Chapter 5: Melangkah ke Depan
Hari-hari berlalu begitu cepat, dan meskipun waktu tidak bisa menghapus semuanya, Ian mulai merasakan perubahan besar dalam dirinya. Setelah percakapan dengan Dimas, setelah ia memutuskan untuk berhenti mencari kebahagiaan dari luar dirinya, ada semangat baru yang mulai tumbuh. Ia merasa seperti menemukan sesuatu yang hilang selama ini—bahwa kebahagiaan itu bukan bergantung pada orang lain, melainkan datang dari dalam dirinya sendiri.
Pagi itu, seperti biasanya, Ian melangkah keluar dari rumahnya dengan sedikit kebingungan. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Langit tampak cerah, udara terasa lebih segar, dan meskipun ia tahu perasaan kehilangan itu belum sepenuhnya hilang, ada sedikit keyakinan dalam dirinya bahwa hari-harinya akan lebih baik. “Hidup ini penuh dengan kejutan. Terkadang kita harus melewati kegelapan untuk melihat betapa indahnya cahaya yang akan datang,” kata Ian dalam hati, menatap langit yang mulai terang.
Sekolah tetap seperti biasanya—riuh dengan suara teman-teman yang berlarian di koridor, guru yang memberikan pelajaran, dan semuanya terasa serba biasa. Namun, bagi Ian, segala sesuatunya mulai terlihat berbeda. Ia mulai merasa lebih kuat, lebih siap untuk menghadapi apapun yang datang. Tidak lagi terjebak dalam masa lalu, tidak lagi mencari jawaban dari orang lain. Kini, Ian tahu bahwa jawaban atas kebahagiaannya ada di dalam dirinya sendiri.
Saat istirahat tiba, Ian memutuskan untuk berjalan keluar, ke taman yang selama ini ia anggap sebagai tempat yang tenang. Di sana, ia bertemu dengan Rania, yang selama ini selalu ada untuknya. Rania tersenyum lebar saat melihat Ian, seolah tahu ada perubahan dalam diri temannya.
“Kamu kelihatan lebih baik, Ian,” kata Rania sambil duduk di sebelahnya.
Ian tersenyum tipis, merasa ada kedamaian yang mulai ia rasakan. “Terima kasih, Rania. Rasanya, aku mulai lebih bisa menerima semuanya. Meski luka itu masih ada, aku tahu aku harus melangkah maju.”
Rania menatapnya dengan penuh perhatian. “Kamu benar. Kadang, kita harus merasakan sakit itu agar bisa tumbuh. Tidak mudah, tapi itu adalah bagian dari perjalanan hidup kita.”
Ian mengangguk. Kata-kata itu benar-benar menyentuh hatinya. Rania tidak tahu betapa pentingnya kalimat itu bagi Ian. Ia sudah lama merasa terjebak dalam penyesalan, merasa seolah hidupnya berhenti setelah kehilangan teman-teman yang begitu berarti. Namun sekarang, setelah memutuskan untuk menerima kenyataan, ia mulai merasa bahwa perjalanan hidupnya belum berakhir. Mungkin, jalan yang ia tempuh sekarang akan berbeda, tapi itu bukan akhir dari segalanya.