Berharga

Rere Valencia
Chapter #35

Keputusan

Waktu menunjukkan pukul 8.30 pagi, di hari libur itu Angel sedang menatap ke luar jendela yang sedang hujan, hal sama seperti yang dilakukannya saat dirinya masih berusia 11 tahun, dimana setelah itu ia mengalami berbagai tragedi, dan akibat melihat kondisi kakaknya yang kini entah dimana dan tentu sang kakak bungsu yang kini lumpuh, ia memutuskan untuk berkuliah di universitas psikologi terbaik.

Kondisi Yanto dan juga Sukmawati yang kemudian mengalami gangguan kejiwaan membuat Angel memutuskan dengan bulat tujuannya itu akan ia wujudkan kelak.

Tapi sekarang Bara sudah entah dimana, Yanto pun telah wafat, meski masih ada Sukmawati dan Syafril, sudah tidak utuhnya keluarga membuat Angel berpikir cita-citanya agar anggota keluarganya menjadi utuh dalam artian dekat sudah remuk.

Entah mengapa hari itu adalah ulang tahun Angel, sama seperti waktu ia menatap ke luar jendela ketika ia masih bocah cilik dulu, Angel tidak paham apa maksud Tuhan, sama-sama di hari ulang tahunnya serta sama-sama menatap hujan.

Bedanya kali ini Angel sedang menatap ke luar jendela untuk menunggu hujan reda, agar ia bisa berjalan-jalan di taman, membicarakan keputusannya pada Alex dan Rahma.

Rahma dan Alex sendiri sedang menonton televisi, juga untuk menunggu hujan reda, sesekali mereka mencuri pandang pada Angel yang sedang menatap ke luar jendela, melihat raut wajah Angel yang nampak berkerut membuat mereka khawatir, tapi mereka tidak berani menanyakan pendapatnya pada gadis cantik berwajah babi face tersebut.

Hujan makin kencang, kemudian halilintar menggelegar, Angel masih bergeming menatap ke luar jendela, kini ia merindukan omelan Yanto, yang memperingatkan bahayanya menatap keluar jendela ketika halilintar menghujam.

Bukan saat Yanto masih jauh dengan keluarga saja ia mencak-mencak bila ada seseorang di dekat jendela kala hujan deras, beberapa hari sebelum kematiannya pun Yanto mendapati Sukmawati sedang menatap ke luar jendela dan itu membuatnya naik pitam. Ya, Yanto masih percaya takhayul tersebut meski kondisinya sudah membaik dan membaik dari kejiwaan.

Pada akhirnya hujan sudah mulai reda dan perlahan-lahan mengecil, Angel berjalan menghampiri Rahma dan Alex yang masih menonton televisi, ia memanggil mereka berdua dari jarak lumayan dekat.

"Ma, Lex... Kalo sepuluh menit lagi hujannya reda kita jalan keluar kayak yang kini rencanain, ya."

"Oh siap, Njel."

"Oke, Njel."

Mereka berdua menjawab dengan kompak meski kalimatnya sedikit berbeda, membuat ketiganya tertawa terbahak-bahak.

"Eh, Lex. Kamu sumringah terus pas Angel ngomong."

Ledek Rahma.

Alex yang hanya diam tersenyum, sedangkan Angel mencubit lengan Rahma sambil berkata,

"Apaan, sih."

Kedua sahabat tersebut kemudian tertawa terbahak-bahak, duduk diantara keduanya, Alex nampak tersipu malu, ia salah tingkah dan pura-pura memainkan handphonenya, tapi sialnya ia malah justru tanpa sengaja membaca pesan Whatsapp dari Indah, yang isinya,

"Kamu dimana? Aku di rumah kamu dari tadi, lho."

"Mau ketemu yang punya rumah, malah sekarang aku terpaksa ngobrol gak jelas sama babu kamu."

"Kesini, cepet!"

Pesan tersebut dikirim satu jam yang lalu, Alex pun berpikir mungkin sekarang Indah sudah pulang karena senewen mendengar celotehan Bi Arum yang memang terkenal cerewet itu, pembantu yang mengasuh Alex dari semenjak dirinya balita tersebut memang disaat-saat tertentu seolah menjadi penyelamat dengan ciri khas kecerewetannya.

Untuk alasan lainnya, Alex kini tidak bisa pulang sebab tugasnya untuk membujuk Angel untuk mengubah keputusannya keluar dari sekolah belum selesai. Sama seperti Rahma, Alex tidak ingin kerja keras yang dibangun Angel selama ini buyar, Alex tahu banyak hal berat yang menimpa gadis yang ditaksirnya itu, ia juga tahu ada beban merasa menjadi benalu dalam diri Angel, jika jadi Angel pun dirinya belum tentu kuat, dan mungkin sudah menyerah semenjak masih duduk di bangku sekolah dasar.

"Yuk, hujan udah berhenti total, ayuk jalan-jalan di taman.

Suara Angel yang lembut namun agak serak-serak basah karena sedang flu mengagetkan pemuda yang amat pandai bermain juggling bola itu.

"Oh, ayo." Alex refleks berdiri ketika mengucapkan itu, tapi baru saja berdiri, halilintar kembali menggelegar, dan gerimis kecil tiba-tiba menghujam.

"Yaah, udah mulai turun ujan lagi." Keluh Rahma.

"Apa aku gak boleh ngasih keputusan hari ini, ya?" Tanya Angel dengan suara lirih disertai nada kecewa.

"Jangan percaya hal kayak gituan, Njel."

"Kemarin juga hujannya sampe sore."

Ucap Rahma, yang dilanjut Alex,

"Kita disini lama juga gak papa, Njel,"

"Gak ada tugas apapun buat besok,"

"Lagi pula guru-guru udah ngerti tugas kita,

"Jadi kalo aku sama Rahma gak belajar hari ini,"

"Dan itu berimbas pada hasil belajar besok,"

"Guru-guru juga pasti paham, kok."

Jelas Alex mengakhiri kalimatnya,

"Iya juga, ya."

"Tapi kita ngapain disini?"

"Kalo ujan sampe sore bosen banget,"

Tiba-tiba Alex memotong kata-kata dari Angel tersebut,

"Njel, kamu gak bisa mutusin kamu keluar atau nggak disini aja,"

"Sekarang?"

Pertanyaan tiba-tiba dari Alex tersebut membuat Rahma panik, panik bila itu membuat kejang kecemasan Angel kumat, tapi untungnya hal tersebut tidak terjadi,

"Ada sesuatu di taman itu, yang bisa bikin keputusanku untuk keluar atau nggak dari sekolah benar-benar matang."

Jawaban dari Angel tersebut sebetulnya cukup membuat Alex dan Rahma bingung, mereka pun bertanya alasannya, tapi Angel menjawab,

"Nanti kalian pasti tahu."

Jawaban Angel disertai senyum, senyum yang bukan saja amat manis, tetapi ada ciri khas kejujuran dari gadis cantik berhijab tersebut, dimana senyum tersebut sudah sering dilihat oleh Alex dan Rahma sebelumnya, senyum yang teruntai bila gadis yang ada dihadapan mereka tersebut mengucapkan kata-kata jujur dan benar-benar dari dasar hati.

Akibat senyum Angel tersebut keduanya pun terpaku, mereka diam beberapa saat, hingga akhirnya Angel menyadarkan mereka,

Lihat selengkapnya