanya menumpuk dan minta diselesaikan hari ini,” pinta bosnya itu seraya memasang ekspresi sedih.

“Semangat,” kata Citra. “Tenang saja, nggak bakal ada yang lolos dari benteng pertahanan ini.”

Benteng pertahanan, Citra jadi senyum-senyum sendiri karena membayangkan sosok yang mengucapkan istilah itu kepadanya.

Ibu Arinda tertawa mendengar leluconnya dan beranjak ke ruang kerjanya. Namun, sebelum atasannya itu menutup pintu, Ibu Arinda berkata. “Oh, ya, tapi kalau telepon dari Vikri, langsung sambungkan ke saya,” perintah Ibu Arinda sambil mengedipkan mata.

Citra mengernyitkan dahi. Akhir-akhir ini, Ibu Arinda bertingkah aneh. Atasannya itu begitu sering melontarkan lelucon dan bersikap ceria. Ia jadi bertanya-tanya apakah itu karena perempuan itu sudah dilamar seseorang?

Lihat selengkapnya