Tak ada yang tahu dengan kondisi Yanto yang memiliki skizofrenia paranoid di dalam hati terdalamnya masih punya pengharapan untuk sembuh serta pulih total. Yanto sedang tiduran di biliknya, ia baru bangun sekitar 30 menit, 10 menit yang lalu ia sadar masih mengingat memukul kepala anaknya Syafril dengan tabung gas, penyebabnya Yanto merasa emosi, karena memberi uang pada Syafril tapi oleh Syafril bagi Yanto justru diserahkan pada Sukmawati, itu membuat hatinya sakit, meski untuk Sukmawati uang itu perlu untuk membeli gas dan adalah hak Syafril memberikan uangnya pada siapapun karena sudah menjadi miliknya seringnya nalar penderita gangguan kejiwaan sering berbeda, mereka lebih sering menggunakan perasaan dan logikanya sendiri.
Yanto berbaring menatap langit-langit bilik, Panti Teratai yang lokasinya di Rumah Sakit Jiwa Grogol itu hari itu hampir begitu sepi, semua penghuninya sedang bergelut dalam diam atau memikirkan masa depan, baik dirinya, istrinya, ataupun keluarganya, tapi tak semua hanya melamun dan merenung saja, ada juga yang aktif di luar melakukan kegiatan yang dibimbing oleh perawat, sebagian lainnya mengobrol dengan rokok dan kopi sebagai tali pengakrab.
Sejak pagi sebetulnya banyak sekali wartawan yang ingin melihat kondisi Yanto, wartawan dari berbagai portal, baik portal kecil maupun portal yang sudah memiliki nama besar, tentu saja, sebab kasus Yanto amatlah viral, tentu tak satu atau dua orang yang akan membaca berita dari Yanto, cuan bisa mengalir terutama portal yang mengandalkan pageview untuk upah karyawannya.
Tapi kebijakan Panti Teratai cukup tegas untuk tidak mengizinkan pasiennya dieksploitasi oleh para penulis konten dalam hal apapun juga, meski pada akhirnya berita yang keluar adalah spekulasi Yanto, bahkan ada portal media nakal yang menyatakan bahwa Yanto tidak boleh ditengok karena saking parah keadaannya, padahal penulis konten berita tersebut salah paham, ketika seorang perawat menyatakan bahwa Yanto saat itu tidak boleh diganggu dulu bahkan oleh keluarganya, padahal maksud perawat itu intinya adalah Yanto sedang beristirahat total sehingga tidak boleh diganggu, tetapi penulis konten tersebut salah memahami, akibatnya banyak portal berita lain yang mengambil referensi atau memparafrase dari portal berita yang beritanya ditulis oleh konten kreator yang salah paham dengan kondisi Yanto tersebut, sehingga seluruh Indonesia akhirnya salah paham dengan kondisi Yanto.
Satu jam sudah berlalu, Yanto masih melamun memandang langit-langit, dalam kepalanya terbayang Syafril yang sedang dibelikan handphone baru karena handphone lama yang biasa digunakan satu keluarga layarnya sering bergerak sendiri tanpa disentuh, sudah sejak lama Syafril mendambakan handphonenya sendiri, begitupun Angel dan Bara. Yanto dalam lamunannya menyesal karena kadang mereka yang sudah mencoba meminta sesopan-sopannya pada Yanto dan Sukmawati dibalas dengan bentakan oleh Yanto dan perkataan "Uang dari mana? Hidup susah, ibu banyak hutang, kalian gak kerja gak tahu rasanya, cuma bisa minta aja." oleh Sukmawati, yang sebetulnya bentuk penyiksaan secara mental pada Bara, Syafril dan juga Angel karena mereka merasa dipersalahkan atas tidak mampunya orang tua untuk membeli barang. Saat mengingat itu Yanto terisak dan air mata keluar dari matanya.
Kemudian Yanto kembali teringat tentang ketika Bara memohon pada Yanto agar uang bulanan sekolah pada bulan September dibayarkan esok hari, Yanto bingung karena hari itu ia tidak mendapat pendapatan karena Hajjah Munaroh, yang biasa memberi makan gratis dimana Yanto menjadi salah satu panitia dan diupah tidak datang dan berjanji datang lusa, untungnya ditengah-tengah kepelikan itu Budi bertamu, menyatakan bahwa ia dan Tutik mendapat uang yang cukup banyak karena seorang asal Bangla memborong 9 kilo kainnya ke India. Budi pun bagi-bagi rezeki, memberi uang 22 juta pada Yanto dan keluarganya, uang bulanan Bara pada bulan September pun terbayar. Saat itu pun Budi menawarkan biaya bulanan September sekolah Bara di luar uang yang ia berikan itu, karena biasanya pun biaya sekolah Bara, Syafril, dan Angel ia dan Tutik yang menangani, Bara menolak dengan diplomatis yang membuat Yanto bangga, Yanto senyum-senyum sendiri mengingat hal itu. Yanto selama beberapa jam melamun, membayangkan pahit manis hidupnya, ia sama sekali tidak beranjak dari ranjangnya.
"Pak Yanto... Maaf, bapak sudah bangun?" Tanya David, salah satu perawat, dimana sebelumnya ia mengetuk pintu yang wujudnya seperti jeruji pintu penjara yang terbuat dari besi.
Mulanya Yanto tidak merespon, ia berpikir siapa tahu yang memanggilnya adalah setan, seperti yang ia pelajari dari berbagai media sosial, untungnya Yanto agak lumayan pulih sekarang semejak dirinya disuntik dengan obat penenang meski 3 minggu sekali ia harus disuntik.
"Ya. Saya sudah bangun." Jawab Yanto.
Perawat bernama David yang berusia 33 tahun pun masuk, dengan wajah tersenyum ramah ia mengatakan bahwa ada semacam siraman rohani Islam untuk penghuni Panti Teratai, jauh hari sebelumnya David menanyakan dulu apa keyakinan Yanto yang dijawab Islam oleh Yanto.
"Ayo ikut bersama saya ke ruang rapat 3, pak." Ajak David.
"Tapi NU 'kan, Mas?" Tanya Yanto.
"Iya. Kyai Burhanudin NU, tapi memang beda antara NU atau lainnya?" Tanya David.
Saya lebih sreg saja." Jawab Yanto.
Yuk, pak. Kita pergi ke ruang rapat 3. Kawan-kawan senasib bapak yang seiman ada disana." David mengajak sambil mengulurkan tangan.
Sebetulnya saat itu Yanto masih sangat lemas, tapi pengharapannya hatinya ingin memperbaiki hubungan dengan keluarganya yang berjarak, ia pun mengiyakan ajakan David untuk pergi ke ruang rapat 3 untuk mendengarkan ceramah, siapa tahu isi ceramah dari Kyai Burhanudin ada kaitannya dengan masalah keluarga Yanto, Yanto pun memiliki niat besar jika ceramah berkaitan ia akan mendengarkan dengan seksama dan menuruti tahap demi tahap yang disarankah dalam ceramah.
***
Dua minggu telah berlalu sejak kejadian yang membuat Yanto viral, sayangnya ketidaktahuan akan edukasi kesehatan jiwa justru membuat masyarakat mengolok-olok Yanto, Yanto disamakan dengan kriminal akut yang tidak memiliki belas kasih bahkan pada keluarganya sendiri, tak sedikit petisi yang meminta supaya Yanto dikurung seumur hidup di rumah sakit jiwa, sejak saat itu orang-orang makin waspada jika ada gelandangan psikotik yang berkeliaran, bahkan sempat ada yang menghebohkan, seorang gelandangan psikotik dibakar hidup-hidup, penyebabnya ia menguntit beberapa anak kecil, padahal gelandangan psikotik itu tertarik pada kalung yang kebetulan bentuknya sama dengan inisial namanya, ia hanya ingin memegang itu, meresapi satu-satunya yang ia ingat, yaitu inisial namanya.
Bara yang membaca itu di angkot menjadi terisak, ia memang masih bisa menahan tangis, tetapi hatinya seperti berteriak, ia yang memiliki ayah dengan gangguan jiwa pasti tentunya mengerti bagaimana rasanya disalahpahami, karena ia tahu sang ayah, Yanto, seringkali disalahpahami oleh ia dan anggota keluarganya sendiri, meski Bara masih memegang teguh prinsipnya jika ibunya disakiti meski oleh Yanto yang memiliki ganguan jiwa ia akan bertindak sangat tegas, lalu semenjak ia diundang mengisi pengajian oleh seorang ustadz bersama Angel dan Syafril, Bara sadar bahwa mengaplikasikan ketegasan pada orang dengan gangguan jiwa berbeda dengan orang normal.
Bara mengetuk-etuk kaca mobil angkot, ia turun, sebuah toko kelontong besar dengan papan nama 'Tutik Kain Sari' ia masuki, beberapa karyawan menyambut dan memberi salam yang dibalas salam oleh Bara.
"Mau ketemu ibu ya, kak?" Tanya Tasha salah satu karyawan Tutik Kain Sari.
"Iya. Ada?" Balas Bara ramah.
"Silakan, Bu Tutik ada di ruangan sama Pak Budi." Senyum Tasha ramah, Tasha sendiri sebetulnya sudah lama naskir Bara, tapi ia merasa statusnya sebagai seorang karyawan membuatnya merasa tidak pantas mendapatkan hati keponakan dari bosnya.