#Berhentidikamu

Mizan Publishing
Chapter #2

Perjumpaan di Hijr Ismail

Ibadah umrah adalah ibadah yang penuh makna. Niat kami ke sana adalah untuk menjawab panggilan-Nya melalui Nabi Ibrahim a.s. 3.000-an tahun yang lalu.

Dengan lantunan “Labbaik Allahumma labbaik ....” terus-menerus di dalam hati mengiringi perjalanan kami menuju Kota Makkah. “Kami memenuhi dan akan melaksanakan perintah-Mu, ya Allah.”

Kami melewati Jabal Abi Qubais, tempat Nabi Ibrahim menerima wahyu. Namun, di atas gunung yang memanjang itu, kini berdiri gagah Istana Raja Salman, Raja Arab Saudi. Indah dan megah sekali. Menakjubkan.

Bus membawa kami ke hotel yang letaknya persis di samping Masjidil Haram. Rasanya saya sudah tak tahan ingin memasuki masjid agung tersebut. Namun, kami harus meletakkan barang-barang di kamar dan beristirahat sejenak. Belum memasuki Masjidil Haram saja jantung saya sudah berlompatan bahagia.

Pada waktu yang ditentukan, semua jemaah yang telah mengenakan pakaian ihram berkumpul di lobi hotel. Kami dibimbing oleh TL (Tour Leader) dan mutawif. Beramai-ramai kami berjalan kaki menuju Masjidil Haram. Kami berpapasan dengan jemaah dari berbagai negara.

Masjidil Haram terlihat besar, megah, dan luas sekali. Kami disambut oleh gerbang besar nan gagah dengan kaligrafi indah. Saat masuk, di dalamnya berdiri ratusan tiang yang tersebar menopang keseluruhan bangunan. Bangunan itu melingkari titik pusat, yaitu Ka‘bah, Baitullah, arah saya shalat setiap hari.

Dan ketika saya melihatnya, Ya Allah, saya seperti disergap keindahan yang menggetarkan jiwa. Bangunan itu tampak anggun dan mengagumkan.

Dunia di sekitar saya seperti terdiam. Bumi seolah berhenti pada porosnya. Semesta pun seakan memberi ruang bagi diri saya dan bangunan istimewa itu.

Keanggunan Ka‘bah mengalahkan semua pemandangan indah di muka bumi yang pernah saya saksikan. Tidak ada yang sanggup menandinginya. Bagi saya dan umat Islam yang menatapnya secara langsung, berdiri berhadapan seperti itu rasanya begitu dahsyat. Ditambah pemandangan tujuh menara gagah yang menjulang tinggi di sekeliling kami membuat jantung saya berdegup lebih kencang.

Saya mencoba terus melangkah melewati lantai marmer yang terasa dingin menyejukkan hati. Kami mendekati Ka‘bah dan siap melakukan ibadah umrah.

“Allahuma antassalam ...” terdengar suara ustaz kami memimpin.

Dari sudut Hajar Aswad, kami mengecup tangan dari jauh dan mengucapkan “Allahu Akbar!” Kami lalu berkeliling Ka‘bah sebanyak tujuh putaran. Setiap putaran saya jalankan dengan sungguh-sungguh dan khidmat sambil terus mengikuti doa yang dilantunkan Pak Ustaz. Sungguh nikmat sekali.

Setelah selesai tawaf, saya menuju Maqam Ibrahim, yakni jejak Nabi Ibrahim yang berada dalam tabung kubah kaca dengan jejak kaki menghadap Ka‘bah. Jadi, ini bukan makam Nabi Ibrahim.

Di sana saya shalat sunnah tawaf, lalu minum air zamzam yang terasa sejuk. Tenggorokan rasanya adeemm banget. Aaah ... benar-benar melegakan rasanya. Seluruh lelah, letih, dan kepenatan hati hilang seketika.

Kami lalu beranjak menuju lokasi sa’i. Kami memulainya dari Bukit Shafa. Jangan dibayangkan bukit itu berada di luar area Masjidil Haram. Tidak! Area itu ternaungi atap masjid, berlantaikan marmer, sehingga bagi para jemaah tak ada kesulitan untuk melakukan tujuh kali putaran bolak-balik. Jika haus, air zamzam bertebaran di sana. Saya mengangkat tangan sambil bertakbir, lalu berjalan menuju Bukit Marwah. Ketika melewati lampu hijau, kami berlari-lari kecil.

“Rabbigh fir warham, wahdinîâs sabîlal aqwâm ....”

Terus begitu, berjalan cepat bolak-balik dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Kemudian setelah sa‘i berakhir, kami melakukan tahalul, yakni memotong sedikit rambut di kepala. Para jemaah bergantian saling memotongi rambutnya. Para lelaki biasanya suka menggunduli kepala di barbershop sekitar Masjidil Haram setelah selesai umrah. Setelah dua jam, semua rangkaian ibadah itu selesai. Saat SMP dulu, saya juga melakukan semua rangkaian ibadah yang sama, tapi tanpa mengerti makna dan hikmahnya sama sekali. Saya melakukannya karena mengikuti orangtua dan rombongan jemaah.

Kini saya umrah dengan mendapatkan banyak makna hikmah dari setiap rukunnya. Pertama, niat.

Lihat selengkapnya