Berharga

Rere Valencia
Chapter #42

Angel

“Itu Rahma sama Sholeh, Lex.”

“Oh, iya.”

“Kita samperin mereka.”

Tanpa menyadari Angel sedang mengalami kejang kecemasannya Alex melajukan motor hingga sampai di tempat parkir kampus, Rahma yang sudah menanti beberapa menit melihat hal yang tidak asing baginya, yaitu kejang kecemasan dari sahabat terbaiknya.

Rahma tahu Angel berusaha menunjukkan wajah yang penuh sukacita, meski Rahma tahu apa yang sebetulnya sedang terjadi dengan sahabatnya tersebut, ia bungkam. Ia pun bergandengan tangan bersama Angel ke dalam kampus, sedangkan Alex dan Sholeh melambaikan tangan kemudian terlihat mengobrol.

Tapi saat memasuki kampus, Rahma sangat jelas melihat nafas Angel yang tersengal-sengal, sahabatnya itu makin parah kejang kecemasannya, selama 30 menit di dalam kampus, baik saat sedang berbincang, maupun ketika sedang terdiam.

Gejala sangat nampak jelas di mata Rahma, tapi sayangnya gadis yang hobi mengkonsumsi coklat demi kesehatan mentalnya tersebut takut, takut jika ia menyatakan tahu kondisi sahabat yang ada di sampingnya.

Sebab kejang kecemasan dari sahabatnya yang kini sedang berjuang diam-diam tersebut bisa-bisa makin parah, karena bertambahnya pikiran, sebab sahabat di sampingnya telah tahu dirinya sedang mengalami hal yang amat tidak mengenakkan.

Rahma pun hanya bisa mengelus-elus kepala Angel untuk menenangkannya, kemudian seolah sinyal paham, Angel bersandar di pundak Rahma kemudian terpejam untuk tidur istirahat, demi menghilangkan kejang kecemasannya, walau hanya sesaat.

Namun Angel tidak bisa tertidur, meski hanya barang sekejap saja, dan pada akhirnya tiba giliran Rahma untuk dipanggil wawancara.

Karena Rahma punya kepentingan sendiri juga cita-cita sendiri yang perlu diwujudkan ia pun memohon maaf pada Angel bahwa untuk sementara ini ia tidak bisa dulu meminjamkan pundaknya, dalam keadaan kejang Angel pun mahfum kemudian sesaat melihat Rahma masuk ke ruangan dan ia menyandarkan kepalanya pada tas miliknya.

Ia tahu saat ini Rahma sedang diwawancarai oleh Pak Putut, dosen yang juga akan mewawancarainya, sebetulnya sejak tadi Angel memikirkan kata-kata dan jawaban apa yang tepat untuk Pak Putut, ia takut salah menjawab pun takut salah bicara.

Dan untuk sesaat kejang kecemasan Angel pulih, sebab Rahma terlihat keluar dengan wajah sumringah, Rahma melihat reaksi positif dari Pak Putut, dan percaya bahwa reaksi dari dosen yang dikenal oleh ramai orang tegas namun lembut tersebut adalah reaksi bahwa Pak Putut terkesima dengan jawaban-jawaban serta kata-kata dirinya.

Pernyataan dari sehabatnya tersebut pun menyembuhkan Angel, tapi hanya untuk beberapa saat, saat ia dipanggil untuk menghadap Pak Putut rasa tegang dan takut salah pun kembali menghampiri, sehingga kejang kecemasannya kembali.

Angel berandai-andai jika dosen di hadapannya yang beberapa menit lalu menanyakan nama lengkapnya skeptis bahwa dirinya mampu dan bisa berkuliah psikologi di universitas yang disebut-sebut terbaik untuk belajar psikologi. Angel membatinkan skeptisme dari dosen di hadapannya, tubuhnya pun berkeringat.

Apalagi tadi saat ditanya nama lengkap, Angel sudah menunjukkan gejala kecemasan akut, sebuah panic attack yang hebat.

“Njel, bapak minta kamu sekarang jujur.”

“Apakah kamu sekarang sedang mengalami serangan kejang kecemasan?”

Angel tak dapat berkata apa-apa, ia menangis dan hanya bisa mengangguk, mengiyakan bahwa tebakan dari dosen di hadapannya adalah tepat.

Dan ketika dosen yang sedang mewawancarainya tersebut meminta Angel untuk menarik nafas dalam-dalam gadis yang kini menggunakan hijab berwarna biru hitam itu pun menuruti, sebab Angel merasa ia sudah amat lelah mengalami kejang kecemasan dan sangat amat ingin segera pulih.

“Sudah agak tenang, Njel?”

Angel berbohong, padahal kejang kecemasan masih melanda dirinya dengan hebat, akibatnya pun Pak Putut yang tahunya Angel sudah agak pulih berkata sekaligus mengajukan satu syarat,

“Njel, sebetulnya bapak tahu kamu adalah siswi tepatnya pelajar SMA dengan nilai kelulusan tertinggi di Indonesia,"

"Nilai kamu melampaui semua siswi dan siswa yang ada se-Indonesia.”

“Untuk kamu tahu, saya tidak pernah ketinggalan informasi tentang yang berkaitan dengan pendidikan di negeri ini,”

“Oleh karena itu, atas permintaan pemilik kampus, sebagai syarat apakah kamu layak diterima di universitas ini atau tidak,”

“Kamu harus mengisahkan kisah hidup kamu selama ini,”

Lihat selengkapnya