"Kak Bara, tugas saya hari ini sudah selesai. Saya permisi dulu." Senyum Tasha ramah pada Bara sambil menyalakan motornya.
Kalimat tersebut menjadi kalimat terakhir yang keluar dari mulut Tasha hari itu, sejak beberapa hari terakhir, diluar waktu kerja, sepanjang hari Tasha dan Bara membicarakan suatu hal yang penting, hal yang bagi Tasha bisa dijadikan batu loncatan untuk dekat dengan Bara, Tasha sendiri bukanlah tipe orang yang memanfaatkan keadaan untuk dekat dengan orang lain, tapi dalam hal yang mengikat mereka saat ini dirinya tidak pernah sedekat itu dengan Bara.
Sebetulnya kata-kata "Oh, iya." atau "Silahkan." Dari Bara cukup membuat bahagia gadis yang mengidolakan aktor Tom Cruise tersebut, kini kedekatan ia dan Bara lewat obrolan intens beberapa hari terakhir begitu membuatnya bahagia. Sepanjang naik motornya Tasha tersenyum bahagia.
Tasha mengetuk pintu, adiknya yang berusia 9 tahun, Marsha, membukakan pintu, Tasha mengucap salam yang dibalas oleh seisi rumah. Tasha kemudian menyalami tangan ayahnya yang sedang sibuk menjahit.
"Tumben lebih awal?" Tanya Darmanto, sang ayah, sambil melanjutkan menjahit.
"Iya, pak. Pengepakannya cuma nyelesein yang kemarin." Balas Tasha.
"Oh. Ya udah. Ngaso duduk dulu terus baru mandi terus ada mie buat makan malam." Jawab duda yang ditinggal istrinya sesaat setelah melahirkan Marsha itu sambil fokus menjahit.
"Marsha udah, pak?" Tanya Tasha yang tidak dijawab oleh Darmanto.
Tasha kesal sekaligus lelah dengan sikap sang ayah, tapi hanya bisa menyimpannya dalam hati. Bertahun-tahun Marsha sang adik bungsu yang tidak diminta lahir ke dunia begitu dimusuhi Darmanto karena dianggap menjadi penyebab kematian Yuli, istri tercintanya.
Tasha memandang foto mendiang ibunya yang tergeletak di meja, Tasha berusaha tidak menghela nafas, karena Darmanto adalah orang yang emosian sekaligus sangat sensitif, apalagi tentu helaan nafas dari gadis yang sudah sejak remaja sudah bekerja di toko Tante Tutik tersebut akan bernada berat, ia juga tak ingin Marsha terkena imbas.
Tasha duduk, dilihatnya Marsha yang sedang fokus belajar, ia pun beralih ke televisi yang sedang menyajikan siaran berita politik, Tasha yang sama sekali tidak suka politik mengalihkan perhatian ke handphone, tanpa sengaja ia melihat Marsha yang sedang minum, tangan mungilnya yang kurus serta kecil itu membuat Tasha ingin mengelus dada, tapi Tasha mengurungkannya karena disitu ada Darmanto.
Tasha mengecek WhatsAppnya kemudian men-unfreeze nya dari aplikasi Freeze, aplikasi tersebut ia freeze bersama aplikasi yang lainnya supaya bisa menghemat data sebab dana Tasha untuk membeli paket data terbatas disebabkan banyaknya keperluan.
Tasha berniat chat dengan Bara, meski jarang dibalas karena Bara memang tipikal yang jarang membuka WhatsApp, Tasha melakukan itu hanya untuk menghilangkan penat, hanya dengan mengirim chat satu arah pada Bara saja sudah cukup membuat Tasha bahagia.
Tiba-tiba masuk WhatsApp dari Wahono, pria berusia 35 tahun, Wahono sendiri pengidap skizofrenia yang memiliki erotomania, salah satu gangguan jiwa, Tasha memaklumi, lagipula Wahono adalah pribadi yang sangat baik, tapi kadang Tasha risih juga karena Wahono sering mengatakan hal tak senonoh yang diarahkan padanya.
Kali ini pun Wahono mengirim chat berisi bahwa dirinya yang mengingat Tasha telah bermarturbasi untuk mengobati kangennya. Tasha hanya menjawab "Oh." Pada pria yang menganggap Tasha adalah seorang artis ternama itu, kemudian emoji hati dan senyum dikirimkan oleh Wahono. Tasha memberi reaksi jempol pada chat Wahono itu dan langsung menghapus chat dari Wahono.
Tasha sama sekali tidak berniat melaporkan Wahono ke polisi, lagipula Wahono orangnya sangat ramah serta lucu menghibur, ia orang pertama yang menghibur Tasha jika Tasha membuat status sedih di medsos, juga orang pertama yang mengomentari dengan lucu status Tasha, termasuk WhatsApp. Tapi Tasha tetap menghapus chat dari pria yang mengaku masih melajang tersebut, karena seringnya Darmanto mengecek handphone anak-anaknya dengan alasan ketransparan dalam keluarga.
"Kak Bara sedang apa?" Itulah chat yang dikirimkan pada Bara, meski masing centang satu dan tahu akan lama kemungkinan untuk dibalas Tasha tetap senyum-senyum sendiri.
Tasha bangkit, ia berniat mandi, handphone pun ia cas karena sudah lowbat. Sebelumnya ia kembali melirik ayah dan adik bungsunya, ia berharap Marsha tidak diapa-apakan oleh sang ayah, apalagi Darmanto nampak selalu cemberut sejak Darmanto ditanyai oleh Tasha apakah Marsha sudah makan atau belum.
***
Tasha merebahkan dirinya di ranjang, ia menatap ke langir-langir rumah, handphone sengaja ia cas di ruang tengah karena hapal waktu-waktu tersebut adalah waktu dimana sang ayah akan mengecek handphone, lagipula Bara tidak mungkin langsung membalas pesannya dan Wahono biasanya tidak chat lagi sebelum Tasha membalas chatnya, memang Wahono yang selalu memulai chat, tapi biasanya Wahono baru akan kembali setelah beberapa jam, meski hanya untuk mengucapkan selamat pagi atau siang atau sore atau malam.
Tasha memutuskan untuk tidur sebentar sebelum shalat Isya, ia memeluk guling kemudian memejamkan mata, ia pun mencoba tidur.
Tasha membuka matanya, tiba-tiba ia teringat kalau ada hal penting yang harus ia bicarakan atas permintaan Bara berkaitan dengan Angel, Tasha bangkit keluar kamar, dilihatnya sang ayah yang sedang mengecek handphone, Tasha menunggu beberapa saat, setelah Darmanto selesai Tasha langsung mengecek WhatsAppnya, benar saja banyak chat dari Bara yang sudah dibuka oleh Darmanto.
"Angel kenalan kamu?" Darmanto bertanya dengan nada penasaran.
"Adik dari teman kerja, pak." Jawab Tasha.
"Itu bukan urusan kamu, saran bapak gak usah ikut campur." Seloroh penjahit yang sudah tau isi chat dari Bara karena sudah membukanya.
"Insha Allah, pak." Jawaban Tasha tersebut dibalas anggukan mengerti dari Darmanto sambil berlalu.
"Itu lagi si Egi, jam segini muter musik keras banget." Tambah Darmanto mengeluhkan musik yang diputar terlalu keras oleh anak tetangga.
Sebetulnya Tasha ingin mengingatkan supaya ayahnya sabar sebab Egi adalah pemuda berumur yang terkenal bersumbu pendek, apalagi sejak ia diberhentikan dari pekerjaannya sebagai satpam di salah satu bank swasta, tapi niat Tasha ia urungkan ketika melihat ekspresi sang ayah.
"Iya, ka. Besok Tasha bakal jaga rumah nemenin Angel pas kakak nganter ibunya kakak ke psikiater." Begitulah bunyi chat Tasha.
Tasha menunggu beberapa detik, kemudian Bara membalas:
"Oke. Mohon bantuannya ya, Sha."
Tasha membalas dengan emoji full senyum, Tasha senyum-senyum sendiri apalagi setelah emoji senyum tersebut di-like oleh Bara.
Setengah jam berlalu, Tasha sedang menonton televisi, suara di rumah riuh oleh acara di televisi juga suara orang mandi, Andre, adik sulung Tasha, yang bekerja sebagai penjaga tol sedang mandi.
Andre keluar dari kamar mandi, ia kemudian memanggil pelan Tasha dengan suara setengah berbisik sambil menepuk-nepuk pundak Tasha. Andre yang masih menggunakan handuk kemudian berkata:
"Makanan pesenan Marsha udah aku taruh di kamar."
Tasha mengangguk.
Tasha menuju ke kamar, ia melihat bungkus makanan berisi takoyaki, makanan pesanan Marsha dirahasiakan pada Darmanto sebab Marsha beberapa hari yang lalu sakit tenggorokan.
Meski terlihat galak Darmanto sangat sayang dengan anak-anaknya pun termasuk juga Marsha meski ia merasakan perasaan negatif pada putri bungsunya tersebut jika tiba-tiba mengingat almarhumah Yuli.
Marsha sebelumnya mengalami radang tenggorokan, Darmanto adalah tipe orang yang terlalu khawatir dengan kesehatan anak-anaknya, Marsha sudah sembuh total, tapi penjahit tersebut merasa Marsha belum benar-benar pulih.
Dengan suara pelan Tasha memanggil Marsha yang sedang asyik sendiri menyanyikan salah satu lagu K-Pop yang sedang hits, Marsha melongok pada kakaknya.
"Ada takoyaki." Bisik Tasha pelan-pelan.
"Iya, kak." Wajah Marsha sumringah.