Rahma menatap Angel, ia tahu gerak-gerik sahabatnya itu tidak sedang baik-baik saja, Angel nampang gelisah, namun bukan kejang seperti biasa yang ia tahu, soalnya Angel seperti orang yang berbeda, tadi pun saat ditanya nada Angel meninggi meski hanya seperkian detik, ditanya marah atau tidak Angel tiba-tiba menunjukkan kembali kerahamahtahaman.
Bipolar kah? Tapi tidak bisa disimpulkan secepat itu. Skizoafektif? Rahma tahu Angel tidak punya gejala skizofrenia sama sekali, tapi yang jelas Rahma tahu sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja.
Ia pun akan menanyainya, bukan saat istirahat nanti, tapi menunggu momen yang pas, meski entah kapan, ia berharap bisa menanyai sahabatnya itu dan tahu apa yang sebenarnya sedang dirasakan oleh Angel, hingga akhirnya tiga hari berlalu dan Rahma sama sekali tidak punya waktu yang tepat untuk bertanya.
***
Angel menaruh tas nya di meja, ia tidak sempat sholat Ashar di sekolah, ia pun tidak niat untuk menjalankan ibadah sore tersebut, tubuhnya amat lelah, bukan lelah oleh kejang, atau aktivitas apapun, tapi dirinya lelah karena dalam beberapa terakhir dirinya amat sensitif secara emosional.
Tiba-tiba ia melihat di televisi yang sedang ditonton Sukmawati seorang gadis pincang yang diam di sebuah gubuk dan kakeknya lumpuh total juga mereka sangat kurang mampu.
Hati Angel menjadi trenyuh, ia pun memohon pada Allah agar anak tersebut diberikan kekuatan dan kemudahan rezeki serta sang kakek cepat pulih. Ya, akhir-akhir ini hal yang dibenci Angel salah satunya adalah ia amat sensitif dan jadi suka mendoakan orang lain yang tak ada hubungannya dengan dia atau keluarga.
Setiap ada yang ada kesusahan ia pasti berdoa, dimanapun itu, dalam kondisi apapun. Meski itu terlihat baik, dari beberapa hal yang dibaca Angel tentang psikologi, hal yang sedang dirasakan dan dialaminya bukanlah hal yang baik, ia telah mengalami empati berlebih, ditambah ia tahu saat ini Angel juga sedang sangat mudah tersinggung.
Ya, seperti biasa, ada yang batuk saja Angel merasa ia sedang disindir atau direndahkan.
Seperti Rahma, Angel tahu itu bukanlah bipolar atau skizoafektif, tapi ia tahu emosinya sedang tajam, ia pun penasaran apakah hal tersebut ada hubungannya dengan kejang yang sudah sekitar dua minggu lebih tidak ia rasakan.
Di sisi lain ia bersyukur tidak kejang dan berharap kejang kecemasannya itu memang sudah pergi untuk selama-lamanya meski sekilas pernah merindukannya, tapi disisi lain ia mengutuki Tuhan, karena kenapa setelah penyakit mental yang satu hilang, kini muncul penyakit mental yang tak kalah juga menyebalkannya dan tak kalah bikin lelah juga.
Angel sudah muak dengan Tuhannya, ia tak berniat sholat Ashar, ia tidur bahkan tanpa mengganti baju, Angel tidur dengan masih menggunakan seragamnya, di kursi bukan di kasur kamarnya.
Sedangkan Sukmawati yang memperhatikan tahu anaknya sedang tidak baik-baik saja, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, mentalnya pun sedang sama remuknya dengan Angel, ia sedang bergulat dengan mentalnya sendiri, ia ingin bergerak dan menyemangati putrinya, tapi entah mengapa ia tidak bisa bergerak, bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan dzikir dalam hati, Sukmawati merasa seperti orang yang sudah mati.
***
"Ini gimana sih kue kering kok ada di rak kue bolu." Keluh Bagus.
"Tadi siapa yang naruh?" Lanjutnya dengan nada kesal.
Yanto yang ada disitu menghampiri kemudian meminta maaf.
"Tadi saya, Mas Bagus."
"Eh. Maksud saya mba." Yanto mengoreksi kata-katanya karena tahu Bagus lebih suka dianggap sebagai wanita dan biasanya pun pria gemulai tersebut akan memburuk moodnya yang bisa berakibat pada suasana toko yang tentu akan membuat kinerja seluruh pegawai jadi memburuk karena bisa dibilang jika sebuah mesin maka Bagus adalah gear nya.
"Bapak ini karyawan terbaik bulan lalu, lho. Tolong perbaiki lagi. Bukan apa-apa, kita disini satu tubuh, pak. Satu salah maka salah semua." Bagus yang memang ceplas-ceplos itu mengingatkan Yanto yang dijawab anggukan oleh pria tinggi tegap itu.
Mulai dari salah menaruh kue di rak, lupa memanggil nama panggilan Bagus meskipun salah memanggil nama Bagus bagai makanan sehari-hari yang seringnya membuat karyawan lain terhibur serta berbagai hal yang sebetulnya sepele dan sudah jadi hal sehari-hari bagi Yanto kini sering Yanto lakukan dengan salah.
Hal tersebut akibat efek yang mulai muncul dari menghantamkan kepala ke dinding akibat emosi negatif yang meluap-luap selama beberapa hari terakhir, Yanto jadi lebih mudah lupa.
Kemarin pun Yanto lupa motornya sendiri ketika membeli gula satu kilo di Alfamart. Ia salah menaiki motor saat selesai berbelanja, untungnya ia segera ingat yang ia naiki bukan motornya dan belum ada orang yang melihatnya.
Yanto sampai di rumah, belum masuk ia emosi karena ia merasakan motornya bermasalah ketika mematikan mesin, rasa kesal menyelimuti dirinya saat masuk ke dalam rumah, apalagi didapatinya Angel yang masih menggunakan seragam sekolah masih terlelap bahkan di kursi dan seragamnya pun belum diganti dan saat itu adzan Maghrib sudah lewat.
Yanto makin kesal tapi ia yang tahunya saat ini Angel masih memiliki kejang lebih memilih memendam emosinya, ia takut Angel kejang kembali akibat dimarahi, ia juga amat tahu putrinya tersebut adalah orang yang peduli pada perasaan orang lain dan akan bersedih bila mengetahui orang-orang tersayangnya sedang tidak baik-baik saja seperti misalnya marah, kesal atau emosi negatif lainnya.
Yanto masuk ke dalam kamarnya sambil membawa segelas air, ia minum obat karena sudah waktunya minum obat sore.
***
Pukul 9 malam telah lewat, Angel terbangun dari tidurnya, tak ada yang mengingatkannya untuk shalat, Maghrib pun Isa. Bara yang paling rajin mengingatkan Angel untuk shalat lima waktu belum pulang, Sukmawati sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, Syafril ingin membangunkan Angel serta mengingatkan tapi kondisi membuat dirinya harus menyerah walau hanya untuk memikirkannya saja.