Berharga

Rere Valencia
Chapter #34

Rahma

"Jadi gitu, Njel."

"Itu alasan kamu niat keluar dari sekolah."

"Itu manusiawi banget, sih."

"Tapi kamu udah sampe di kelas dua kayak gini,"

"Bukannya kamu harusnya ngehargai usaha kamu yang bentar lagi naik kelas 3."

"Tinggal beberapa bulan lagi kita ke kelas tiga lho, Njel."

"Selama ini kamu bisa berhasil lalui,"

"Semenjak kamu bocil, sampai sekarang kamu kayak bidadari gini,"

"Masa kamu mau sia-siain perjuangan kamu semenjak kamu kecil sampai sekarang."

"Coba kamu pikir, berapa kali kejang yang berhasil kamu takhlukan,"

"Kita semua disini tahu, Njel,"

"Entah sudah berapa lama mata pelajaran,"

"Berapa banyak ujian, pekerjaan rumah, prakarya,"

"Yang kamu lalui dengan rasa kejang,"

"Dan kamu sekarang mau nuker keberhasilan kamu mengalahkan kejang itu dengan cara keluar dari sekolah?"

"Aku tahu kamu bakal jawab ini gak ada hubungannya sama kejang,"

"Ini karena rasa iba kamu terhadap ibu kamu,"

"Dan juga kamu gak mau ngerepotin tante kamu terus,"

"Tapi keluar dari sekolah, itu juga sama aja,"

"Kamu gak menghargai setiap kemenangan kamu terhadap kejang,"

"Yang bisa kamu kalahkan setiap kamu belajar di sekolah ini."

"Kamu mau setiap kemenangan kamu melawan kejang kecemasan sia-sia, percuma?"

"Ayolah, Njel."

"Dua bulan lagi ujian kenaikan kelas 3,"

"Itu artinya tinggal satu tahun tiga bulan cita-cita kamu untuk masuk universitas dengan jurusan psikologi terbaik terwujud,"

"Dengan nilai-nilai kamu selama ini,"

"Yang selalu nomor satu di kelas,"

"Bahkan di sekolah ini,"

"Dengan sisa perjuangan kamu yang tinggal setahun tiga bulanan,"

"Kamu mau nyerah gitu aja, Njel?"

"Orang tuaku pernah bilang,"

"Setiap individu yang sudah dekat dengan harapan serta cita-citanya,"

"Biasanya ujiannya akan terasa lebih berat dan besar,"

"Kamu tahu Lukman?"

"Aktifis dan penulis novel itu,"

"Dia dapetin popularitasnya justru waktu dia dirawat di rumah sakit jiwa akibat waham percobaannya, lho."

"Apalagi, Pak Samsul, ayah Lukman,"

"Sempat kambuh sama parahnya,"

"Sama kayak Lukman."

"Bukannya Bu Angel udah ceritain itu ke kamu,"

"Aku yakin Bu Angel udah cerita hal itu berkali-kali ke pasiennya,"

"Sebagai motivasi,"

"Juga termasuk ke kamu."

"Kamu kenapa diem aja dari tadi?"

"Masa kita telponan dari tadi aku terus yang ngomong."

"Pokoknya, besok sesuai rencana,"

"Mumpung Minggu,"

"Aku bakal datang ke rumah kamu,"

"Sesuai tugas dari Pak Agus."

Lihat selengkapnya