Berharga

Rere Valencia
Chapter #20

Sebelum Awal Dari Bab-Bab Baru Yang Pahit

Bara memandangi langit-langit rumahnya, padahal jam 9 pagi seharusnya ia sudah berada di toko kain sari Tante Tutik, tapi hari itu ia memutuskan izin, kemarin adalah tepat sebulan setelah Bara memeriksakan kesehatan jiwanya, dan jawaban kemarin membuat hati ia dan keluarganya remuk, Bara divonis mengidap persistent depressive disorder, salah satu dari bagian gangguan kejiwaan depresi.

Semalam Angel kejang-kejang mendengar itu, Sukmawati hanya diam dengan mata nanar, tapi Bara tahu ibunya itu hatinya lebih remuk lagi, Yanto mengutuki Allah dan bersumpah tidak akan ibadah lagi karena selama ini doa-doanya justru malah kebalikannya yang terjadi, sedangkan Syafril, nampak jelas raut kecewa dari dirinya meski lagi-lagi seisi rumah menganggap itu adalah reaksi wajar dari orang lumpuh.

Sebelumnya, Angel yang telah merasakan gejala awal kejang karena kabar buruk kakaknya lebih memilih masuk ke kamar, ia kemudian kejang-kejang sendiri di kamar tanpa satupun anggota keluarga yang melihat, keputusan itu diambil karena Angel merasa ayah ibu dan kakak sulungnya saja sudah pusing dengan persistent depressive disorder, mereka tentu akan bertambah pusing jika tahu Angel juga sedang mengalami masalahnya sendiri yaitu kejang.

Angel sendiri masuk kamar dengan alasan ada pelajaran yang tidak bisa ditinggal, seisi rumah percaya karena sorenya Angel memberitahu bahwa jatah beasiswa kini tinggal tersisa dua yang diperebutkan oleh Alex, Mikhayla dan dirinya.

Setelah memberitahu keluarganya Bara memilih tidur, tapi tidak bisa sama sekali sehingga dari malam sampai pagi ia hanya melihat langit-langit rumahnya yang sudah keropos, mengingatkannya kembali akan biaya renovasi yang tidak sedikit, membuat depresinya kembali menguak, Bara pun berusaha untuk tidur karena memang rasanya sangat tidak enak, tapi ia tak bisa.

Hingga pukul 9 pagi, Yanto dan Angel yang pamitan, Sukmawati yang mengingatkan Bara saatnya kerja ia biarkan berlalu, bukan Bara tak mendengar, tapi lebih ke ia amat letih untuk bergerak, ia sangat kecewa dengan keadaan dirinya, dan Sukmawati yang mengingatkan Bara pun paham dan melanjutkan aktifitas pagi seperti biasa karena ia yang juga mempelajari tentang psikologi tahu bahwa satu-satunya bantuan dari dirinya saat itu adalah membuat putra sulungnya tenang.

***

Waktu menunjukkan pukul 12.30 siang, Sukmawati mengintip ke kamar Bara, dilihatnya putranya tersebut sedang melamun menatap langit-langit, sebetulnya wanita yang ubannya makin banyak tersebut ingin mengingatkan pemuda tersebut untuk Shalat Dzuhur tapi ia urungkan karena sekitar dua puluh lima menit yang lalu, saat iqomah selesai berkumandang Sukmawati sudah mengingatkan untuk sholat, tapi Bara dengan mata nanar berkata, "Sebentar lagi." Raut wajahnya memang tersenyum, tapi suara terpatah-patah dari Bara menyadarkan Sukmawati bahwa ada yang tidak beres pada mental putra pertamanya tersebut saat itu.

Sukmawati kembali duduk, ia menonton televisi tapi dengan suara kecil, takut anaknya itu terdistraksi, saat itu sedang tayang acara komedi, Sukmawati pun tertawa dengan pelan dan secukupnya ketika momen-momen komedi muncul, ia begitu karena tahu seseorang yang depresi lebih rentan merasa ditertawakan, apalagi jika suara tawanya keras, banyak penderita depresi yang mengira tawa keras dari arah manapun diarahkan kepada mereka langsung, yang membuat mereka semakin tertekan.

Kali ini Bara pun muncul, ia menengok ke arah televisi, Sukmawati sangat tahu betul dalam hatinya Bara mengucapkan, "Oh. Dari tivi."

Bara keluar untuk mengisi teko di kamarnya yang telah habis, ia yang kini mengidap depresi itu kini lebih sering merasa haus serta lebih banyak buang air kecil, entah sudah berapa kali sejak pagi Bara bolak-balik kamar dan kamar mandi untuk mengeluarkan urine nya.

"Bu, ada WA dari Tante Tutik?"

"Hapeku sinyal XL nya lagi gangguan."

"Ibu kan pakenya IM3, masa eror berbarengan."

"Coba cek, bu."

Rentetan kalimat muncul tiba-tiba dari mulut putranya tersebut, dengan agak bingung Sukmawati pun mengiyakan, mengecek handphone yang diberi oleh Ajeng setelah Sukmawati memulai bisnis jualan kue donat.

"Ada nih, Bar. Tutik bilang supaya kamu istirahat sampai pulih."

"Oh. Iya, bu..sampaikan amin, aku pulih." Balas Bara sambil masuk kamar kembali yang dijawab "Iya." Oleh wanita yang kini di dalam hatinya makin khawatir dengan kondisi Bara.

Sebetulnya sinyal XL Bara tidaklah gangguan, justru Bara yang melakukan freeze pada aplikasi WhatsApp dan beberapa aplikasi medsos miliknya karena ada perasaan takut, takut diganggu, takut salah membalas pesan yang membuat orang tersinggung, takut memberi atau mendapat jawaban yang tidak sesuai keinginan masing-masing pihak dan membuat hati masing-masing sakit, dan berbagai ketakutan lainnya. Ya, selain persistent depressive disorder Bara sadar kemungkinan saat ini ia juga memilik kecemasan sosial.

Kecemasan sosial Bara tentu bukan tanpa alasan, ada banyak penyebab mengapa Bara yang dulunya memiliki sikap paling berani kini perlahan-lahan mulai muncul kecemasan sosial, semuanya tidak instan dan mulai terbentuk sejak kematian Intan akibat yang dilakukan Yanto dulu pada Sukmawati, bahkan bibitnya jauh sudah muncul sebelum peristiwa yang kini membuat Intan tak ada di tengah-tengah keluarga terjadi.

Bara kembali berbaring di kamarnya, memandang langit-langit dan sadar masa depannya kini sedikit demi sedikit ikut berbaring malas sama seperti dirinya, menandakan kemalasan yang disebabkan rasa frustasi dan cemas yang mendalam meski untungnya Bara belum pada tahap tersebut.

Bara terkadang mendengar suara para pelawak di televisi, suara tawa mereka yang memekakkan telinga kini menembus hatinya dan jiwanya berbisik bahwa para pelawak itu kini sedang menertawakan dirinya, untungnya pengetahuan Bara akan kesehatan mental yang dalam membuat Bara tahu itu hanya ada di dalam pikirannya saja, meski sisi lain jiwa nya mendesak ia untuk mengiyakan bahwa memang ia sedang ditertawakan, setidaknya secara kacamata ghaib sang dunia lah bersama setan yang menjadi dalang dan konduktor untuk mengarahkan semua tawa-tawa tersebut pada dirinya, tapi dalam kacamata rasional Bara paham betul itu sama sekali tidak berdasar, sangat klenik.

Kini Bara mulai mengerti bagaimana rasanya menjadi ayah, ibu serta adik perempuan sulungnya, Angel. Ia pun mencoba tidur karena sepengetahuan dirinya itulah satu-satunya cara agar mentalnya bisa pulih paling tidak untuk beberapa jam ke depan, meskipun sulit Bara berusaha keras untuk tidur, ia sebetulnya sadar dirinya belum Salat Dzuhur tapi Bara pun menyadari bahwa Allah SWT pasti memahami keadaan dari hamba Nya itu kini, Bara terus berusaha dan berusaha untuk tidur demi kesehatan mentalnya sendiri, ia pun akhirnya terlelap dan berharap keadaan mentalnya membaik, paling tidak untuk sementara waktu ke depan.

***

Terdengar suara Angel, gadis yang pulang ke rumah diantar Rahma untuk mengambil pakaian olahraga yang tertinggal tersebut terkejut ketika tahu kakak sulungnya tidak berangkat kerja,

"Oh, Kak Bara gak ke Tante Tutik, bu?"

"Oh, iya." Angel mengangguk tanda mengerti.

Angel tahu itu semua berkaitan dengan depresi Bara karena semalam ia dan anggota keluarga lainnya sudah membicarakan masalah yang dialami pemuda dengan wajah manis tersebut, Angel dan lainnya yang masing-masing tahu akan bagaimana menangani kesehatan mental sangat percaya bahwa suatu saat secara perlahan Bara bisa mengatasi keadaan dirinya, dengan dukungan mereka tentunya.

Selesai mengambil pakaian olahraga Angel pun langsung berangkat kembali ke sekolah, Angel amat mengerti dalam keadaan depresi kakaknya sama sekali tidak boleh diganggu, tadi pun ia memelankan suaranya ketiga bertanya soal Bara pada Sukmawati, ia yang mengetahui Bara tidak berangkat kerja lewat suara batuk kakaknya tersebut paham betul kakak yang amat ia sayangi itu kini sangat sangat sensitif seperti halnya pengidap depresi pada umumnya, meski dirinya hanya bisa menebak-nebak kakaknya itu sedang terlelap atau tidak, batuknya dilakukan secara sadar atau tidak, Angel tetap berjaga-jaga dalam berbicara tentang sang kakak karena siapa tahu Bara saat itu sedang terjaga.

Lihat selengkapnya