Bara sedang menunggu antrian, ia merasa dirinya sakit, bukan fisik, melainkan mental. Selama ini Bara berusaha untuk kuat, menutupi segala rasa stress nya yang menurut perkiraannya sudah sampai pada tahap depresi.
Bayangkan, bagaimana beratnya dimana bagi Bara yang tahunya keluarganya yang lain meski sama menderitanya kadang bisa leluasa menyampaikan perasaan terdalamnya pada psikiater setiap bulan, meski tanpa sepengetahuan Bara justru masih banyak perasaan dari Angel, Yanto dan Sukmawati yang dipendam, membuat mereka makin depresi dan berpikir lebih baik mati. Apalagi Syafril yang tak bisa mengutarakan apa yang ia rasa meski sangat ingin.
Memendam rasa sendiri itu seperti menarik setengah pelatuk saat ingin bunuh diri tapi menyadari langkah tersebut salah dan sudah terlambat, ingin membatalkan namun pada akhirnya tidak bisa mengelak dan peluru pun menembus ke kepala.
Hari ini adalah ulang tahun Bara, ulang tahun yang sejak kecil tidak pernah ia rayakan, tapi tadi pagi sewaktu sedang mendaftar untuk berobat, seorang petugas memberinya bingkisan dan ucapan selamat ulang tahun.
Dalam novel ini Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto memang membagikan bingkisan dan ucapan selamat ulang tahun pada pasien atau calon pasien yang berobat di hari kelahirannya. Bara sempat diselamati beberapa pasien lainnya dan juga beberapa petugas dan juga perawat yang kala itu ada di tempat tersebut.
Tapi jiwa Bara yang terlalu remuk akibat apa yang telah menimpa keluarganya selama ini membuat tidak ada secuilpun rasa bahagia dan senang ketika tadi hampir semua yang ada di ruang antrian mengucapkan ulang tahun padanya.
Bara sendiri tidak memeriksakan kejiwaannya ke Rumah Sakit Jiwa Grogol karena dirinya tahu disana ada David sebagai petugas yang sudah sangat akrab dengannya dan keluarga, ia tak ingin sesuatu hal yang tak diinginkan yaitu David memberitahu Angel dan yang lainnya bahwa Bara memeriksakan kejiwaannya terjadi.
Apalagi David dulu pernah bilang dalam salah satu acara di RSJ Grogol ketika ia menjadi pembawa acaranya bahwa tak ada yang perlu ditutup-tutupi dari masalah kejiwaan yang sedang dialami karena itu akan makin menggerus mental.
Ya, Bara tahu mentalnya makin tergerus juga salah satunya karena ia selalu diam dan memendam sendiri, tapi ia yang selalu mengalah itu memilih dirinya makin remuk redam ketimbang keluarganya yang sudah depresi makin bertambah depresi karena tahu satu-satunya orang normal di keluarga mereka kini juga sedang berjibaku dengan masalah mental.
"Bara Ananda Satriyo."
Bara dipanggil, ia pun masuk ke ruang psikiater untuk mengatakan semua apa yang ia pendam selama ini.
***
Bara terkejut, ternyata Dokter Wahyu yang mendapat giliran menjadi psikiater di hari Bara memeriksakan kondisi mentalnya tersebut. Dokter Wahyu sendiri adalah dokter jiwa yang menjadi psikiater Sukmawati.
"Mas Bara, kenapa bengong aja?"
"Ayo silakan duduk."
Dokter Wahyu ramah mempersilahkan Bara untuk duduk.
Dengan terbata-bata dan ada perasaan was-was juga kalau-kalau dokter dengan tubuh berisi tersebut nanti memberi tahu pada keluarganya, Bara bertanya.
"Loh, Pak Wahyu? Di depan tulisannya Pak Diono."
"Iya. Nama sama Wahyu Diono Sukamulyo."
"Di papan RSJ Grogol pun pake nama W. Diono S."
Terangnya ramah yang dijawab anggukan mengerti dari Bara dengan senyum grogi dan juga merasa bodoh karena selama ini tidak pernah memperhatikan nama Dokter Wahyu di papan pengenal Rumah Sakit Jiwa Grogol.
Dokter Wahyu yang dari gerak-gerik Bara paham betul alasan ia memeriksakan kesehatan jiwanya bukan di RSJ Grogol pun berkata dengan senyum dan nada bicara ramah,
"Bara, kalau mau merahasiakan ini dari keluarga, saya bisa janjikan itu sesuai aturan yang berlaku."
Bara merasa lega, ia pun berkata "Baik. Terima kasih, pak." Yang kembali dibalas oleh Dokter Wahyu,
"Tapi gak boleh dipedam terus, ya."
"Suatu hari anda harus cerita ke keluarga."
"Meski itu berat itu harus."
"Karena sesuatu gak mungkin disembunyikan selamanya."
"Apalagi ini kaitannya dengan mental."
Bara pun mengangguk dan menjawab
"Iya. Baik."
Ia berjanji pada Dokter Wahyu kelak akan menceritakan kondisi mentalnya pada keluarganya jika ia dan keluarganya sudah siap.
"Lalu keluhannya? Berkaitan dengan keluarga?" Tanya Dokter Wahyu.