Angel melihat nilai ujian kenaikan kelas pelajaran bahasa indonesianya berkali-kali, ia mendapatkan nilai 9.5 untuk pelajaran tersebut, tapi bukan 9.5-nya yang ia pikirkan, tapi pada bagian soal tertulis ada soal untuk menulis cerpen berdasarkan pengalaman hidup, Angel memilih untuk mengisahkan kisah Syafril, yang malang, yang seringnya menderita melihat keluarganya dalam nestapa dalam kelumpuhan total namun hanya bisa diam disebabkan kelumpuhannya.
Dan Angel yang melihat nilai ujian bahasa indonesia miliknya adalah kejadian 4 bulan yang lalu, kini Angel sudah naik ke kelas 3 dan lagi-lagi menjadi siswi kelas 2 dengan nilai kenaikan kelas tertinggi diantara murid-murid lainnya, bahkan ada 3 mata pelajaran dengan nihil salah.
Dan Angel mengenang keluarganya untuk menjawab ujian beberapa mata pelajaran, misal, matematika, kebetulan beberapa soal yang serupa pernah Angel baca ketika iseng membaca dan mempelajari soal matematika milik Bara saat masih bocah dulu. Untuk ujian pendidikan agama ia masih hapal apa yang dididikkan Sukmawati sejak kecil sampai Angel yang sekarang ini, untuk ujian akutansi, Angel yang terbiasa membantu almarhum Yanto seolah terbantu oleh masa lalunya membantu sang ayah dalam hal keuangan toko kue almarhumah Ajeng.
Dan ada satu pertanyaan dalam ujian pendidikan agama, tentang dimana anak-anak yang belum dilahirkan di alam sana. Teringat Intan, Angel pun bisa menjawabnya dengan benar.
Meski ketiga pelajaran tersebut tidak mendapatkan nilai 10 seperti 3 mata pelajaran yaitu Fisika, Geografi dan Sejarah, kala itu Angel tetap merasa puas dan amat berterimakasih pada keluarganya.
Kini sedang pelajaran bahasa inggris, Angel memperhatikan guru mata pelajaran tersebut dengan seksama, apa yang ibu guru itu terangkan, yang ia tulis di papan tulis, Angel perhatikan dengan seksama.
Rahma memperhatikan Angel yang amat serius. Ia geleng-geleng kepala kagum, karena di mata Rahma, Angel sudah amat menguasai pelajaran yang diterangkan sang guru, tapi tetap Angel memperhatikan dengan amat sangat serius.
Bel jam istirahat berbunyi, Angel dan Rahma yang sama-sama sudah kelas 3 tersebut berjalan ke arah kantin sekolah.
"Kamu serius banget tadi."
Angel pun menjawab,
"Takut lupa, Ma."
"Hehe... Soalnya, otakku."
Rahma meminta maaf pada Angel, Rahma lupa dengan kondisi otak Angel saat ini, ia harus dua kali lipat atau tiga kali lipat bahkan empat kali lipat memperhatikan serta mendengarkan guru-guru mata pelajaran.
"Gak papa kok, Ma."
"Kan kamu lupa."
Jawaban Angel itu membuat Rahma tersenyum lebar, dan, meski ia tahu Angel harus mengerahkan kemampuannya berkali-kali lipat untuk memperhatikan dan mendengar penjelasan dari guru, tetap saja hasil nilai yang hampir sempurna membuat gadis yang memiliki kakak sosiopat dan ayah pengangguran serta suka playing victim tersebut kagum pada Angel.
***
"Udah pulang, Njel."
"Gimana tadi di sekolahnya?"
Pertanyaan Sukmawati tersebut disambut ciuman tangan ke wanita dengan rambut putihnya makin banyak itu, serta kata-kata, "Lancar. Alhamdulillah." Pun meluncur dari mulut Angel.
"Ganti baju, istirahat sebentar."
"Udah Shalat Ashar?"
Tanya Sukmawati yang dijawab "Sudah, di sekolah." Oleh Angel.
"Aku istirahat bentar sampai Maghrib ya, bu." Ucap Angel sambil berlalu masuk ke kamar, Sukmawati pun menjawab "Ya." Kemudian lanjut dzikir.
Sukmawati tahu Angel saat itu, seperti hari-hari biasanya, mengalami kejang kecemasan, hal yang lumrah dialami seseorang yang memiliki sakit tersebut bila terlalu capek, atau beraktivitas diatas 9 bahkan diatas 12 jam, apalagi ditambah Angel harus memfokuskan pikirannya lebih fokus dari orang lain, yang membuat kejang kecemasannya makin kuat.