Berharga

Rere Valencia
Chapter #23

Bara Pergi untuk Selamanya

"Bara makan dulu..."

Setelah mengetuk pintu Sukmawati masuk. Saat itu pukul 8 pagi, terlihat Bara tidur begitu pulas. Sukmawati paham seseorang yang sedang mengalami depresi berat seperti Bara memang normalnya akan begadang pada malam hari karena kepikiran hidupnya, efeknya baru di pagi hari baru mengantuk dan akhirnya tidur di waktu yang tidak normal.

Ditambah lagi ia juga paham, malam hari itu penuh ketenangan, tidak ada suara orang, tidak ada aktifitas, yang kadang membuat hati penderita kejiwaan atau depresi merasa tertekan. Suasana tenang dan rasa insomnia itu bagai surga bagi penderita gangguan jiwa termasuk depresi, meski kadang rasa pedih hati sebab salah satu contohnya memikirkan nasib esok hari masih menghantui.

Sukmawati sendiri dalam keyakinannya tahu di dalam agama Islam bahwa tidur disaat pagi hari bisa menghambat rezeki, tapi ia kini lebih memprioritaskan ketenangan hati Bara, pada akhirnya ia meletakkan piring di meja dan menutupinya dengan lap, ia tahu saat bangun tidur Bara akan memakannya, ia hapal sekali biasanya menjelang Dzuhur Bara sudah bangun.

Sukmawati meninggalkan kamar Bara, ia menutup pintu dengan perlahan agar Bara tidak terbangun karena ia tahu seseorang yang memiliki depresi seperti Bara hatinya akan lebih mudah tersinggung. Mungkin saja jika pintu ditutup keras sampai berbunyi pikiran Bara akan menangkap tindakan Sukmawati itu sebagai tanda kekesalan dan amarah karena Bara tidur di pagi hari yang menurut keyakinan dalam agama bisa menghambat rezeki.

***

Bara membuka matanya, dilihatnya di jam dinding jam menunjukkan pukul 9 lebih 8 menit, Bara yang tidak menghitung sudah berapa hari tidak masuk kerja merasa hampa, ia memang berniat keluar dari toko kain sari Tante Tutik, tapi ia kini mulai merasakan begitu terbebaninya orang yang tidak bekerja dan hanya tidur-tiduran dan tidak melakukan apa-apa.

Ia sering mendengar suara kegiatan di luar ketika Sukmawati, Yanto dan Angel melakukan tugas rumah tangga sehari-hari seperti menyetrika, mencuci, baik piring maupun pakaian ataupun menyapu dan membersihkan rumah.

Bara sebetulnya ingin membantu dan melakukan kegiatan-kegiatan itu juga, tapi mental menghambatnya, salah satunya mental malu bertemu keluarganya, mental malu bertemu orang-orang yang ia kenal, karena dirinya merasa ia hanya pecundang, ia takut setiap bertemu orang-orang yang ia kenal termasuk keluarganya ia jadi bahan omongan, salah satunya karena dalam beberapa hari terakhir ini ia hanya tidur-tiduran di kamar.

Bahkan pernah ia salah dengar, Yanto dan Sukmawati yang sedang membicarakan soal angsuran RW karena bicara mereka kurang keras dan nampak bisik-bisik, Bara yang kala itu tidak sengaja mendengar saat akan buang air kecil merasa kedua orangtuanya itu sedang membicarakan dirinya, ia merasa dibicarakan soal dirinya ada di kamar terus menerus.

Akibatnya setelah itu seharian Bara merasa sakit hati, ia merasa terluka karena orangtuanya pun menganggap ia sebagai pecundang, juga ada perasaan kenapa mereka tidak membicarakannya saja langsung di depan dirinya. Bara pikir mereka tahu soal penanganan kesehatan mental, tapi kenapa hal paling dasar tentang tak boleh menyembunyikan hal apapun yang berkaitan dengan seseorang yang sedang depresi atau mengalami gangguan mental justru mereka malah seolah tidak tahu peraturan tersebut ada?

Menyembunyikan sesuatu dari seorang penderita depresi dan gangguan mental setahu Bara selayaknya menusuk keluarga sendiri dari belakang. Kala itu Bara sakit hati sampai ia sama sekali tidak bisa tidur, ia baru bisa tidur ketika matahari sudah terik dan hal tersebut makin menambah rasa depresinya.

Bara yang baru beberapa menit membuka mata pun kemudian mengecek handphonenya, karena masa tenggat bulanan kuotanya sudah hampir habis, ia pun mencatat di catatan handphonenya demi mengingatkan dirinya bahwa kuota hampir habis, Bara melakukan itu karena memang dirinya pelupa, berbagai hal untuk pengingat pun ia tulis di catatan handphonenya, termasuk pekerjaan-pekerjaan dia dulu di toko kain sari.

Lalu setelah itu Bara mengecek ke aplikasi jobstreet, terlihat lamarannya masih sedang dipantau. Dalam hati Bara merasa bahkan ia masih harus menderita lebih lama dulu di dalam kamar, apalagi mendengar suara-suara kegiatan keluarganya dimana ia merasa menjadi sampah karena tidak bisa apa-apa disebabkan keadaan mentalnya kini.

***

Tasha membantu menyiapkan hidangan makan siang untuk keluarga Yanto, nampak Angel juga membantu meski ia sudah diingatkan bahwa dirinya memiliki kejang kecemasan, Yanto sendiri baru pulang, ia mengganti pakaiannya dan sebelumnya seperti orang kebanyakan berbasa-basi menyambut Tasha dimana Darmanto, Marsha dan Andre juga ikut bertamu.

Hal itu atas saran Angel agar Bara setidaknya mau keluar kamar dan ikut bercengkrama. Angel yang tahu ada hubungan serius antara kakak sulungnya dengan Tasha lupa bahwa mental seseorang yang sedang depresi akan bertambah runyam ketika ada kekasihnya atau keluarga juga orang terdekatnya datang mengunjungi. Yanto dan Sukmawati pun seolah ditakdirkan tidak mengingat salah satu poin itu, hanya Syafril yang ingat, seolah alam semesta mempermainkan dan takdir Tuhan tidak mengarah ke angin yang berhembus sejuk.

Untungnya malam itu tidak akan menjadi bencana, Bara masih bisa menahan diri, setidaknya itu yang terlihat dari luar, dimana sebetulnya di dalam hatinya ia merasa lebur. Kata lebur lebih tepat diistilahkan karena remuk masih terlalu lembut untuk menggambarkan perasaan pemuda itu kini. Ya, hari itu adalah bencana besar bagi batin seorang Bara.

Bara yang tadi keluar kamar dibujuk oleh Sukmawati menyalami Darmanto, Andre, Marsha dan ia pun memeluk Tasha. Saat memeluk kekasihnya itu ia sebetulnya sangat ingin menangis karena merasa mengecewakan kekasihnya itu, tapi ia tahan-tahan, yang membuat hati Bara pada malam itu semakin lebur.

Darmanto pun sempat bercengkrama dengan Bara, pun Andre juga sempat melakukan kegiatan serupa, diluar Bara terlihat normal, tapi Darmanto dan Andre berusaha menjaga batas karena sebelum berangkat mereka sudah membaca dan berusaha mempelajari seni berbicara dengan orang depresi yang repot-repot Tasha beli demi makan malam di rumah keluarga kekasihnya tersebut.

Bara tidak menyadari bahwa cara orang yang berusaha menahan diri ketika berbicara dengannya membuat lawan bicaranya itu tertekan secara batin, contohnya Darmanto dan juga Andre.

Darmanto yang memiliki darah tinggi harus mencoba menahan diri ketika mengobrol dengan Bara, akibatnya tekanan darahnya meningkat dan ia cukup pusing. Pun Andre yang sudah cukup stress karena habis dimarahi bosnya sebab izin diwaktu tol sedang ramai kini harus rela mengalah dan mengiyakan semua pembicaraan Bara karena takut membuat Bara tersinggung. Ya, tentu saja hal itu membuatnya tertekan secara mental.

Sedangkan Marsha, meskipun terlihat polos karena ia masih anak-anak, dirinya sejak tadi hanya menunduk, ia agak kikuk karena sejak tadi dipandangi dan disenyumi oleh Bara, meski niat Bara sendiri ialah agar lebih mengakrabkan diri dengan gadis kecil tersebut karena yang Bara tahu begitulah cara agar membuat anak kecil merasa lebih nyaman ketika berada di rumah orang lain. Bara lupa bahwa yang ia baca itu buku di alam mimpi. Ya, Bara yang depresinya sudah akut dan makin mengarah ke gangguan mental kini tidak bisa membedakan yang mana dunia nyata dan yang mana hanyalah mimpi.

***

Lihat selengkapnya