"Hai, aku Ajeng. Semoga mau jadi teman baik aku. Kalau ke rumahku pasti disambut makanan enak dari ayah-ibuku."
"Hai, aku Ajeng. Semoga mau jadi teman baik aku. Kalau ke rumahku pasti disambut makanan enak dari ayah-ibuku."
"Hai, aku Ajeng. Semoga mau jadi teman baik aku. Kalau ke rumahku pasti disambut makanan enak dari ayah-ibuku."
Ucapan dari mimpi dengan kata-kata berulang yang diucapkan oleh Ajeng tersebut selalu datang hampir tiap malam pada Ajeng, entah mengapa ia selalu bermimpi menjadi anak sekolah tepatnya anak sekolah dasar, ini bukan pemikiran yang masih kekanak-kanakan, ia pernah diberitahu temannya yang percaya dengan ramalan mimpi tepatnya primbon jawa namun Ajeng mengabaikannya.
Hari itu Ajeng harus datang pagi-pagi ke toko kuenya, akan ada salah satu pejabat yang menjadi langganan setianya datang, tentu saja agar pejabat tersebut terpuaskan semua perlu dipersiapkan. Toko dipugar sedemikian indah, karyawan harus bekerja sejak pagi demi melakukan pelayanan terbaik dan tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun termasuk perkataan supaya si pejabat merasa nyaman.
Semua karyawan termasuk Yanto direncanakan sudah ada di toko sejak pukul 5 pagi, pun Ajeng, ia harus datang lebih awal tepatnya kurang lebih sejam sebelumnya.
Ajeng selesai memakai make up, ia berkali-kali membetulkan pakaiannya, berkali-kali pula ia berkaca, saat itu pukul tiga pagi, Ajeng pun hanya sempat tidur selama satu jam, sebelumnya ia shalat Tahajud dan Hajad, doanya selalu sama, agar jarak ia serta ayah dan ibunya direkatkan.
Hidup Ajeng semenjak selesai menjalani rehabilitasi memang nampaknya baik-baik saja, berkali-kali tes negatif narkoba melegakan Tutik dan Budi.
Ajeng yang sudah rapi serta cantik bersiap berangkat, namun ia merasakan sesuatu, ia pergi ke kamar mandi dan mulai menggunakan heroin.
Ya, hasil tes narkoba yang negatif selama ini adalah hasil menyogok oknum petugas. Ajeng memang terlihat bahagia dan sehat, apalagi setelah ia mencurahkan seluruh isi hatinya pada keluarga besar, tapi kebahagiaan itu tak bertahan lama, Ajeng kembali membeli narkoba lewat Pras.
Banyak alasan mengapa Ajeng tidak bahagia meskipun sukses, salah satunya adalah perihal perasaannya pada Bara, ia juga punya masalah disana-sini, menolak banyak pria karena hanya ingin membina rumah tangga dengan Bara, hingga di usianya yang seharusnya matang untuk menikah ia masih melajang.
Akibatnya hal tersebut dimanfaatkan oleh Pras, Pras tahu bahwa nafsu seks dari Ajeng seringnya tidak terbendung, Pras pun melakukan perjanjian dengan Ajeng, Ajeng harus menjadi modelnya untuk akun Onlyfans yang dikelola Pras, adegan dewasa Ajeng dengan aktor-aktris bawahan Pras dijual di medsos, parahnya Ajeng tetap diminta menggunakan hijab ketika beradegan dewasa dengan alasan mampu menarik followers lebih banyak.
Bayarannya selain nafsu terpuaskan? Ajeng digratiskan mendapat sabu-sabu dari Pras, sedangkan Pras menikmati pundi pundi uang yang ia dapat dari aksi Ajeng bersama aktor-aktrisnya.
"Lusa lu syuting biasa, ya." Chat Pras tersebut hanya dilirik, Ajeng bersiap-siap untuk berangkat, ia menarik nafas mengumpulkan mental, lalu tepatnya pukul setengah empat lebih sedikit Ajeng berangkat.
***
Waktu masih pagi buta, tentu saja suasana masih sepi dengan lalu lalang kendaraan, Ajeng melajukan mobilnya dengan kencang, bukan karena ia ingin segera beres-beres keperluan kantor, tapi Ajeng ingin menggunakan kamar pribadi di tokonya untuk nyabu. Ya, Ajeng belum merasa cukup meski tadi ia sudah menggunakan narkoba lain yaitu heroin di rumahnya.
Ajeng sendiri telah tiga tahun hidup terpisah dari Budi dan Tutik, ingin mandiri dijadikan alasan oleh Ajeng ketika memutuskan berpisah tempat tinggal dari orang tuanya, padahal aslinya Ajeng yang pemadat tinggal terpisah dari orang tuanya karena ia bisa bebas pesta narkoba atau bahkan kadang pesta seks, ditambah lingkungan sekitar rumah Ajeng sangat cuek hingga Ajeng pun makin merasa bebas.
Ajeng memang terlihat hidup enak, selalu terlihat nyaman karena selalu mendapat apa yang ia ingin, tapi hatinya selalu gelisah, gelisah jika hubungan erat dengan ayah ibunya akan merenggang jika suatu saat ketahuan.
Sayangnya tak semua orang akan merasa tenang hanya dengan berdoa dan beribadah, zat adiktif yang telanjur sudah menempel di otak Ajeng makin membuat kegelisahannya meninggi, parahnya untuk menghilangkan kegelisahan atau kecemasan tersebut Ajeng harus kembali ke sesuatu yang membuatnya merasakan rasa buruk tersebut, yaitu narkoba tepatnya heroin dan sabu.
***
Suasana toko kue masih sepi, Ajeng segera pergi ke ruangannya, toko kue yang diberinama Toko Berkah agar rezeki yang berputar didalamnya selalu berkah itu sendiri memiliki dua lantai, bisa dibilang Toko Berkah adalah toko kue terbesar di kawasan Jakarta Timur, letaknya pun di kawasan ramai.
Setahu Tutik dan Budi alasan lain Ajeng pindah rumah pun agar bisa lebih dekat ke toko, sebenarnya ada bangunan untuk dibuat toko dekat kediaman Tutik dan Budi tapi Ajeng mengaku tidak cocok, padahal Ajeng memang merencanakannya supaya ia bisa membeli rumah yang jauh agar bisa hidup terpisah dari orangtuanya demi untuk menkonsumsi sabu serta heroin dengan bebas.
Waktu menunjukkan pukul empat lebih dua puluh menit, sejak sampai beberapa belas menit lalu Ajeng sudah menata toko dengan rapi sesuai keinginannya, kerjanya pun cepat dan rapi.
Meskipun dalam pengaruh narkoba tapi Ajeng memiliki fokus yang kuat, ia masih bisa mengerjakan hal lainnya layaknya orang normal, hal tersebutlah yang membuat banyak orang terkecoh.
Ajeng melihat jam di dinding, ia berpikir masih ada waktu beberapa belas menit sebelum karyawan datang, sesuai niat ia pun nyabu, hingga akhirnya akibat belum tidur sejak melaksanakan shalat malam dan juga akibat pengaruh sabu Ajeng pun mengantuk, Ajeng tertidur di kursinya hingga waktu telah menunjukkan pukul 06.00 pagi dan karyawan pun sudah berdatangan serta bekerja sejak tadi termasuk Yanto.
***
"Gus, Ajeng kok belum keluar dari tadi, ya?" Yanto menanyai salah satu rekannya.
"Oh iya ya, pak." Bagus yang sedikit melambai terlihat seperti orang yang baru ingat akan sesuatu, dengan panik ia segera pergi ke ruangan Ajeng diikuti Yanto, sesampainya di depan ruangan Ajeng ia mengetuk pintu.